ironis
binti miris, nilai agama 9, subuh pukul 9
Judul bisa saja berlaku di waktu
nusantara, dibagi 3 (tiga) zona waktu, WITA, WIT, WIB. Penentuan waktu sholat,
penanggalan pukul sholat 5 (waktu) memang bisa aneka versi. Adzan subuh di
tempat tinggal penulis, bisa bersahut-sahutan riang gembira.
Saat buka bareng di masjid
lingkungan tempat tinggal, terutama bulan Ramadhan. Azan maghrib dari masji
kalah cepat dengan masjid lain. Aklamasi gunakan waktu azan masjid sendiri. Bukan
yang sayup-sayup terdengar, apalagi liwat media penyiaran. Sedang cek status,
10 menit terakhir, sport jantung.
Pernah kuolahkatakan di blogspot
ini. Ada nama islami bebrbasis asmaul husna, namun lebih suka sibuk dengan
dunianya. Dalih HAM, biarkan mereka dengan prinsip dasar. Selama tidak
mempengaruhi lingkungan. Pertanyaan yang sama, bahkan ajakan ke masjid, jawaban
sesuai kadar jiwa saat itu.
Versi lain bertutur tanpa niat
main campur baur. Orangtuanya haji. Tentunya bapaknya bertitel haji. Apa daya,
sifat kehajian tidak mewaris ke anak cucu. Tiap anak mempunyai nasib sendiri.
Garis tangan dan perjalan hidup maisng-masing. Punya masa depannya sendiri.
Orangtua tinggal meng-amin-i malah tidak meng-imam-i sejak dini.
Anak bermain di masjid, masjid
ramah anak. Sah-sah saja. Pernah, ada remaja shalat ashar berjamaah di masjid
lingkungan. Karena kondisi jiwa raganya sedang tidak stabil, terpaksa keluarkan
isi perut di permadani masjid. Jamaah dan pengusrus masjid maklum. Fokus pada
satu frasa ‘bapaknya saja tidak ke masjid’. Tinggal di blok RT yang heterogen.
Tanpa diminta, masih ada warga
sebaya atau lebih berbaya, jika sua saya pasang wajah sendu kelabu. Malan susah
pejamkan mata. Acara TV menjadi sahabat terbalik, menonton pemirsa yang lelap.
Tahu-tahu matahari sudah lama menyapa.
Bangga dengan nama islamnya. Nama
menunjukkan kadar keislaman. Jangan lupa, mereka bergelar strata satu alias S1.
Tak jarang jika hati sedang enak badan, pakai busana islami yang mentereng,
parlente. Mengalahkan ustadz harian. Mengalahkan jamaah masjid yang tampil
sederhana.
Terkait langsung judul. Kakek tunggal
ditinggal dunia isterinya. Agar tak lupa hidup, ditemai anak perempuan plus
suami dan anaknya. Kebetulan sang anak perempuan alumni UIN. Tahu betul watak
bapaknya. Tak tega membangunkan pagi hari. Asal nasi sudah siap, maka rasa
bakti ke ortu sudah terpenuhi dengan seksama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar