Halaman

Selasa, 31 Maret 2020

siapa saja bisa menjadi apa saja


siapa saja bisa menjadi apa saja

Grafik etape perjalanan nasib, karir anak manusia tak selamanya mulus, lurus. Pasang surut, timbul tenggelam bahkan maju mundur menjadi bumbu kehidupan. Pada saat kehidupan yang sempit, orang lebih menerima fakta, ulet, tahan, sabar dan menjadi pemacu pemicu. Merapat ke atas setiap saat.

Kalau manusia boleh memilih, ada pilihan disertai hak pilih, tanpa pikir panjang akan pilih paket kehidupan mulia dunia akhirat. Minimal, apa yang diimpikan atau cita-cita yang terbawa-bawa sampai alam mimpi, bisa terwujud, terealisasi atau tinggal tunggu tanggal mainnya.

Sedemikian klasik kehidupan di muka bumi. Berlatih drama, teater agar tak demam panggung saat ketiban peran apa saja. Pemain watak menjadi syarat utama untuk bisa pentas kapan pun. Tak ada istilah pemain utama ataupun pemain cadangan. Bahkan yang modal tampang begitu-begitu saja, karena faktor X, bisa melejit tanpa perjuangan sengit.

Kompromi dengan masa depan membuat tujuan hidup lebih fokus. Semakin pilih jalan pintas berbanding lurus dengan daya biaya politik. [HaéN]

mitra kerja terpercaya kian tambah percaya diri


mitra kerja terpercaya kian tambah percaya diri

Lema, kata ‘percaya’ memang mirip lirik, lagu “Pemilu”. Kali ini, mudahnya masuk ranah pekerjaan, perilaku manusia. Hubungan antar manusia beda negara, beda sejarah. Tampak  keren. Acuan  gratis bagi sesama umat manusia di muka bumi.

Sekedar tahu saja tidak masalah. Lain waktu akan merasakan pasal yang sama, beda redaksi. Lebih berat sanksi moralnya, karena seolah melestarikan, melanggengkan aib yang sama sebangun. Beda pelaku, waktu dan tujuan. Faktor atau saksi yang meringankan sulit diajukan. Tanggung renteng sebagai efek status moral yang tak dibina, dipupuk.

Sejarah bergulir selaju pergantian waktu. Jalan pintas masih menjadi andalan, pilihan utama manusia politik nusantara. Modal tak percaya pada diri sendiri. Model low politics sebagai nilai jual berhiba-hiba. Bukan satria piningit yang merasa mendapat wahyu. Tapi sifat kestarianya melorot demi tujuan berpolitik.

Paket raih kursi utama dengan mengkorbankan kursi harga diri, bukan hal nista, tabu, aib. [HaéN]

praktik demokrasi nusantara vs swajajah


praktik demokrasi nusantara vs swajajah

Bukan ujaran bebas siapa-siapa. Bukan pendapat ahlinya sejak peradaban manusia dikenal. Bukan asumsi apalagi prediksi sejarah pergerakan politik nusantara. Peristiwa khas, khusus yang hanya terjadi di nusantara. Tak perlu pakai narasi akademis. Tiap daerah atau wilayah fungsional punya cerita tersendiri.

Hubungan politisi sipil dengan pihak militer aktif atau mantan alat negara, menambah aroma irama. Pembauran jabatan publik yang diisi, diduduki “pengangguran” perwira tinggi tentara, polisi atau faktor lain. Elite lokal, pengusaha daerah, orang kuat lokal, tokoh agama plus pihak representatif pembentuk pemerintah bayangan.

Ujian negara sudah berlalu diganti ujian global. Mata pelajaran kesehatan pandemi Covid-19 diterapkan di semua negara. Tak pakai ukuran bulu jenis kelamin. Mau sahabat mau pesaing perang dagang terkena pasal yang sama. Penguasa nusantara sebagai mitra kerja terpercaya kian, tambah percaya diri. Kisah sukses akrobat politik di tahun politik 2018 dan 2019 plus negara akrab dengan aneka becana. Tahu pihak mana yang akan dijadikan kambing hitam dan atau sapi perahan, serta bisa melakukan dengan lebih seksama.

Di atas sejarah masih ada sejarah. [HaéN]

alat kelengkapan dan perlindungan diri manusia-politik nusantara


alat kelengkapan dan perlindungan diri manusia-politik nusantara

Bukan ukuran besar persentase populasi manusia-politik terhadap total penduduk. Pakai tolok ukur sumbangsih pada negara. Sistem pemerintahan imbas nyata persamaan hak politik pengguna aktif kebijakan multipartai. Nasib bangsa selama lima tahun di tangan kawanan juara umum pesta demokrasi. Politik biaya tinggi kian menambah cengkeraman.

Praktik demokrasi nusantara menjadi bentuk sederhana penjajahan oleh bangsa sendiri di negeri sendiri. Tradisi politik reformis berjilid, memang didesain mengedepankan kompromi politik, mengutamakan koalisi partai politik sesuai satu periode.

Padahal, niat mulia mendirikan politik adiluhung (high politics) menjadi tujuan Bapak Bangsa, bukan sekedar partai politik aliran abal-abal (low politics).

Terlebih  dengan landasan moral Pancasila pada pembentukan partai politik di era rezim politik reformasi. Kebijakan partai bentuk lain tanggung jawab moral atas kasus yang menjadi langganan anggotanya.

Sistem politik terbuka-tertutup, selektif-bebas aktif menjadikan siapa saja bisa menjadi apa saja. Manusia-politik lebih bangga dengan kekuatan politik. Padahal dari anatomi struktur organisasi tampak kurang gizi namun sarat asupan intervensi, invasi gizi politik mondial. [HaéN]

tak berbuat secuwil pun untuk negara, malah mendapat banyak dari negara


tak berbuat secuwil pun untuk negara, malah mendapat banyak dari negara

Makanya antar manusia, bahkan antar saudara kandung banyak beda atau bisa sebaliknya. Rasa iri diri ke nasib pihak atau orang lain tanda awal otak miring. Garis tangan manusia, perjalanan hidup sesuai skenario Allah swt sudah termaktub di Lauh Mahfuzh.

Ingat adagium, aforisme, aksioma, amsal “barang siapa menabur, menebar plus menggembala angin akan panen badai”. Tapi, barang siapa menanam benih, biji, bibit belum tentu akan memetik hasilnya. Terlanjur dimakan usia. Terlanjur disukabumikan sebelum masuk masa petik. Kebajikan dalam hati seseorang, tetap akan berdampak.

Beda pasal kejadian perkara dengan berkat perjuangan kakek nenek moyang, berkah budi luhur leluhur, warisan tujuh turunan. Tabungan amal seseorang tak kalah telak, bahkan menang total terhadap gempuran peradaban dunia (cinta dunia, nikmat dunia).

Gerakan senyap cinta dunia oleh manusia politik mampu mempengaruhi bahkan menentukan hukum keseimbangan alam. Mengambil, menyingkirkan penghalang jalan pun bukan perkara sederhana. Daya lidah manusia melebihi daya libas sembilu alias menyembilu. Tak kurang garang, kerajinan tangan liwat jasa ujung jari tangan akan mengkerkah jiwa ybs. [HaéN]