nasi di
depan mulut, belum tentu rezeki diri
Wajar sesuai daya nalar, bahwasanya sukses diri berkat
usaha diri, potensi diri, keringat sendiri. Ingat semboyan generasi super-milenial
berbasis digital. Saat berkolaborasi dengan lawan jenis, merasa dunia milik
berdua. Yang lain ngontrak. Pihak ketiga adalah setan plat hitam. Beda pada
nomor ganjil atau nomor genap.
Maka daripada itu, kawanan parpolis utawa koalisi
pemenang pemilu serentak 2019, merasa memiliki nusantara. Merasa sanggup
mengurus, mengatur nasib bangsa pribumi. Lupa kalau hidup di dunia sekedar
mampir ngombé. Tiwas édan
tenan, tetep ora keduman, ora komanan barblas.
Mendudukkan sepasang pantat cukup pada satu kursi. Porsi jumbo
santapan, sekedar mengisi sepertiga volume perut, waduk, tendon. Busana berlemari-lemari,
yang dipakai cuma sepasang. Sepatu aneka warna sesuai busana, yang dikenakan di
kaki hanya sepasang.
Begitulah kejadian ambisi politik. Rangkap jabatan bukan
hal tabu, nista, aib. Menjadi prestise sukses dunia. Sekali duduk empat lima
kursi dipantati. Tidur di atas kursi panjang atau jejaran, deretan, rangkaian
kursi. Lengah sekejap, kursi diembat kawan sepermainan.
Jangan-jangan punya harapan, asa, cita-cita, niat mulia
saat mati, wafat, meninggal(kan) dunia dalam kondisi sedang nikmat-nikmatnya menikmati
duduk di kursi takhta. Tak terasa nyawa sudah terangkat. Karena yang dikejar
kursi, maka kursi saja yang didapat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar