jangankan masa depan
Pertama. Jangankan masa depan. Esok hari belum terjadi,
masuk perkara gaib. Urusan dan wewenang Allah swt. Umat manusia hanya wajib
menyiapkan bekal dan modal untuk hari sesudah hari ini. Esok hari bukan hak
milik manusia. Memanfaatkan waktu singgah di bumi. Amal demi amal dikumpulkan
sebagai syarat lanjut ke perjalanan menuju kehidupan abadi pasca kematian.
“Ya Allah, cukupkanlah kebutuhanku hari ini saja”, doa
orang sufi. Mereka dengan tekun menunggu waktu sholat fardhu berikutnya. Waktu terasa
berdetak lambat. Waktu perjumpaan dengan-Nya.
Kedua. Batasan orang mampu adalah kecukupan pangan
keluarga hari ini. Kerja harian masyarakat ekonomi sulit, demi sesuap nasi. Dilakoni
dengan ridho dan tulus ikhlas. Mimpinya tak kemana-mana. Lebih menampilkan
episode yang sudah dijalani. Tanpa firasat besok mau makan apa.
Ketiga. Hanya Allah swt dan Rasulullah saw sebagai
jaminan. Melaksanakan kewajiban sebagai hamba-Nya dengan optimal. Bahkan
dirinya pun siap diwakafkan, didonorkan di jalan-Nya. Berjuang di jalan-Nya
sesuai ilmu dan kadar diri yang bisa-bisa nyaris senyap. Motivasi tak kalah dengan orang saleh.
Merasa jiwa dalam genggaman-Nya. Tak bisa digadaikan
kepada pihak manapun Tak bisa diasuransikan dengan metoda dan kalkulasi
finansial cara apapun. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar