Halaman

Senin, 12 Agustus 2019

ironis binti miris, nilai agama 9, subuh pukul 9


ironis binti miris, nilai agama 9, subuh pukul 9

Judul bisa saja berlaku di waktu nusantara, dibagi 3 (tiga) zona waktu, WITA, WIT, WIB. Penentuan waktu sholat, penanggalan pukul sholat 5 (waktu) memang bisa aneka versi. Adzan subuh di tempat tinggal penulis, bisa bersahut-sahutan riang gembira.

Saat buka bareng di masjid lingkungan tempat tinggal, terutama bulan Ramadhan. Azan maghrib dari masji kalah cepat dengan masjid lain. Aklamasi gunakan waktu azan masjid sendiri. Bukan yang sayup-sayup terdengar, apalagi liwat media penyiaran. Sedang cek status, 10 menit terakhir, sport jantung.

Pernah kuolahkatakan di blogspot ini. Ada nama islami bebrbasis asmaul husna, namun lebih suka sibuk dengan dunianya. Dalih HAM, biarkan mereka dengan prinsip dasar. Selama tidak mempengaruhi lingkungan. Pertanyaan yang sama, bahkan ajakan ke masjid, jawaban sesuai kadar jiwa saat itu.

Versi lain bertutur tanpa niat main campur baur. Orangtuanya haji. Tentunya bapaknya bertitel haji. Apa daya, sifat kehajian tidak mewaris ke anak cucu. Tiap anak mempunyai nasib sendiri. Garis tangan dan perjalan hidup maisng-masing. Punya masa depannya sendiri. Orangtua tinggal meng-amin-i malah tidak meng-imam-i sejak dini.

Anak bermain di masjid, masjid ramah anak. Sah-sah saja. Pernah, ada remaja shalat ashar berjamaah di masjid lingkungan. Karena kondisi jiwa raganya sedang tidak stabil, terpaksa keluarkan isi perut di permadani masjid. Jamaah dan pengusrus masjid maklum. Fokus pada satu frasa ‘bapaknya saja tidak ke masjid’. Tinggal di blok RT yang heterogen.

Tanpa diminta, masih ada warga sebaya atau lebih berbaya, jika sua saya pasang wajah sendu kelabu. Malan susah pejamkan mata. Acara TV menjadi sahabat terbalik, menonton pemirsa yang lelap. Tahu-tahu matahari sudah lama menyapa.

Bangga dengan nama islamnya. Nama menunjukkan kadar keislaman. Jangan lupa, mereka bergelar strata satu alias S1. Tak jarang jika hati sedang enak badan, pakai busana islami yang mentereng, parlente. Mengalahkan ustadz harian. Mengalahkan jamaah masjid yang tampil sederhana.

Terkait langsung judul. Kakek tunggal ditinggal dunia isterinya. Agar tak lupa hidup, ditemai anak perempuan plus suami dan anaknya. Kebetulan sang anak perempuan alumni UIN. Tahu betul watak bapaknya. Tak tega membangunkan pagi hari. Asal nasi sudah siap, maka rasa bakti ke ortu sudah terpenuhi dengan seksama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar