Halaman

Selasa, 10 Maret 2020

dilema penyakit politik nusantara, virus demam kursi vs vaksin kebal fakta


dilema penyakit politik nusantara, virus demam kursi vs vaksin kebal fakta

Ketika bangsa sedang sibuk dengan agenda global. Masih saja ada anak bangsa lokal berujar lain daripada yang lain. Minta perhatian atau kurang perhatian. Pakai pasal barangsiapa cerdas melihat kuman di seberang lautan, maka ybs cermat menyimak tengkuk sendiri. Sempat-sempatnya memanfaatkan celah berkesempitan.

Segitiga setan nusantara : harta – takhta – jelita. Membuat anak bangsa, putera puteri asli daerah, kaum pribumi, sanggup melakukan apa saja untuk meraihnya, menadahnya atau saling berebut bak lomba panjat pinang. Modus operandi, rekayasa, manipulasi sampai pasal konstitusional hasil oplosan moral antara penguasa dan pengusaha menjadi daya dorong kebatinan.

Namanya saja Indonesia. Ternyata nyatanya apapun bisa mengalami proses 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce berarti mengurangi, reuse berarti menggunakan kembali dan recycle berarti mendaur ulang. Sampah politik global menjadi bermanfaat di tangan ahlinya bangsa dhewe.

Akhirnya pemerintah disibukkan oleh pasal balas jasa, urusan untuk menghidupi orang-orangnya. Lebih berat lagi, lunasi biaya politik dengan bandar politik global.  Bisa-bisa memang bisa nusantara dikapling-kapling. Urusan rakyat bukan masuk urusan wajib. Paling tidak pihak yang merasa mempunyai hak terbanyak, langsung ambil langkah untuk mengadilmakurkan serta mensejahterakan diri sendiri secara konstitusional.

Klaim, asumsi maupun asas praduga atas hasil kajian, survei, sensus, studi banding, hitung mundur. Semula dikhawatirkan bangunan politik, konsolidasi demokrasi, struktur ideologi nusantara maupun pasal bernegara, tak akan mampu tegak di atas generasi senin-kamis.

Formulasi politik “pejah gesang ndèrèk panguwasa” menjadi penyakit sejarah yang sulit dihapus dari peta peradaban NKRI. Semboyan heroik adalah “berdiri paling depan di belakang penguasa”. Siaga 24 jam menunggu kursi liar, sedia menerima arisan dan warisan kursi dan sekaligus siap hindar diri dari segala kemungkinan arus balik, tuntutan balik yang merugikan. Sigap diri bela majikan di kandang sendiri. Pakai asas siap kerjakan tanpa proses pemikiran. Terima jadi.

Tepat. Bangsa ini bukan sekedar meninggalkan menanggalkan sejarah. Malah dengan sengaja, sadar, terencana tidak belajar dari sejarah. Mau mengadakan lompatan jauh ke depan. Terobosan peradaban. Menembus batas waktu dan jarak tempat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar