dilema penyakit politik
nusantara, virus demam kursi vs vaksin kebal fakta
Ketika bangsa sedang sibuk dengan
agenda global. Masih saja ada anak bangsa lokal berujar lain daripada yang
lain. Minta perhatian atau kurang perhatian. Pakai pasal barangsiapa cerdas
melihat kuman di seberang lautan, maka ybs cermat menyimak tengkuk sendiri. Sempat-sempatnya
memanfaatkan celah berkesempitan.
Segitiga setan nusantara : harta –
takhta – jelita. Membuat anak bangsa, putera puteri asli daerah, kaum pribumi,
sanggup melakukan apa saja untuk meraihnya, menadahnya atau saling berebut bak
lomba panjat pinang. Modus operandi, rekayasa, manipulasi sampai pasal
konstitusional hasil oplosan moral antara penguasa dan pengusaha menjadi daya
dorong kebatinan.
Namanya saja Indonesia. Ternyata
nyatanya apapun bisa mengalami proses 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce
berarti mengurangi, reuse berarti menggunakan kembali dan recycle berarti
mendaur ulang. Sampah politik global menjadi bermanfaat di tangan ahlinya
bangsa dhewe.
Akhirnya pemerintah disibukkan oleh pasal
balas jasa, urusan untuk menghidupi orang-orangnya. Lebih berat lagi, lunasi
biaya politik dengan bandar politik global.
Bisa-bisa memang bisa nusantara dikapling-kapling. Urusan rakyat bukan
masuk urusan wajib. Paling tidak pihak yang merasa mempunyai hak terbanyak,
langsung ambil langkah untuk mengadilmakurkan serta mensejahterakan diri
sendiri secara konstitusional.
Klaim, asumsi maupun asas praduga
atas hasil kajian, survei, sensus, studi banding, hitung mundur. Semula
dikhawatirkan bangunan politik, konsolidasi demokrasi, struktur ideologi nusantara
maupun pasal bernegara, tak akan mampu tegak di atas generasi senin-kamis.
Formulasi politik “pejah gesang ndèrèk panguwasa” menjadi penyakit sejarah yang sulit dihapus dari peta peradaban NKRI. Semboyan
heroik adalah “berdiri paling depan di belakang penguasa”. Siaga 24 jam menunggu
kursi liar, sedia menerima arisan dan warisan kursi dan sekaligus siap hindar
diri dari segala kemungkinan arus balik, tuntutan balik yang merugikan. Sigap
diri bela majikan di kandang sendiri. Pakai asas siap kerjakan tanpa proses
pemikiran. Terima jadi.
Tepat. Bangsa ini bukan sekedar
meninggalkan menanggalkan sejarah. Malah dengan sengaja, sadar, terencana tidak
belajar dari sejarah. Mau mengadakan lompatan jauh ke depan. Terobosan peradaban.
Menembus batas waktu dan jarak tempat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar