Halaman

Jumat, 29 Mei 2015

bergunjing di pasar setan

IslamView     Dibaca :409 kali , 0 komentar
Bergunjing Di Pasar Setan
 Ditulis : Herwin Nur 30 April 2013

Kebebasan Pers
Di era Reformasi, kebebasan pers ditunjukkan dalam meliput, mengolah, menyiarkan sambil mengomentari suatu peristiwa. Ibarat kuliner, berbagai bumbu yang mewakili berbagai rasa dituangkan tanpa dosis baku, yang penting menyengat hidung, mementingkan selera si pembuat. Aturannya adalah : tak ada aturan.

Pergeseran nilai dari makna dan hakikat pers bisa dibaca pada media cetak, khususnya surat kabar, seolah tidak ada sensor moral, etika, dan norma bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tampilannya bukan sebagai pembawa kabar, lebih ke pembentuk opini murahan. Nasib ini menimpa juga media online. Nasib media elektronika, terutama stasiun TV swasta, paling memprihatinkan.

Ironisnya, dalam mengikuti proses hukum suatu kasus, media berlagak atau bahkan dalam mengupasnya melebihi wewenang lembaga pengadilan. Jika tersangka atau pihak yang terlibat dalam kasus bisa dihadirkan di studio, dalam acara dialog, diskusi atau debat, si host dengan pongah dan tanpa merasa malu memberondongkan pertanyaan yang jauh dari cerdas. Acara biasanya berakhir tanpa kesimpulan dan langkah nyata, hanya sekedar mengejar peringkat, demi sensasi sesat atau sesuai pesan sponsor. Acara meriah karena si host adalah termasuk pimpinan perusahaan TV swasta.

Media mengandalkan citra pers menjadi bak mekanisme pasar, siapa menguasai berita akan jadi raja. Bahkan para analisis, pengamat, pemerhati serta forum peduli pun bisa masuk daerah abu-abu. Akar permasalahan malah tidak terkuak. Besar berita daripada kasusnya sendiri. Antara fakta dan fitnah menjadi bahan sajian media.

Melakukan Tabayyun
Bagaimana umat Islam memilih dan memilah berita, Allah SWT telah mengajarkan agar kita melakukan tabayyun atau memeriksa kembali dengan seksama terhadap berita yang kita terima, baik dari seorang muslim, lebih-lebih jika sumbernya dari seorang kafir, sebagaimana terjemahan [QS Al Hujuraat (49) : 6] : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” 

Arus informasi bisa masuk kapan saja, dari tempat yang tak terduga. Media menjadi pasar informasi. Media menjadi pemasok sampai penjual berita, informasi, kabar atau apa saja data kebutuhan masyarakat. Menjual berita bisa dari pintu ke pintu (dilakukan media cetak) atau masyarakat sebagai konsumen mendatangi atau membuka acara siaran radio, TV, dsb.

Melakukan tabayyun lebih diutamakan dalam mendapatkan informasi yang nyata, utuh, apa adanya. Idealnya, tabayyun dilakukan terhadap kedua pihak, terhadap objek berita maupun kepada pembawa berita ataupun pihak yang disengketakan. 

Lokasi Setan
Pasar, diriwayatkan dalam hadist, termasuk salah satu lokasi favorit setan praktek. Pasar tidak sebatas lokasi jual beli kebutuhan sandang pangan saja, bisa ke kebutuhan dasar manusia lainnya. Umat Islam bisa terjebak dalam arus dan pusaran informasi. Selain tabayyun, kita jangan malah sebagai pelaku, khususnya dalam menyebarluaskan informasi yang berkadar ghibah apalagi fitnah.  

Membicarakan orang lain, walau infonya faktual dan aktual (menggunjing), biasanya yang menarik kalau dibumbui yang menjurus ke fitnah. Untuk menghindari hal tersebut, kita wajib mengacu sebagian terjemahan [QS Al Hujuraat (49) : 12] : “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” [Herwin Nur/wasathon.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar