Halaman

Minggu, 29 Maret 2020

satria piningit rebutan wangsit


satria piningit rebutan wangsit

Masa tirakat sebagau syarat sudah dilakoni sebagai pejabat hasil, efek pesta demokrasi daripada Soeharto. Penyandang sebutan manusia politik yang ‘berhak’ merayakan kemenangan sebagai juara umum pemilu. Merasa berhak menyabet semua gelaran kursi negara dan atau daerah.

Konon, olah kasus pemilu serentak Rabu, 17 April 2019, menemukan temuan fakta bahwa secara rahasia umum. Terdapat dua (dua) kasus besar sebagai bukti ringan. Pertama sudah seperti dugaan awal,  yaitu politik uang (bagian integral dari biaya politik, ongkos politik, mahar politik) dengan segala modus.  Kedua,  disusul pasal kesalahan adminstrasi berwujud manipulasi suara dalam pola pergeseran / pengelembungan suara.

Gabungan partai politik pengusung pasangan 01, tak lebih tak kurang ibarat oplosan ideologi-semu. Kendati Jokowi bisa lanjut ke periode kedua 2019-2024. Malah merasa tak nyaman, kurang aman. Oknum anggota partai politik pendukung Jokowi-Ma’aruf Amin, sudah tahu belang ybs. Mereka jika sudah duduk sebagai anggota dewan yang terhormat. Utamakan urusan masing-masing.

Masih ingat cuplikan narasi lawas bersubsidi, simak bebasan “nglungguhi klasa gumelar”. Ilustrasi sederhana orang yang menempati, menduduki, menempatkan pantat pada tikar atau tempat yang telah tergelar, tersedia tanpa kesulitan berarti. Kalau ada masalah, hanya masalah antrian internal dan nasib. Tinggal duduk manis bak dapat kursi nganggur. Kursi tiban. Tak perlu repot menunggu sambil duduk manis, memeluk lutut,  berpangku sebelah tangan pasang dan umbar senyum manis. Tak pakai keringat dhéwé.

Memperbaiki keturunan anak cucu politik nusantara. Mau pakai sebutan anak cucu ideologis. Ingat ada ideologi negara, dasar negara bernama Pancasila. Seolah kata jiwa  pancasilais bisa diwariskan ke anak cucu. Fakta sejarah, semisal penguasa tunggal Orde Baru bukan kawan partai, bukan politisi sipil, bukan kader parpol, bukan oknum ketua umum parpol. Golkar adalah  organisasi kekuatan sosial politik, menjadi kendaraan politik RI-1 kedua.

Jangan lupa, jurus ‘nasakom’ jiwaku, produk unggulan rezim politik, presiden seumur hidup, pemimpin besar revolusi Orde Lama. Diformat, dioplos, didaur ulang sesuai UU 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

Jadi, pasal jual beli suara; rekayasa, manipulasi, modifikasi rekapitulasi hitung cepat sudah tak layak pakai di sistem demokrasi nusantara. 2024 seolah tinggal hitung mundur. Bak laga adu kuat skenario. Ikuti aturan tingkat komponen dalam negeri. Ingat daya tahan kursi.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar