Masih adakah jiwa Bhayangkara di tubuh Polri
Konon, menurut yang empunya kisah, kebutuhan publik berkaitan Grand Strategi Polri untuk Periode 2016 –
2025 Tahap Strive for Excellence : Tahap ini kebutuhan masyarakan
akan lebih mengharapkan multi dimensional service quality yang efektif
dan efisien ditengah globalisasi kejahatan yang makin canggih.
Dengan adanya kebutuhan publik di atas, maka
terciptanya grand strategi Polri. Berikut ini adalah penjelasan detail tentang
Grand Strategi Polri :
·
Tahap III Service for Exellence
(2016 – 2025)
Membangun kemampuan pelayanan publik yang unggul,
mewujudkan good government, best practice polri, profesionalisme SDM.
Implementasi teknologi, infrastruktur matfasjas (Material, Fasilitas dan Jasa) guna membangun
kapasitas polri (capacity building) yang kredibel di mata masyarakat
nasional, regional dan international.
Semangat dan daya juang Polri berlandaskan Tribrata
dan Catur Prasetya :
TRIBRATA
KAMI POLISI INDONESIA :
1. BERBAKTI KEPADA NUSA DAN BANGSA DENGAN PENUH KETAQWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
2. MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN KEADILAN DAN KEMANUSIAAN DALAM MENEGAKKAN HUKUM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR 1945
3. SENANTIASA MELINDUNGI MENGAYOMI DAN MELAYANI MASYARAKAT DENGAN KEIKHLASAN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
CATUR PRASETYA
KAMI POLISI INDONESIA :
1. BERBAKTI KEPADA NUSA DAN BANGSA DENGAN PENUH KETAQWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
2. MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN KEADILAN DAN KEMANUSIAAN DALAM MENEGAKKAN HUKUM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR 1945
3. SENANTIASA MELINDUNGI MENGAYOMI DAN MELAYANI MASYARAKAT DENGAN KEIKHLASAN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
CATUR PRASETYA
SEBAGAI INSAN BHAYANGKARA KEHORMATAN SAYA ADALAH BERKORBAN DEMI MASYARAKAT BANGSA DAN NEGARA UNTUK :
1. MENIADAKAN SEGALA BENTUK GANGGUAN KEAMANAN
2. MENJAGA KESELAMATAN JIWA RAGA HARTA BENDA DAN HAK ASASI MANUSIA
3. MENJAMIN KEPASTIAN BERDASARKAN HUKUM
4. MEMELIHARA PERASAAN TENTERAM DAN DAMAI
Namun, ujar ki Dalang, semangat esprit of the corps di
tubuh Polri begitu kuat. Ironisnya, semangat ini
muncul bukan saat mewujudkan Rastra
Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama
dari pada Nusa dan Bangsa." Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri
Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.
Tetapi saat di internal tubuh Polri atau Korps Baju Coklat ada oknum yang terlibat
kasus tipikor (tindak pidana korupsi). Perang
dingin antar angkatan alumni akademi polisi bisa memanas, saat Bhayangkara-1
mengambil tindakan internal.
Kepolisian
sebagai bagian dari instansi penegak hukum berwenang menangani tipikor. Agar
terlaksana, memang perlu mendapatkan perhatian baik dalam hal penguatan sumber
daya manusianya maupun dukungan dana operasional.
Babak
berikutnya, ki Dalang bertutur : jangan sampai rekam jejak, reputasi serta
kinerja Polri seperti ini, yaitu : MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Ada
7 ribu lebih kasus laporan masyarakat ke Polri pada 2014 mangkrak dan berakhir
di ‘peti es’, tidak tertangani karena kurangnya dana operasional. Namun Polri
masih sempat-sempatnya mengurus kasus “jadul” seperti kasusnya Bambang
Widjoyanto Ketua KPK non aktif atau kasus Novel Baswedan penyidik KPK yang
diincar Polri.
“Ada 7.800 tunggakan
kasus dari kasus lama, yang sudah lama tidak disentuh,” kata
Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala kepada wartawan di Polda Metro Jaya,
Jakarta, Jumat (13/3/2015).
Minimnya
dana operasional untuk penanganan perkara, menjadi salah satu faktor terjadinya
kasus mangkrak yang menghambat dalam penuntasan perkara tersebut.
Gonjang-ganjing di tubuh Polri karena status alat kekuasaan atau alat negara, malah
menjadikan Polri sebagai ‘negara dalam negara’. Minimal, bisik ki Dalang, Polri
memposisikan dirinya di atas hukum. Merasa tidak di bawah kendali kepala
negara. Apalagi merasa sebagai pengayom dan pengayem masyarakat. Apa kata
dunia!
Pakem atau
primbon yang dianut mengatakan dan menyatakan bahwa Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, untuk rakyat, memang harus
berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat.
Harus jauh dari tindak dan sikap sebagai "penguasa". Ternyata prinsip
ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut new
modern police philosophy, "Vigilant Quiescant" (kami
berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).
Singkat cerita, dengan kaca mata rakyat, kaca mata awam, ternyata dan
nyatanya, di tubuh Polri terdapat dua mahzab yaitu Polri Perut Gendut dan Polri Rekening Gendut. Jangan mengacu rekam jejak Polri dalam memberantas korupsi, yang hasilnya
bak senjata makan tuan. Bukan pula seperti pepatah lama “menepuk air di dulang terpecik muka sendiri!” [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar