ASAL TEORI
Berbekal kajian di berbagai sektor, serta pengalaman
diterpa bencana, pemerintah mulai mengasuransi barang milik negara. Dengan
mekanisme asuransi, diharapkan biaya yang muncul akibat bencana tak lagi
sebesar tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, mekanisme asuransi diharapkan dapat
mempersingkat waktu pembangunan kembali pasca bencana. Irfa Ampri mengatakan bahwa
telah ada kesepakatan dengan Direktorat Jenderal Anggaran bahwa klaim dari
asuransi akan bisa langsung digunakan tanpa menunggu penganggaran tahun
berikutnya. “Jadi begitu diterima klaim asuransi kalau terjadi bencana dananya
bisa langsung dipakai untuk membangun segera,” ungkapnya.
Tahun 2019 juga diwarnai dengan diperkenalkannya dana
untuk penanganan bencana dalam APBN. Selain itu telah dilakukan juga piloting
untuk memberikan asuransi bagi beberapa gedung dan aset Barang Milik Negara
yang dianggap penting di daerah rawan bencana. Dalam APBN 2019 juga telah
dikembangkan kerangka pendanaan risiko bencana, skema transfer risiko dan skema
APBN.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menyusun mekanisme
baru di tahun 2019 dan tahun-tahun setelahnya. Irfa mengatakan, mulai tahun
2019, Kemenkeu mulai menyiasati alokasi anggaran bencana dengan dua hal, yakni
asuransi barang milik negara dan pembentukan pooling fund. “Jadi kalau terjadi
bencana, katakan gedung ini hancur ya, itu nanti yang bayar asuransi,” ia
melanjutkan, “kita juga mau mempercepat pembentukan pooling fund. Nah pooling
fund adalah tadi, pooling fund ini harapannya adalah semua jenis
pembiayaan itu bisa dilakukan oleh lembaga ini.”
Ihwal asuransi, Dr. Widjo Kongko, Ahli Tsunami dari Badan
Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) sependapat dengan pemerintah. “Asuransi penting
terutama untuk menghitung risiko. Risiko harus bisa dihitung dan
diklarifikasikan menjadi biaya yang harus ditanggung oleh pihak ketiga, dalam
hal ini asuransi,” katanya. (sumber:
Media Keuangan VOLUME XV / NO. 148 /JANUARI 2020. Kemenkeu)
TEORI ASAL-ASALAN
Jadi, bagaimana nasib dengan Penyelenggara Negara jika
tertimpa bencana alam. Sebaliknya, bagimana jika terjadi salah ucap dan atau
salah ketik yang memacu, memicu bencana politik. 100 hari pertama kontrak
politik periode II 2020-2024 mengindikasikan potensi bencana politik akibat
manusia politik.
Jangan-jangan, bisa-bisa jika ada pihak merasa dirugikan
dengan kebijakan penguasa. Mau protes malah terkena aneka pasal. Jauh lebih
beradab politik ketimbang “lapor kehilangan sapi, malah kehilangan sapi
sekandang-kandangnya”. Tak patut ditayangkan atau saya olahkatakan. Jadi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar