Halaman

Minggu, 31 Mei 2015

Menangkal Efek Berantai StigmaTeroris Dengan Semangat Ukhwah

 Politika     Dibaca :357 kali , 0 komentar
Menangkal Efek Berantai StigmaTeroris Dengan Semangat Ukhwah
 Ditulis : Herwin Nur 17 September 2012

Berita Teror
Berita berbasis teroris menjadi santapan dan liputan langsung setiap saat, dikemas oleh media massa secara atraktif, seolah tanpa kode etik. Antar TVswasta sudah tidak ada benang merahnya, tayangan berita sesuai selera, sesuai otoritas. Besar berita daripada peristiwa. Berbagai pihak mempunyai kepentingan dan maksud terselubung. Teror yang seharusnya masuk ranah hukum, komoditas hukum, malah berkembang menjadi komoditas politik. Hukum (di) Indonesia secara formal hanya merumuskan teroris sebagai gerakan ekstrim atas nama agama atau kelompok, tidak menguak skenario besarnya.

Di era Reformasi, semua kejadian setelah terjadi, setelah memakan korban harta benda, menelan korban jiwa, atau berdampak sosial, baru ada tindakan nyata. Tindakan pencegahan atau preventif, ditunjukkan oleh pemangku kepentingan bidang keamanan dengan tampil di TVswasta, dalam acara pembenaran diri.

Di lapangan, pemangku kepentingan bidang keamanan telah sama-sama bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya, namun bukan dalam tatatan dan tataran bekerja sama. Mereka memang tidak saling menyalahkan, bahkan bak paduan suara kompak mencari siapa  yang akan dijadikan kambing hitamnya, sambil cuci tangan.

Arahan Dan Arahan
Kehidupan waktu berjalan linier, sejarah kehidupan umat manusia bisa berulang dalam arti akan terjadi kondisi yang mirip dengan zaman dulu. Belajar dari sejarah, kita bisa membaca pertanda zaman. Zaman Jahiliyah (suatu keadaan yang menolak hidayah Illahi dan menolak hukum Allah) secara lebih sistematis, terstruktur dan menerus akan tetap hadir di depan kita.

Jiwa Orde Baru didominasi dogma Pancasila Sakti menyebabkan jika ada pemikiran, apalagi gerakan yang tidak seiring dengan kebijakan Presiden, selain dicap sebagai anti-Pancasila, bisa dibabat di tempat. Pemilik suara vokal, akan menghadapi dua pilihan kemungkinan, yaitu kalau tidak dirangkul untuk dibungkam secara bermartabat (misal aktivis yang disekolahkan ke mancanegara), atau didengkul serta dibatasi ruang geraknya !

Jangankan meledak, cikal bakal bom belum dirakit, sudah bisa diendus aparat keamanan. Arah kekuatan sosial politik sudah bisa diarahkan, dengan dalih atas keinginan rakyat. Menonjolnya pendekatan represif yang menekankan keamanan dan stabilitas. Terjadi pemusatan kekuasaan secara masif, terbelenggunya pelaksanaan demokrasi, terkekangnya partisipasi politik rakyat, serta terabaikannya HAM dan prinsip supremasi hukum.

Semangat Ukhwah
Umat Islam NKRI lebih mementingkan kiprahnya di dagang politik ketimbang ukhuwah Islamiyah. Politik mapan, ekonomi stabil, maka ukhuwah akan terjalin, demikian prakiraan kawanan parpolis berbasis Islam. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan fungsi umat Islam, mengalami pasang surut karena tergoda politik praktis dan raihan duniawi.

Kita patut belajar dari Pilpres 2009, Ketua Umum PP Muhammdiyah mengajak dan menghimbau warganya mendukung Mega dan JK. Elit Muhammadiyah tanpa sungkan dan malu memposisikan diri berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Modus operandi gerakan politik NU melalui PKB secara umum sudah dan mudah terbaca. Hasilnya, emosi umat Islam periode 2009-2014 diaduk-aduk tak menentu. Elemen masyarakat dengan atribut Islam bisa saling berjibaku di jalanan. Keharusan bersifat lemah lembut terhadap sesama mukmin, terlupakan.

Solusi
Umat Islam baru bersatu, pada saat menghadapai lawan, seteru yang sama. Menghadapi bencana alam, terkadang malah menimbulkan pertentangan internal.

Ukhuwah dibentuk mulai dari lingkungan Rukun Tetangga, adab bertetangga diterapkan secara total. Kepedulian antar tetangga, semangat gotong royong, kearifan lokal menjadi modal mewujudkan ukhuwah.(Herwin Nur/wasathon.com)

revolusi mental nusantara dan asu gedhé menang kerahé

revolusi mental nusantara dan asu gedhé menang kerahé


Asu gedhé menang kerahé, tegesé wong gedhé lan nduwé panguwasa menang kuwasané.

Artikel ini tidak mengajak pembaca belajar bahasa dan budaya Jawa, khususnya paribasa lan saloka Jawa.

Artikel ini mencoba menggugah ingatan diri sendiri.  Betapa saat pemilu 1999, PDI-P keluar sebagai juara umum dengan meraih 35.689.073 suara atau 33,74% dengan perolehan 153 kursi. Pemilu 1999 belum ada pilpres. Apa yang terjadi di periode 1999-2004 tidak perlu kita komentari.

Dampak 1999-2004 sangat menentukan perjalanan dan nasib Nusantara. Masa transisi dari Orde Baru ke katanya Reformasi, malah melahirkan bom waktu.  Pengalaman sebagai oposisi banci, oposisi setengah hati di dua periode 2004-2009 dan 2009-2014 tidak menjadikan PDI-P layak berdemokrasi. Jangan diartikan berlindung di bayangan Bung Karno.

Pemilu Legislatif 2014, menempatkan PDI-P di posisi dan urutan pertama dengan 23.681.471 suara atau 18,95%.

Bayangkan, dari 33,74% ke 18,95%. Selain multi tafsir, memang kenyataannya mau dibawa kemana Nusantara?  [HaeN]

Sabtu, 30 Mei 2015

media online sebagai katalisator syiar dan dakwah Islam

 Politika     Dibaca :635 kali , 3 komentar
Media Online sebagai Katalisator Syiar dan Dakwah Islam
 Ditulis : Herwin Nur 02 Agustus 2012

Kilas Balik
Ajaran Islam tentang hubungan antar umat, antar manusia, antar insan serta hubungan manusia dengan lingkungan bersifat universal dan mendunia. Berlaku untuk semua suku bangsa, domisili, usia dan jender. Di Indonesia, pendidikan/ pengajaran agama Islam masuk kurikulum pendidikan formal sampai tingkat perguruan tinggi. Pondok pesantren, TK/RA sampai PT, sebagai tumpuan harapan anak bangsa untuk mendapatkan keseimbangan pengajaran agama Islam dengan pendidikan formal.

Faktor ajar sebagal awal proses pemantapan aqidah di keluarga sangat kondisional. Banyak keluarga yang menyerahkan pendidikan ke sekolah atau guru. Bagi yang tidak sempat makan bangku kuliah atau bagi wulan (warga usia lanjut, >60 tahun), menggantungkan siraman rohani ke masjid yang mengadakan latih baca Al Qur’an sampai jiping (mengaji liwat kuping atau hanya sebagai pendengar), walau tidak rutin tiap hari.

Kemajuan zaman menyebabkan balita Indonesia sudah tidak gatek (gagap teknologi), dimulai sekedar pegang dan asal pencet alat komunikasi semacam HP (handphone). Keluarga menengah ke atas, komputer bukan sebagai barang mewah lagi. Warnet ada di mana-mana, mengakomodir rasa haus informasi dan komunikasi bagi masyarakat yang serba praktis. Perbedaan pola hidup, gaya hidup maupun gensi antara masyarakat kota dan penduduk desa nyaris tidak ada perbedaan dalam apresiasi, wawasan, peduli terhadap TIK.

Dengan HP seharga ratusan ribu rupiah, sebagai sarana informasi dan komunikasi menjadikan dunia seolah tanpa batas waktu dan tempat. Para PSK (Pedagang Sayur Keliling) dengan modal HP bisa kontak dengan pelanggannya, menerima order. Anak jalanan mengantongi HP untuk kontak dengan juragannya.

Berbasis sub tema bahasan : “Mengapa pentingnya media online untuk kemajuan umat Islam?”, penulis mencoba menjawabnya melalui tulisan ini. Aspek tidak buta teknologi sebagai syarat utama kemanfaatan media online. Minimal bisa mengakses internet, atau teknologi informasi dan komunikasi pada umumnya.

Sebagai hasil dari gerakan masif ke media online, sirkulasi media cetak  tidak mengalami peningkatan yang berarti beberapa  tahun belakangan ini, sementara kelompok-kelompok media besar mencatat jumlah ‘hits’ yang sangat tinggi di kanal-kanal  online mereka.  Berbarengan  dengan  itu,  pertumbuhan media  online  sepertinya terkait  erat  dengan  ‘mobilisasi  masyarakat’  seperti  menyediakan  interaksi  sosial  melalui telepon genggam. Namun, yang menjadi masalah utama di sini adalah tidak meratanya akses pada infrastruktur Internet di Indonesia, yang hanya terkonsentrasi di kota-kota besar di Jawa dan Sumatra.

Kesenjangan Digital
Perkembangan syiar dan dakwah Islam sudah sampai pada tahap digitalisasi, tidak lagi berkutat di wilayah konvensional. Kemudahan untuk beralih dari satu ruang ke ruang yang lain dalam hitungan waktu menit, menjadi daya tarik gadget. Gadget bisa diartikan inovasi teknologi modern, mutakhir, ataupun terkni yang merupakan sebuah piranti portable yang memiliki multi fungsi dan berbagai kelebihan dari teknologi yang biasa/sudah ada. Babak baru dunia syiar dan dakwah Islam, atau kemudian sering disebut sebagai dakwah bil kalam secara sederhana mengimplementasikan dakwah menjadi sebuah rutinitas dan dapat diakses dengan gadget.

Pemanfaat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai media syiar dan dakwah Islam sudah memasuki era bak jual beli. Mengacu pada acara di TV swasta yang bisa menyedot pemirsa adalah yang subtansi dakwahnya sederhana, tidak menggurui, dikaitkan dengan keadaan sehari-hari, maka para pengelola media online bisa memantapkan langkah. 

Tidak bisa dipungkiri, di masyarakat atau antar generasi masih terjadi kesenjangan digital.  Kesenjangan antara individu dan masyarakat yang memiliki akses terhadap sumber daya untuk berpartisipasi dalam ekenomi berbasis pengetahuan, khususnya sumber daya dari Era Reformasi, dengan mereka yang tidak memiliki sumber daya tersebut. Kesenjangan  digital  adalah  sebuah  refleksi  kesenjangan  sosial  dan  ekonomi, termasuk hal yang berkaitan dengan pendapatan, gender, dan buta huruf. Mengatasi kesenjangan digital membutuhkan perspektif  luas  tidak hanya  tentang teknologi informasi.

Kesenjangan digital antara pusat dan daerah menjadi tantangan Indonesia untuk mewujudkan masyarakat informatif di masa depan. Kesenjangan itu bisa dilihat dari masih minimnya infrastruktur informasi dan komunikasi di wilayah timur Indonesia.  

Persoalan teknologi informasi yang dihadapi bangsa Indonesia berbeda dengan negara lain, terutama terkait kondisi geografis negeri ini yang berupa kepulauan. Pentingnya membangun bangsa Indonesia menjadi masyarakat informatif agar lebih rasional dalam memahami segala sesuatu, misalnya dalam isu berbasis tingkah laku politikus. 

Masalah kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia, tidak hanya faktor manusianya saja, justru banyak dipengaruhi oleh tidak meratanya pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi dan regulasi di berbagai daerah. Campur tangan pemerintah sangat berperan dalam pemerataan pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi. Media online dapat menjadi media potensial bagi warga negara,  tetapi kemanfaatannya  terhambat  oleh  persebaran maupun keterseidaan infrastruktur  yang  tidak merata,  saat  ini telah menjadi komoditi. 

Untuk  meminimalkan dampak  kesenjangan  digital  dan  mewujudkan  potensi  TIK  untuk pembangunan  teknologi di  kawasan,  penyusun  kebijakan    perlu  menentukan  prioritas,  menyusun  kebijakan,  memformulasikan kerangka  kerja  hukum  dan  peraturan,  mengalokasikan  dana,  dan  memfasilitasi kemitraan dan kerja sama antar pelaku pembangunan yang memajukan sektor  industri TIK dan mengembangkan keterampilan TIK di masyarakat.
  
Pemuliaan Akal
Tampilan dan tayangan media online Islam yang ada, dari data Alexa.com status tanggal 20 Maret 2011, tercatat ada 10 situs media Islam online, bisa dibilang sangat bervariasi. Berikut 10 situs media Islam online di Indonesia, diurutkan berdasarkan pemeringkatan Alexa.com :
1.     Republika.co.id (Alexa Rank: 6.017)
2.     Eramuslim.com (Alexa Rank: 12.688)
3.     Arrahmah.com (Alexa Rank: 48.068)
4.     Voa-islam.com (Alexa Rank: 49.514)
5.     Hidayatullah.com (Alexa Rank: 65.448)
6.     Muslimdaily.net (Alexa Rank: 169.929)
7.     Suara-islam.com (Alexa Rank: 265.773)
8.     Sabili.co.id (Alexa Rank: 373.188)
9.     Mediaumat.com (Alexa Rank: 1.097.902)
10.  Syabab.com (Alexa Rank: 1.327.842)

Tentunya banyak blog perorangan yang bernuansa, berbasis islami. Masalah mendasar dimungkinkan adanya sponsor dana maupun sponsor yang mungkin bisa mendikte konten media online bernafas Islam. Media   online  harus sudah punya seperangkat kebijakan dalam mengenakan  biaya  untuk  akses  online  ke  situs Web mereka. Media online cukup populer dan menarik  lebih banyak pembaca,  tidak selalu  berarti  adanya  penurunan  sirkulasi  dan  keuntungan  dari  versi  cetaknya.  Meskipun  begitu, beberapa perusahaan media cetak telah mengalami penurunan tirasnya. 

Sementara perkembangan teknologi internet dengan segala kelebihan dan kekuranganya, merupakan media yang sangat efektif untuk menyebarluaskan materi dakwah hingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di penjuru dan pelosok Nusantara.

Manusia wajib bersyukur atas rakhmat Allah. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna. Manusia dibekali Allah dengan kesempurnaan rupa, akal, pancaindra, hati.  Akal untuk berfikir, mencari rahasia alam, mengolahnya. Otak  berkembang dengan berjalannya waktu dan peradaban. Dengan otak manusia berfikir, mempergunakan seluruh pancaindranya dalam menangkap kebesaran dan ilmu Allah.

Untuk menjadi Khalifah dimuka bumi ini manusia harus cerdas , tidak hanya cerdas otaknya saja, tapi juga cerdas emosi dan spiritualnya. Manusia yang paripurna harus mempunyai kecerdasan otak, kecerdasan secara emosional dan spiritual.

Allah menciptakan manusia mulai dari serba buta menjadi tahu, menjadi terbuka. Tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya seoptimal mungkin. Setiap sesuatu bentuk kejadian, apalagi proses, Allah kemudian memberikan petunjuk kepada manusia dalam bentuk akal, insting (naluri) dan kodrat alamiyah untuk kelanjutan hidup masing-masing.

Umat manusia akan dikembalikan kepada kejadiannya, kembali menjadi lemah dan kurang akal, bersamaan dengan bertambahnya usia.

Daya Serap Media Online
Dari 11 kota lokasi survei yang dilakukan oleh MarkPlus Insight pada bulan Agustus – September 2011,  di Jakarta, Bodetabek, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Denpasar, Pekanbaru, Palembang, dan Banjarmasin, terdapat sekitar 50% hingga 80% dari pengguna Internet merupakan kaum muda dari kelompok umur 15-30 tahun. Jumlah pengguna Internet di Indonesia, yang menggunakan internet lebih dari 3 jam sehari, pada tahun 2011 sudah mencapai 55 juta orang, meningkat dari tahun sebelumnya di angka 42 juta (KOMPAS.com, Jumat 28 Oktober 2011). Generasi muda cenderung untuk  lebih percaya pada blog dan media online.  Sebagai  penyesuaian  terhadap  teknologi  baru,  surat  kabar  juga  mengembangkan  distribusi berita mereka ke media  online, membuat berita online dan aplikasi yang dapat diakses di mana  saja dan  kapan  saja  selama  sambungan  Internet  tersedia.

Posisi Indonesia dalam kategori internet paling lambat di dunia berada di tingkat 139 dari total 174 negara yang disidik. Rata-rata pengguna Internet di Indonesia mengakses melalui smartphone dan notebook. Angka populasi pengguna mobile Internet di Indonesia menurut  riset  MarkPlus Insight  ini tidak menghitung berapa besaran  jumlah gadget yang aktif terhubung dengan Internet. Di riset ini juga terkuak bahwa rata-rata netizen di Indonesia punya gadget lebih dari satu yang terkonek dengan Internet. Kecepatan akses internet (khususnya download atau unduh) di Indonesia adalah 1.21 Mb/s [Sumber : Speedtest (Update 14 Okt 2009)]. Kecepatan internet Indonesia jauh dibawah Korea Selatan, Jepang, Hongkong, China dan Singapura.

Alasan mengapa Internet lambat bisa beragam. Kalau Indonesia sendiri dikarenakan minimnya fasilitas kabel fibre optic untuk terhubung langsung ke jaringan internasional. Otomatis akses ke luar negeri menjadi sangat lambat, dan pada akhirnya berpengaruh pada uji coba Speedtest.

Besarnya pengaruh (sisi positif) internet membuat negara-negara maju berlomba memperbesar infrastruktur, jaringan dan teknologi internet. Bagi pemerintah bersama para pemangku kepentingan (provider/operator) negara-negara maju, mereka telah memperbesar kecepatan internet hingga angka fantastis bila dibanding dengan negara seperti Indonesia. Adalah negara Korea Selatan yang menjadi negara dengan akses internet tercepat, yang disusul Jepang.

Evaluasi Diri Media Online
Salah satu keunggulan  media  online  adalah  lebih  cepat  dalam  menyajikan  suatu berita kejadian, peristiwa, dan kasus daripada media cetak. Langkah antisipatif media  cetak dalam menjaga langganan setianya adalah dengan memindahkan produk mereka ke media online, tetapi dengan tampilan yang sama, ditambah variasi substansi atau konten.

Untuk  memenuhi kecepatan saji,  bukan berarti asal saji, membentuk opini sesuai selera  atau malah mengambil  resiko  salah  informasi.  Patut diingat  bahwa sesungguhnya kecepatan bukan parameter untuk dapat unggul dalam mengelola media. Kejadian yang disajikan apa adanya, secara aktual, faktual, akurat sekali pun bukan jaminan sebagai sajian berkualitas, bermartabat dan sesuai asas manfaat.    

Media Online yang Diharapkan
Media  online  seperti apa yang mampu jadi katalisator syiar`dan dakwah Islam. Minimal dengan mengacu batasan bahwa media online bisa disebut  sebagai  media  interaktif. Media dimaksud,  terjadi komunikasi timbal balik, peran serta aktif, antara pengelola media online dengan pengguna.

Berdasarkan uraian mulai dari judul, media online sebagai wahana, sarana dan fasilitas interaksi aktif antara pengelolanya dengan pengguna, khususnya dalam menggulirkan substansi islamiyah. Interaksi secara aktif, masif, menerus dan berumpan balik, akan menjadikan media online sebagai katalisator syiar dan dakwah Islam. Ikhwal tersebut bisa terwujud, jika terpenuhinya beberapa kondisi sebagai berikut :

  1.  Kendati jumlah tiras dalam media online seolah bebas, tidak terbatas, karena bisa digeser bebas, namun demi  alasan  kecepatan  akses,  keindahan desain, nilai atraktif tampilan/tayangan, keanekaragaman konten, tingkat  keterbacaan  dan  alasan teknis  lainnya,  perlu  dihindarkan  penulisan naskah yang terlalu panjang. 
  2. Konten islami harus mampu berakslerasi dengan publikasi berita kejadian, peristiwa, dan kasus yang berdasarkan real time. Tampilan/tayangan konten islami bersifat dinamis, menyesuaikan dengan tuntutan dan tantangan zaman.
  3. Susah dihindari, ada media online yang menyajikan berita karena menghadapi pilihan yaitu pro-pemerintah atau anti-pemerintah, seperti TV swasta. Dampaknya, pemberitaan bersifat tendensius, tidak berimbang dan jauh dari pembelajaran kepada masyarakat. Menyiasati kondisi ini, konten islami bisa sebagai penyeimbang, artinya memberikan solusi, opini yang wajar dan profesional.
  4. Jadwal  terbit  media  online  berlomba dengan waktu, sangat  ketat. Mirip liputan langsung di TKP (Tempat Kejadian Perkara) yang berkadar update atau terkini. Berita yang  dirilis otomatis terdistribusi ke jaringan. Bank data konten islami harus mampu mengimbangi berita terkini. Artinya, konten islami bisa disajikan khusus tersendiri, berbaur dengan berita terkini, atau opini/kajian berdasarkan kaidah Islam.
  5. Sebagai katalisator syiar` dan dakwah, media online memberi ruang, peluang dan kesempatan baru bagi warga negara untuk menyuarakan aspirasi, berkontribusi secara nyata dan aktif, dan akan mendapatkan respon dalam cara dan skala yang  tidak  terpikirkan  sebelumnya. Membawa  harapan dan asa  untuk  bebas  berekspresi, media  online  telah menjadi ruang publik baru untuk mempromosikan bonum commune (kesejahteraan bersama). 
Peserta Lomba Menulis:
"Masa Depan Media Online Bernafaskan Islam"
Herwin Nur

Jumat, 29 Mei 2015

mahkota muslimah, antara rasa malu dan percaya diri

 IslamView     Dibaca :497 kali , 0 komentar
Mahkota Muslimah, Antara Rasa Malu dan Percaya Diri
 Ditulis : Herwin Nur 05 April 2013

Ibarat Pepatah
Kaum hawa di depan pengadilan manusia sebagai tersangka kasus korupsi, menggunakan pepatah : “Malu membohongi dan menipu diri sendiri akan mendapat vonis berlapis”. Terinspirasi kiat makhluk alam liar menyelamatkan diri dari bahaya, para tersangka penuh percaya diri memanipulasi watak dengan mendadak alim, mendadak lupa, pura-pura sakit sampai memeras air mata. Ketika vonis ringan, mereka mendadak riang, lupa akan aktingnya.
Di panggung kehidupan, demi meraih harapan, demi mewujudkan impian, menghadapi persaingan bebas, rasa malu dan percaya diri sudah tidak masuk ranah moral, lebih dikaitkan dengan makna berani. Bisa dikata “malu tak akan maju”, berlaku untuk semua cabang kehidupan. Tidak malu melakukan pekerjaan yang nampak hina dan kotor, misal jadi pemulung sampah, ditingkatkan menjadi tidak malu melakukan “pekerjaan paling hina dan kotor” sekalipun.
Identitas Akhlak
Rasulullah saw telah nyata dan jelas mewariskan teladan pada kita, yaitu rasa malu sebagai identitas akhlak Islam. Rasa malu merupakan pasangan dari iman. Fokus dan khusus bagi muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang diperoleh sebagai hidayah maupun perjuangan, akan menjadi benteng diri. Rasa malu akan menjadi tanda peringatan dini sebelum berucap dan bertindak. Percaya diri bukan sekedar tanpa rasa malu, apalagi yakin apa yang diucapkan dan dilakukan adalah benar.
Sebagaimana sabda Rasululloh saw, yang artinya: “Malu dan iman saling berpasangan. Bila salah satunya hilang, maka yang lain turut hilang.” (HR Hakim). Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, yang artinya: “Iman itu ada tujuh puluh bagian. Yang paling tinggi adalah kalimat ‘la ilaha illallah’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalan. Dan malu adalah bagian dari iman.” (HR Bukhari)
Kehidupan Dunia
Ketika kesuksesan seseorang diukur dengan sukses dunia, maka wajar kalau kekayaan yang dikonversikan ke dalam Rupiah atau mata uang asing menjadi tolok ukur, pembanding atau penentu posisi terhadap barisan orang kaya se dunia. Meraih sukses bisa meniti jalur lambat tetapi aman, sabung nyawa dan adu nyali di jalur cepat, atau memanfaatkan jasa orang pintar untuk mengawal di jalur pintas.
Muslimah yang sedang berproses dengan masa depan, khususnya yang masuk kategori wanita karir, akan berhadapan dengan dilema hidupnya. Ajang interaksi dengan lawan jenis dalam pergaulan, pendidikan maupun pekerjaan, akan merasa malu jika menampilkan jati diri sebagai muslimah.
Di panggung hiburan, banyak kaum hawa harus total berprofesi. Masih nampak muslimah yang konsisten dengan jati diri. Muncul masalah jika ada tuntutan skenario dan tantangan pekerjaan. Semangat emanisipasi jangan dijadikan alasan untuk meminimalisasi jati diri. Muslimah mengacu terjemahan [QS Faathir (35) : 5] : “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah”.
Kehidupan dunia jangan mempengaruhi, mengedalikan bahkan mendikte sepak terjang muslimah. Sabda Rasulullah saw yang menyiratkan kekhawatiran : “Sesungguhnya dari perkara-perkara yang aku khawatirkan menimpa kalian setelahku adalah permasalahan perut-perut kalian (kerakusan), kemaluan-kemaluan kalian (syahwat), dan hawa nafsu-hawa nafsu yang menyesatkan.” (HR al-Imam Ahmad) Kekhawatiran lain Rasulullah saw, sabdanya : ”Binasalah kaum laki laki yang mentaati para wanitanya.” (HR Ahmad dan Thabarani). Inilah tantangan muslimah Indonesia saat ini, Bahkan lebih berat dan beragam, dibanding dengan Islam minoritas di negara yang maju sekalipun. [Herwin Nur/wasathon.com]

bergunjing di pasar setan

IslamView     Dibaca :409 kali , 0 komentar
Bergunjing Di Pasar Setan
 Ditulis : Herwin Nur 30 April 2013

Kebebasan Pers
Di era Reformasi, kebebasan pers ditunjukkan dalam meliput, mengolah, menyiarkan sambil mengomentari suatu peristiwa. Ibarat kuliner, berbagai bumbu yang mewakili berbagai rasa dituangkan tanpa dosis baku, yang penting menyengat hidung, mementingkan selera si pembuat. Aturannya adalah : tak ada aturan.

Pergeseran nilai dari makna dan hakikat pers bisa dibaca pada media cetak, khususnya surat kabar, seolah tidak ada sensor moral, etika, dan norma bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tampilannya bukan sebagai pembawa kabar, lebih ke pembentuk opini murahan. Nasib ini menimpa juga media online. Nasib media elektronika, terutama stasiun TV swasta, paling memprihatinkan.

Ironisnya, dalam mengikuti proses hukum suatu kasus, media berlagak atau bahkan dalam mengupasnya melebihi wewenang lembaga pengadilan. Jika tersangka atau pihak yang terlibat dalam kasus bisa dihadirkan di studio, dalam acara dialog, diskusi atau debat, si host dengan pongah dan tanpa merasa malu memberondongkan pertanyaan yang jauh dari cerdas. Acara biasanya berakhir tanpa kesimpulan dan langkah nyata, hanya sekedar mengejar peringkat, demi sensasi sesat atau sesuai pesan sponsor. Acara meriah karena si host adalah termasuk pimpinan perusahaan TV swasta.

Media mengandalkan citra pers menjadi bak mekanisme pasar, siapa menguasai berita akan jadi raja. Bahkan para analisis, pengamat, pemerhati serta forum peduli pun bisa masuk daerah abu-abu. Akar permasalahan malah tidak terkuak. Besar berita daripada kasusnya sendiri. Antara fakta dan fitnah menjadi bahan sajian media.

Melakukan Tabayyun
Bagaimana umat Islam memilih dan memilah berita, Allah SWT telah mengajarkan agar kita melakukan tabayyun atau memeriksa kembali dengan seksama terhadap berita yang kita terima, baik dari seorang muslim, lebih-lebih jika sumbernya dari seorang kafir, sebagaimana terjemahan [QS Al Hujuraat (49) : 6] : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” 

Arus informasi bisa masuk kapan saja, dari tempat yang tak terduga. Media menjadi pasar informasi. Media menjadi pemasok sampai penjual berita, informasi, kabar atau apa saja data kebutuhan masyarakat. Menjual berita bisa dari pintu ke pintu (dilakukan media cetak) atau masyarakat sebagai konsumen mendatangi atau membuka acara siaran radio, TV, dsb.

Melakukan tabayyun lebih diutamakan dalam mendapatkan informasi yang nyata, utuh, apa adanya. Idealnya, tabayyun dilakukan terhadap kedua pihak, terhadap objek berita maupun kepada pembawa berita ataupun pihak yang disengketakan. 

Lokasi Setan
Pasar, diriwayatkan dalam hadist, termasuk salah satu lokasi favorit setan praktek. Pasar tidak sebatas lokasi jual beli kebutuhan sandang pangan saja, bisa ke kebutuhan dasar manusia lainnya. Umat Islam bisa terjebak dalam arus dan pusaran informasi. Selain tabayyun, kita jangan malah sebagai pelaku, khususnya dalam menyebarluaskan informasi yang berkadar ghibah apalagi fitnah.  

Membicarakan orang lain, walau infonya faktual dan aktual (menggunjing), biasanya yang menarik kalau dibumbui yang menjurus ke fitnah. Untuk menghindari hal tersebut, kita wajib mengacu sebagian terjemahan [QS Al Hujuraat (49) : 12] : “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” [Herwin Nur/wasathon.com]

jilbab tentara wanita dan simbol semangat topi baja

JILBAB TENTARA Wanita dan SIMBOL Semangat topi baja


Tentara di medan perang, di palagan, berada di garis depan, posisi di daerah lawan maupun di daerah abu-abu merasa aman dengan memakai topi baja dan rompi anti peluru. Penggunaan alutsista TNI (alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indoneisa) semakin menambah keyakinan dan percaya diri dalam melaksanakan kewajiban sebagai perajurit. Perangpun punya aturan main, dalam bentuk Hukum Humaniter.

Hukum humaniter internasional atau hukum humaniter adalah nama lain dari apa yang dulu disebut dengan hukum perang atau hukum sengketa bersenjata. Hukum humaniter merupakan kelanjutan hukum hak asasi manusia yang diterapkan pada waktu perang. Hukum humaniter yang dibuat melalui suatu perjanjian multilateral atau melalui hukum kebiasaan internasional, namun substansinya banyak mengatur hal-hal yang menyangkut individu, atau dengan kata lainnya subjek hukumnya juga menyangkut individu. Hukum humaniter banyak mengatur tentang perlindungan bagi orang-orang yang terlibat atau tidak terlibat dalam suatu peperangan.

Keberadaan tentara wanita di Indonesia, bukan hal baru serta bukan hal yang tabu. Sejarah mencatat, wanita maju perang bukan sekedar sebagai prajurit umpan peluru bahkan sebagai aktor intelektual, penggerak dan langsung memimpin di medan perang. Pahlawan wanita tidak hanya karena mengangkat senjata, bisa melalui dari semua aspek dan sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ketika sedang tidak musim perang, tentara wanita akan merasa aman, nyaman dan tetap berjiwa militer karena mempunyai payung hukum dan dasar hukum, yaitu hukum Allah. Kebijakan formal dari Panglima TNI yang menetapkan penggunaan jilbab, atau sebutan lainnya, bagi tentara wanita, tidak bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan dengan kandungan makna Sumpah Prajurit, Sapta Marga dan 8 Wajib TNI dan bagi Perwira ada kode etik Perwira dan 11 azas kepemimpinan.

Keselamatan tentara wanita di saat tidak perang, di kantor atau dalam kondisi siaga, harus dicermati, perlu payung hukum dan landasan hukum.  Apalagi apakah keberadaan tentara wanita dibanding dengan jumlah penduduk sesudah sesuai ratio ideal? Posisi tentara wanita mulai dari prajurit strip abang sampai perwira tinggi, bukan sebagai pelengkap, bukan sebagai pemanis.


Untuk mewujudkan prajurit profesional, tentara wanita profesional, tidak hanya kandungan akademis atau strata kemiliteran yang dipoles, yang dinomersatukan, yang diprioritaskan, tetapi landasan religius, agamais dan khususnya islami menjadi pondasi. Semua berpulang dan  tergantung niat, itikad baik dan tingkat kepedulian pimpinan tentara. [HaeN]

revolusi mental nusantara, perokok aktif vs korupsi pasif

revolusi mental nusantara, perokok aktif vs korupsi pasif


Pekanbaru, (Antara) - Pakar Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama mengatakan secara angka mutlak jumlah perokok aktif usia 10 tahun ke atas Indonesia tercatat sebanyak 57.750.592 orang.

"Terdiri atas  56.860.457 laki-laki dan 1.890.135 perempuan," kata Tjandra Yoga Aditama, yang juga Kepala Balitbangkes Kemenkes RI di Pekanbaru, Kamis 28/5/2015.

Menurut dia, kebiasaan merokok berhubungan dengan 25 penyakit di tubuh manusia, dari kepala sampai kaki, karena rokok berisi 4.000 bahan kimia.

"Selain mencemari udara bersih, perokok aktif juga berpotensi terjangkit serangan jantung, kanker, dan lainnya," kata dia.

Ia menyebutkan, berdasarkan data Balitbangkes yang disadur dari data buku fakta tembakau yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2015), prevalensi konsumsi tembakau cenderung meningkat baik pada laki-laki maupun perempuan.

Peningkatan prevalensi lebih banyak pada perempuan dari 1,7 persen pada tahun 1995 menjadi 2,3 persen pada tahun 2013, sedangkan pada laki-laki dari 53,4 persen pada tahun 1995 menjadi 66 persen pada tahun 2013.

Bahkan, hasil Riskesdas 2013 menunjukkan konsumsi rokok rata-rata 10,5 batang per hari (10,7 pada laki dan 5,4 pada perempuan).

Sementara hasil Global Adult Tobacco Survey-Indonesia, 2011 (usia 15 tahun ke atas) yang dikerjakan Balitbangkes bersama WHO dan CDC Atlanta USA menunjukkan prevalensi merokok pria adalah  67,4 persen dan pada wanita  4,5 persen, total 36,1 persen.

Oleh karena itu, untuk menghindari gangguan kesehatan,  ia menganjurkan bagi yang belum merokok agar tidak mulai merokok. Bagi para perokok, upayakan berhenti merokok demi alasan kesehatan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.

"Ciptakan lingkungan dengan udara bersih tanpa asap rokok, rokok elektronik juga bukan produk yang aman bagi kesehatan. Penelitian membuktikan rokok elektronik dapat mengandung bahan-bahan yang merugikan kesehatan," katanya.
. . . . . . .

Di sisi lain, berdasarkan UU 20/2001 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSItersurat dan tersirat tentang batasan korupsi pasif adalah sebagai berikut :

1.        Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) UU 20/2001).

2.        Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau memperngaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) UU 20/2001).

3.        Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) UU 20/2001).
. . . . . . .

Adapun korupsi pasif adalah sebagai berikut:
1.        Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) UU 20/2001);
2.        Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) UU 20/2001);
3.        Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) UU 20/2001);
4.        Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU 20/2001);
5.        Pegawai negeri atau penyelenggara negarayang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a UU 20/2001);
6.        Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 12 huruf c UU 20/2001);
7.        Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 12 huruf d UU 20/2001);
8.        Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 12 UU 20/2001 UU 20/2001).
. . . . . . .
Tim “Korupsi dan Orang Miskin”
Didasarkan hasil Proyek “Korupsi dan Orang Miskin”
yang berlangsung di Indonesia pada tahun 2000-2001
Diterbitkan oleh Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan dan Bank Dunia

Membuat laporan dengan judul :

Penilaian terhadap Korupsi
Dengan cara Partsipatif
(Participatory Corruption Appraisal)

Metodologi untuk Mengukur Dampak Korupsi
Terhadap Orang Miskin di Daerah Perkotaan

Muatan laporannya berisikan antara lain :
Kerangka Korupsi
Orang miskin pada dasarnya menderita akibat dua jenis praktek korupsi: yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif.

Korupsi aktif
Dalam hal ini penduduk yang lebih kaya atau lebih berkuasa dibanding dengan siapa mereka berhubungan sehari-hari, secara aktif mempraktikkan perilaku berkorupsi yang melibatkan kaum miskin secara langsung. Maka kaum miskin akan dipaksa untuk membayar-atau tidak menerima apa yang diinginkan. Perilaku tersebut tergolong kriminal: misalnya apabila melanggar hukum, mensubversi hukum, atau melibatkan jasa atau bantuan yang tidak sah. Perilaku tersebut tergolong “tidak perlu” apabila sogokan diharapkan untuk jasa-jasa yang seharusnya diterima secara cuma-Cuma atau murah (dan jelas harganya). Ini merupakan macam korupsi yang telah dijelaskan diatas.

Korupsi pasif
Dalam hal ini kaum miskin terpaksa hidup dengan akibat korupsi yang dilakukan oleh orang-orang disekelilingnya walaupun mereka sendiri tidak terlibat secara aktif didalamnya. Mereka hanyalah menjadi penerima dampak negatif dari korupsi tersebut.

“Korupsi oleh aparatur negara” (state capture) -yaitu dimana pelaku yang kuat berkolusi dengan pemerintah untuk mempengaruhi suatu kebijakan atau alokasi anggaran di tingkat pusat atau daerah, dan dengan demikian menguntungkan segelintir orang dengan merugikan yang banyak. Dalam hal ini juga termasuk pencurian aset-aset negara yang berdampak pada ekonomi makro, seperti menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan biaya pertumbuhan, dan dengan demikian akan semakin mengurangi kemampuan ekonomi orang miskin untuk membayar jasa-jasa sederhana yang diperlukan.

“Korupsi oleh institusi” (institutional capture)-dimana lembaga-lembaga tertentu seperti pengadilan atau perusahaan air minum dikelola dengan berkorupsi, dengan
demikian akan mengurangi kinerja serta efisiensi lembaga dan meningkatkan biaya kelembagaan. Salah satu akibat langsung. dari keadaan ini, ialah bahwa lembaga-lembaga tersebut hanya bisa diakses oleh penengah (calo) yang akan menarik komisi.

“Korupsi oleh perorangan” (individual capture)-dimana orang miskin dirugikan oleh orang-orang di sekitar mereka yang menyogok atau memeras. Dalam situasi yang kompetitif seperti itu, siapa yang tidak mau atau mampu membayar akan kalah dibanding mereka yang membayar.
. . . . . . .
Bentuk Korupsi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa
Dikutip dan disarikan dari Buku Panduan Mencegah Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Publik, TII, 2006

Suppy vs Demand. Biasanya, praktik penyuapan dapat dilakukan apabila ada pertemuan antara si pemberi suap dengan si penerima suap; kasus terakhir (juga disebut sebagai pemerasan) seringkali diartikan sebagai “korupsi pasif”, akan tetapi arti istilah ini menjadi salah pengertian karena pelaku pemerasan akan mampu melakukan apa saja kecuali bersikap “pasif”.
. . . . . . .
Sedangkan korupsi pasif, antara lain : (a) menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat, (b) menerima penyerahan atau keperluan dengan membiarkan perbuatan curang, (c) menerima pemberian hadiah atau janji, (d) adanya hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu, (e) menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya. ( sumber : “TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF NORMATIF”, oleh : M. SATRIA, SH., M.Kn, Makalah di sampaikan pada seminar nasional tentang Anti Korupsi pada tanggal 9 Mei 2009 di Hotel Aden Kendari.)


. . . . . . .
Apa korelasi antara perokok aktif dengan korupsi pasif. Kita simak ikhwal perokok pasif :

Perokok Pasif 3x Lipat Berisiko Daripada Perokok Aktif
Koran SINDO Rabu,  27 Mei 2015  −  09:31 WIB

Tidak ada yang namanya bebas risiko bagi para perokok pasif. Meskipun sedikit terkena asap rokok, tetap ada kimia yang masuk ke dalam tubuh dan bisa memicu masalah kesehatan. Berikut risikonya: 
1.     Penyakit Jantung Berapa pun usia Anda, menjadi perokok pasif meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Sebab, setiap napas yang dihirup berasal dari asap rokok yang mengganggu pembuluh darah dalam tubuh. 
2.     Kanker Paru-Paru Tahukah Anda, perokok pasif memiliki risiko serupa. Terutama jika Anda tinggal serumah dengan perokok aktif atau menghirup rokok setiap hari. 
3.     Kematian Dini Rokok mengandung berbagai bahan kimia berbahaya. Sekali saja seseorang mengisap dan mengeluarkan asapnya, bahan kimia itu pun terpecah dan membahayakan. Perokok pasif akhirnya memiliki risiko terkena berbagai penyakit sampai kematian dini. 
4.     Bayi Mati Mendadak Jika bayi atau anak kecil menjadi perokok pasif, mereka berisiko mengalami SIDS atau sudden infant death syndrome atau sindrom mati mendadak. 
5.     Gangguan Pernapasan Perokok pasif ternyata memiliki risiko gangguan kesehatan seperti memperparah asma, sulit bernapas, batuk berkepanjangan, sampai dengan alergi. 
6.     Sistem Imun Anak Sistem imun mereka masih lemah. Salah satu risiko anak yang jadi perokok pasif adalah pertumbuhan paru-paru yang melambat, asma, radang saluran pernapasan, infeksi telinga, pneumonia, dan batuk berkepanjangan. 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
. . . . . . .

Yang perlu kita renungkan, walau tidak sambil merokok, betapa peluang untuk melakukan korupsi pasif bisa dilakukan secara terstruktur, masif, berkelanjutan serta berdasarkan asas tahu sama tahu.

Kita tahu, bahwa pemerintah tidak mempunyai wewenang, apalagi nyali, untuk mengusir, menghalau, mengekstradisi asap rokok, apalagi membasmi industri rokok. Ahli hisap rokok, kalau sudah sampai skala kecanduan, susah dilarang. Menyangkut HAM.

Dengan adanya pasal yang menyiratkan adanya korupsi pasif, justru akan dimanfaatkan oleh oknum maupun para penganut sekaligus pengawal Revolusi Mental Nusantara. Lima tahun, 2014-2019, bagi penyelenggara negara karena kebagian kursi balas jasa, balas budi, akan dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Selagi calon pimpinan KPK sedang disaring, dengan saringan versi pro-pemerintah, mereka merasa aman untuk bergerak bebas. Soal nanti ketangkap tangan, atau apes lainnya, semua bisa diatur.


Selamat menikmati artikel dari berbagai sumber. [HaeN]