Halaman

Rabu, 06 Mei 2015

masih adakah jiwa Bhayangkara di tubuh Polri

Masih adakah jiwa Bhayangkara di tubuh Polri


Konon, menurut yang empunya kisah, kebutuhan publik berkaitan Grand Strategi Polri untuk Periode 2016 – 2025 Tahap Strive for Excellence : Tahap ini kebutuhan masyarakan akan lebih mengharapkan multi dimensional service quality yang efektif dan efisien ditengah globalisasi kejahatan yang makin canggih.

Dengan adanya kebutuhan publik di atas, maka terciptanya grand strategi Polri. Berikut ini adalah penjelasan detail tentang Grand Strategi Polri :
·           Tahap III Service for Exellence (2016 – 2025)
Membangun kemampuan pelayanan publik yang unggul, mewujudkan good government, best practice polri, profesionalisme SDM. Implementasi teknologi, infrastruktur matfasjas  (Material, Fasilitas dan Jasa) guna membangun kapasitas polri (capacity building) yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan international.

Semangat dan daya juang Polri berlandaskan Tribrata dan Catur Prasetya :

TRIBRATA

KAMI POLISI INDONESIA :

1. BERBAKTI KEPADA NUSA DAN BANGSA DENGAN PENUH KETAQWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

2. MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN KEADILAN DAN KEMANUSIAAN DALAM MENEGAKKAN HUKUM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR 1945

3. SENANTIASA MELINDUNGI MENGAYOMI DAN MELAYANI MASYARAKAT DENGAN KEIKHLASAN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN


CATUR PRASETYA

SEBAGAI INSAN BHAYANGKARA KEHORMATAN SAYA ADALAH BERKORBAN DEMI MASYARAKAT BANGSA DAN NEGARA UNTUK :

1. MENIADAKAN SEGALA BENTUK GANGGUAN KEAMANAN

2. MENJAGA KESELAMATAN JIWA RAGA HARTA BENDA DAN HAK ASASI MANUSIA

3. MENJAMIN KEPASTIAN BERDASARKAN HUKUM

4. MEMELIHARA PERASAAN TENTERAM DAN DAMAI


Namun, ujar ki Dalang, semangat esprit of the corps di tubuh Polri begitu kuat. Ironisnya, semangat ini muncul bukan saat mewujudkan Rastra Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa." Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954. Tetapi saat di internal tubuh Polri atau Korps Baju Coklat ada oknum yang terlibat kasus tipikor (tindak pidana korupsi). Perang dingin antar angkatan alumni akademi polisi bisa memanas, saat Bhayangkara-1 mengambil tindakan internal.

Kepolisian sebagai bagian dari instansi penegak hukum berwenang menangani tipikor. Agar terlaksana, memang perlu mendapatkan perhatian baik dalam hal penguatan sumber daya manusianya maupun dukungan dana operasional.

Babak berikutnya, ki Dalang bertutur : jangan sampai rekam jejak, reputasi serta kinerja Polri seperti ini, yaitu : MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Ada 7 ribu lebih kasus laporan masyarakat ke Polri pada 2014 mangkrak dan berakhir di ‘peti es’, tidak tertangani karena kurangnya dana operasional. Namun Polri masih sempat-sempatnya mengurus kasus “jadul” seperti kasusnya Bambang Widjoyanto Ketua KPK non aktif atau kasus Novel Baswedan penyidik KPK yang diincar Polri.

Ada 7.800 tunggakan kasus dari kasus lama, yang sudah lama tidak disentuh,” kata Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Minimnya dana operasional untuk penanganan perkara, menjadi salah satu faktor terjadinya kasus mangkrak yang menghambat dalam penuntasan perkara tersebut.

Gonjang-ganjing di tubuh Polri karena status alat kekuasaan atau alat negara, malah menjadikan Polri sebagai ‘negara dalam negara’. Minimal, bisik ki Dalang, Polri memposisikan dirinya di atas hukum. Merasa tidak di bawah kendali kepala negara. Apalagi merasa sebagai pengayom dan pengayem masyarakat. Apa kata dunia!

Pakem atau primbon yang dianut mengatakan dan menyatakan bahwa Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari tindak dan sikap sebagai "penguasa". Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut new modern police philosophy"Vigilant Quiescant" (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).


Singkat cerita, dengan kaca mata rakyat, kaca mata awam, ternyata dan nyatanya, di tubuh Polri terdapat dua mahzab yaitu Polri Perut Gendut dan Polri Rekening Gendut. Jangan mengacu rekam jejak Polri dalam memberantas korupsi, yang hasilnya bak senjata makan tuan. Bukan pula seperti pepatah lama “menepuk air di dulang terpecik muka sendiri!” [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar