ketika kue (kursi) nasional kian 3R
(rapuh, redup, ringkih)
Pasti bukan asumsi sejarah, bukan fakta integritas politik
atau rekayasa citra lapangan maupun apalagi pratanda, gejala efek berkelanjutan
bin bergelayutan. Namanya politik, apa pun yang terjadi bisalah menjadi seolah
tak pernah terjadi.
Citra nusantara diangkat dari nama tokoh wayang, Sucitra atau
mungkin sesuai versi lokal – semisal citrawati, putericitra, citraputeri – plus
sebutan mirip lannya. Pasal aksi nasional pencitraan menjadi ujung tombak, lagu
wajib agenda propaganda, aksi provokasi, misi promosi penguasa untuk menjaga
wibawa
Efektivitas, kemanfaatan daya guna negara multipartai
dengan segala warna. Tak menyurutkan niat kawanan politisi sipil, politisi
non-militer untuk tidak demam panggung. Semangat otonomi daerah berwujud paket
dinasti politik, pemerintah bayangan, kerajaan elit lokal menjadikan laga
kandang bak harga liar.
Semangkin melambung, membengkak, membiak krisis
kepercayaan public nusantara maka akan berbanding lurus dengan daya oplos
kinerja (prestise, pamor, prestasi, reputasi, popularitas). Makna hukum
keseimbangan politik vs hukum rimba politik tak bertuan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar