Halaman

Senin, 16 Maret 2020

jangankan masa depan


jangankan masa depan

Pertama. Jangankan masa depan. Esok hari belum terjadi, masuk perkara gaib. Urusan dan wewenang Allah swt. Umat manusia hanya wajib menyiapkan bekal dan modal untuk hari sesudah hari ini. Esok hari bukan hak milik manusia. Memanfaatkan waktu singgah di bumi. Amal demi amal dikumpulkan sebagai syarat lanjut ke perjalanan menuju kehidupan abadi pasca kematian.

“Ya Allah, cukupkanlah kebutuhanku hari ini saja”, doa orang sufi. Mereka dengan tekun menunggu waktu sholat fardhu berikutnya. Waktu terasa berdetak lambat. Waktu perjumpaan dengan-Nya.

Kedua. Batasan orang mampu adalah kecukupan pangan keluarga hari ini. Kerja harian masyarakat ekonomi sulit, demi sesuap nasi. Dilakoni dengan ridho dan tulus ikhlas. Mimpinya tak kemana-mana. Lebih menampilkan episode yang sudah dijalani. Tanpa firasat besok mau makan apa.

Ketiga. Hanya Allah swt dan Rasulullah saw sebagai jaminan. Melaksanakan kewajiban sebagai hamba-Nya dengan optimal. Bahkan dirinya pun siap diwakafkan, didonorkan di jalan-Nya. Berjuang di jalan-Nya sesuai ilmu dan kadar diri yang bisa-bisa nyaris senyap. Motivasi tak kalah dengan  orang saleh.

Merasa jiwa dalam genggaman-Nya. Tak bisa digadaikan kepada pihak manapun Tak bisa diasuransikan dengan metoda dan kalkulasi finansial cara apapun. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar