anomali BBM bagian
integral infrastuktur
Secara politis, infrastrukur diyakini sebagai bagian
integral penggerak roda perekonomian, sampai kemanfaatan jalan desa. Ironis,
jika semakin pendek mata rantai, ringkas tata niaga, rapat rangkaian hulu ke
hilir, sederhana proses produsen ke konsumen, malah membuat biaya nyata, biaya
terduga semakin bengkak.
Kendati ditunjang sukses angkutan
laut dengan memanfaatkan kebijakan tol laut, sesampainya di darat, tarif jasa
angkutan darat menjadi ajang kesepakatan penguasa dengan pengusaha. Pelipur
laranya ada tarif tol komersial dan tarif tol sosial atau untuk kepentingan
umum.
Ratio panjang jalan dibanding panjang
rangkaian mobil, jelas ada pihak yang bermain di jalan. Kondisi ini menjadi
dasar penentuan harga eceran tertinggi BBM. Masuk ke hukum ekonomi, yaitu
semakin banyak barang dibutuhkan oleh masyarakat, maka ongkos angkut semakin menggiurkan.
Penumpang pesawat melonjak,
otomatis harga tiket ikut melonjak-lonjak kegirangan. Kesempatan yang langka,
walau dapat diprediksi. Semakin pengguna angkutan masal melebihi prakiraan pemerintah, maka HET BBM
untuk kendaraan pribadi, tak perlu subsidi. Harga BBM diserahkan kepada sentimen
negatif pasar.
Jadi, infrastruktur untuk semua
tak otomatis menjadikan BBM untuk kesejahteraan, kemakmuran rakyat. Masih ada
faktor siluman, yaitu biaya politik yang telah terpakai habis oleh partai
politik peserta aktif pesta demokrasi. [HaèN]