Halaman

Kamis, 29 Agustus 2019

tanggung rantang vs rantang tanggung


tanggung rantang vs rantang tanggung

Jauh abad sebelum ramuan ajaib revolusi mental digulirkan. Sudah berlaku “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Jadi, efek domino revolusi mental, perilaku tadi menjadi peribahasa. Tepatnya gaya hidup bernegara. Zaman now, menyesuaikan diri menjadi “akibat nila sebelanga, rusak susu senegara”.

Masalahnya, kalau sudah urusan negara, rakyat lebih baik nyingkir. Daripada daripada. Kirim doa dan jaga diri agar tak terkontaminasi. Perkuat barisan akar rumput, sigap menjadi obyek pijakan, injakan pihak kawal nusa.

Perubahan drastis terasa pada bahan baku rantang. Urutan susunan sesuai isinya. Paling bawah sebagai wadah nasi. Di atasnya sayur. Paling atas – biasanya 3 (tiga) susun – berisi lauk kering. Ada maksud dan manfaat. Saat cek dan recek atau sidak oleh petugas partai, langsung comot jatah. Sesuai jatah mental tempe.

Saudara dekat rantang. Satu wadah dengan sekat atau pembagian kursi. Bagian tengah, inti, berisi nasi. Dikelilingi kamar berisi lauk pauk. Praktis. Habis pakai bisa dicuci.

Kehidupan bernegara, identik dengan rantang. Paling bawah rakyat petani. Soal jumlah petani menyusut, bukan tanggung jawab negara. Pemerintah malah kian punya dalih impor beras. Bilamana memungkinkan. Lupa, pasal politik semua serba mungkin. Kalau bisa impor, mengapa pula langganan rantang.

Jadi . . . .  [HaéN]

Rabu, 28 Agustus 2019

daripada daripada


daripada daripada

Penulisan maupun penggunaan ‘daripada’ sudah ditentukan secara resmi dalam kamus Bahasa Indonesia. Dipakai untuk membandingkan dua kondisi yang tidak sama, tak seimbang apalagi bertolak belakang.

Berkat jasa peribahasa, maka kata ‘daripada’ tidak asing di kuping, mulut maupun mata kita. Bukan gabungan dari dari + kata menjadi daripada. Bisa diletakkan di depan kalimat. “Besar pasak daripada tiang” nyaris melegenda. Perumpamaan yang dipakai untuk menilai orang lain.

Misal, daripada duduk bengong lebih asyik duduk santai. Daripada duduk diam manis dikira emas, lebih bermartabat berujar tak karuan agar tampak cerdas.

Perlu kehati-hatian dalam menggunakan, karena bisa-bisa bisa bias. Malah menunjukkan kualitas diri. Bisa juga sebagai pemancing pendapat orang lain. Bisa mengkaburkan fakta. Misal, tangan kanan manusia desa lebih aktif daripada tangan kiri daripada tangan kanan manusia kota. Dua beda sekaligus ditulis. Namanya pelit menyusun kalimat.

 Maka daripada itu . . . [HaéN]

RPJMN IV 2020-2024, tanpa rasa optimis


RPJMN IV 2020-2024, tanpa rasa optimis

Adalah Rancangan Teknokratik RPJMN IV 2020-2024 Versi 14 Agustus 2019, “Indonesia Berpenghasilan Menengah – Tinggi yang Sejahtera, Adil, dan Berkesinambungan”. Jika pakai jasa ‘cari kata’, entah karena laptop saya sudah uzur. Ternyata, lema, kata ‘optimis’ tidak terdapati.

Maksudnya, minimal dipakai untuk skenario dan atau skala. Untuk skenario yang terdapat skenario sedang, skenario moderat, skenario tinggi. Dipakai untuk memaparkan target fisik dan sasaran fungsional. Soal guna pakai skala, tergantung sang pengguna.

Saudara dekat ‘optimis’ yang tersebar di 315 halaman, yaitu ‘optimal’. Sebagai kata dasar atau berdiri sendiri tanpa awalan dan akhiran.

Mau jumpa frasa ‘mengoptimalkan optimisme’, tunggu episode lanjutan.

Skenario Pembangunan Daerah provinsi Kalimantan Timur 2018-2023 dengan tiga skenario:
1.         Skenario Normal (business as usual): Mempertahankan kinerja pembangunan melalui kebijakan dan program pembangunan yang sudah ada;
2.        Skenario Moderat: Mendorong (akselerasi) percepatan pembangunan melalui kebijakan dan program percepatan pembangunan;
3.        Skenario Optimis: Melakukan transformasi (perubahan) dan akselerasi  (percepatan) pembangunan melalui pelaksanaan sistem dan manajemen berbasis kinerja, penjaman kebijakan dan program, pengendalian dan evaluasi, pengembangan daya saing daerah, serta peningkatan investasi.

Visi 2018-2023 “Berani Untuk Kaltim Berdaulat”, perlu direvisi. [HaéN]

Selasa, 27 Agustus 2019

Pindah Ibu Kota vs Tambah Ibu Pertiwi


Pindah Ibu Kota vs Tambah Ibu Pertiwi

Hukum politik berlaku. Sesuai asas no free lunch, maka pajak progresif berlaku pada pengguna biaya politik periode kedua, periode lanjutan. Nafsu politik tak kenal lelah, tak kenal istilah kalah. Menghalalkan segala pasal, asal tujuan terwujud.

Ketika komponen lokal, komponen dalam negeri malah menghasilkan kendaraan politik yang tak laik secara teknis. Atau hanya bisa untuk jarak tempuh pendek vs waktu tempuh panjang. Plan-B atau Rencana-B, padahal alternatif utama, pakai komponen global yang tampak lebih menjanjikan.

Efek domino pemanfaatan komponen lokal adalah mendongkrak wibawa negara bak gula pemanis rendah martabat. Sekedar pemanis, sekedar sebagai anak manis. Sigap laksanakan kontrak politik bilateral.

Hukum keseimbangan bergulir. Rekam jejak biro jasa kawal nusa. Jam terbang alat negara pengayom masyarakat, penyandang wewenang berhadapan langsung dengan rakyat di pulau padat penduduk.  Berujar, bahwasanya lokasi calon ibu kota dijamin aman. Tidak akan ada aksi siraman air keras. Semua terkendali, terkoordinasi, terkomunikasi secara tepat jabatan.

Artinya, ruang gerak, daya jelajah Ibu Pertiwi II tak akan ada pihak yang berani main usik. Acara ruwatan ke pantai atau ke gunung, diganti dengan pesta gelar karpet merah. Menjadi ritual kenegaraan yang tak boleh terabaikan.

Kian tinggi singgasana, kian besar mahkota, kian mudah diungkit. Pembiaran oleh rakyat demi persatuan dan keutuhan nusantara. Sejalan status sosial menengah-atas bertambah maka berbanding lurus dengan menipisnya rasa bela negara. Berdaya saing dengan sumber daya asing di negeri sendiri. Akhirnya, generasi yang belum lahir sudah merasa asing dalam keterasingan. [HaéN]

Senin, 26 Agustus 2019

lomba boyong singgasana raja nusantara, aji gadung bondowongsolo vs jin corong putih


lomba boyong singgasana raja nusantara, aji gadung bondowongsolo vs jin corong putih

Babakan hidup kehidupan nyata di alam nusantara, gemah ripah loh jinawi. Siapa yang di pangku Ibu Pertiwi, nasibnya jelas sesuai suratan takdirnya. Tidak juga. Manusia mempunai hak prerogatif untuk menjalankan misinya sebagai manusia dan atau orang seutuhnya.

Perubahan sejalan pergantian waktu. Bagi pihak yang menetapkan waktu adalah waktu. Punya rasa untuk menggunakan rasa serasa mungkin. Daya nalar menembus batas waktu dan jarak tempat. Sibuk menghitung untung-rugi atas tindakan lama. Rasa tak percaya di mana bumi dipijak akan mampu mendukung dan sekaligus mengkuburnya dalam-dalam.

Banyak pihak yang seolah sigap mikul sing dhuwur. Argo politik tidak bisa ditebak lajunya. Suka-suka gaya politik global. Banyak uang belum jaminan terjamin keamanan politiknya. Efek domino dari pasal tata niaga hitung cepat dan hitung mundur nilai jual suara pemilih.

Entah wangsit yang turun dari siapa, di mana, kapan. CCTV tidak mampu merekam sebagai barang bukti. Maksudnya, jika ada beberapa nama oknum polisi masuk capim KPK. Punya asumsi nantinya akan aman dari adat siraman air keras. [HaéN]