Halaman

Senin, 19 Agustus 2019

nasi di depan mulut, belum tentu rezeki diri

nasi di depan mulut, belum tentu rezeki diri

Wajar sesuai daya nalar, bahwasanya sukses diri berkat usaha diri, potensi diri, keringat sendiri. Ingat semboyan generasi super-milenial berbasis digital. Saat berkolaborasi dengan lawan jenis, merasa dunia milik berdua. Yang lain ngontrak. Pihak ketiga adalah setan plat hitam. Beda pada nomor ganjil atau nomor genap.

Maka daripada itu, kawanan parpolis utawa koalisi pemenang pemilu serentak 2019, merasa memiliki nusantara. Merasa sanggup mengurus, mengatur nasib bangsa pribumi. Lupa kalau hidup di dunia sekedar mampir ngombé. Tiwas édan tenan, tetep ora keduman, ora komanan barblas.

Mendudukkan sepasang pantat cukup pada satu kursi. Porsi jumbo santapan, sekedar mengisi sepertiga volume perut, waduk, tendon. Busana berlemari-lemari, yang dipakai cuma sepasang. Sepatu aneka warna sesuai busana, yang dikenakan di kaki hanya sepasang.

Begitulah kejadian ambisi politik. Rangkap jabatan bukan hal tabu, nista, aib. Menjadi prestise sukses dunia. Sekali duduk empat lima kursi dipantati. Tidur di atas kursi panjang atau jejaran, deretan, rangkaian kursi. Lengah sekejap, kursi diembat kawan sepermainan.

Jangan-jangan punya harapan, asa, cita-cita, niat mulia saat mati, wafat, meninggal(kan) dunia dalam kondisi sedang nikmat-nikmatnya menikmati duduk di kursi takhta. Tak terasa nyawa sudah terangkat. Karena yang dikejar kursi, maka kursi saja yang didapat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar