konflik internal tubuh menjadi menu rutin
Fakta kejiwaan membuktikan
bahwa konflik merupakan unsur fundamental dari konstruksi jiwa raga pada sistem
tubuh manusia. Kapasitas memori mirip tempat pembuangan sampah terpadu. Malang
tak dapat ditolak hidup-hidup, mujur tak dapat ditampik mentah-mentah. Gangguan
berbahasa menjadi nilai jual tayangan diri, penentu keseimbangan diri secara
komersial.
Dua perspektif teoritis
lawas yang mengindikasikan pemacu dan pemicu konflik internal tubuh. Pertama
adalah sikap semua serba boleh menjadi bagian dari pola rentan konflik. Kehillangan identitas diri dan sadar menarik
diri dari adab gaul. Kedua adalah pudarnya tata kelola konflik akibat defisit
sumber daya diri.
Akibat percaya diri tak
sesuai kapasitas diri. Harga diri menjadikan dirinya merasa serba lebih. Tanpa sadar,
manifestasi klinis episode konflik
internal tubuh memunculkan rasa kehilangan harga diri dan perasaan diri tidak
berguna. Gejala penyerta lainnya nafsu diri bebas liar.
Ancaman lingkungan
menjadikan diri merasa tak nyaman bersaing dengan diri sendiri. Kendali diri
diserahkan ke mekanisme waktu. Yakin bahwa wujudan konflik menjadi fenomena
yang biasa, wajar, manusiawi alias omnipresent (hadir di manapun).
Perubahan status dari
janji politik menjadi amanat rakyat menjadikan kepastian hukum semakin tidak
pasti. Tubuh diri bukan alat peraga mewujudkan cita-cita politik bertepuk
sebelah tangan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar