berdaya
saing mbokdé mukiyo, dudu sumber daya asing
Dikisahkan
tentang adanya pembangunan manusia dan masyarakat. Membangun manusia secara utuh, total,
jiwa-raga. Sebagai insan dan sebagai sumber daya baik dari kualitas individu
maupun masyarakat.
§ Individu: pendidikan, kesehatan, kependudukan dan KB,
karakter
§ Masyarakat: kebhinekaan, restorasi sosial, jaminan sosial
Peringkat
daya saing Indonesia menurut IMD World Competitiveness Ranking 2019
membaik. Indonesia melejit ke posisi 32 dunia atau naik 11 peringkat
dibandingkan 2018 yang berada di posisi ke-43 dunia. IMD menggunakan empat
indikator utama dalam penilaiannya, yakni kinerja ekonomi, efisiensi
pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur.
Indonesia
menunjukkan perbaikan daya saing yang paling menggembirakan di kawasan Asia
Pasifik. Hal ini berkat perbaikan efisiensi di sektor pemerintahan, pembangunan
infrastruktur, dan iklim bisnis.
IMD juga menyebut salah satu keunggulan
Indonesia adalah upah buruh yang rendah dibandingkan 63 negara lainnya
di Asia Pasifik.Dalam daftar tersebut, Indonesia berada berada di bawah Jepang
dan Prancis yang berada di posisi ke-30 dan ke-31. Adapun Republik Ceko dan
Kazakhstan berada di bawah Indonesia, masing-masing di posisi ke-33 dan ke-34.
Peningkatan
infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan dan bandara,
selanjutnya dapat menekan biaya produksi dan distribusi dan berdampak positif
pada peningkatan daya saing dan kapasitas perekonomian.
Rata-rata
lama sekolah tenaga kerja diperkirakan terus meningkat secara gradual dari 8,7
tahun pada 2018 hingga mencapai 9,2 tahun pada 2024. Hal tersebut tidak
terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, antara
lain melalui pengembangan pendidikan vokasi dan peningkatan kualitas guru,
didukung alokasi anggaran yang makin memadai untuk pendidikan dan riset.
Data
dari 25 negara selama lebih dari dua dekade menunjukkan bahwa pendapatan per
kapita meningkat seiring dengan kenaikan tenaga kerja yang bekerja di sektor
industri pengolahan.
Di
satu sisi, kebutuhan tenaga kerja di sektor tertentu kemungkinan berkurang
dengan adanya otomasi. Namun, di sisi lain akan mendorong peluang perpindahan
tenaga kerja menuju pekerjaan yang membutuhkan kreativitas dan interaksi sosial
tinggi.
Studi
ILO (2015) menunjukkan bahwa ketidakcocokan keterampilan untuk jenis pekerjaan
buruh tani dan perikanan dialami oleh 88,9% tenaga kerja. Sedangkan di sektor industri
dan perdagangan khusus mencapai 72,4% tenaga
kerja. Situasi ini memperburuk kinerja ekonomi kendati Indonesia tengah
memasuki siklus bonus demografi.
Pesan
utama Presiden Joko Widodo dalam Rapat Kabinet Terbatas tentang Reforma Agraria
pada 24 Agustus 2016 adalah bahwa di pedesaan, masalah kemiskinan, ketimpangan
dan sulitnya lapangan pekerjaan adalah problem pokok dan mendasar yang dihadapi
masyarakat. Untuk itu, Presiden menyatakan bahwa reforma agraria yang
digulirkan Pemerintah kali ini berupaya untuk mengatasi ketiga masalah tersebut.
Selama
ini, kepemilikan tanah di kalangan petani gurem dan buruh tani menjadi akar
persoalan yang melahirkan lingkaran kemiskinan baru. Kelompok masyarakat ini, lantaran
ketiadaan lahan, dipaksa oleh keadaan untuk lari ke kota, sementara
keterampilan yang mereka miliki tidak cukup sebagai bekal mencari penghidupan
di perkotaan.
Presiden
Jokowi memerintahkan untuk segera mempercepat program reforma agraria ini,
dengan fokus redistribusi lahan pada buruh tani yang tidak memiliki lahan dan
petani gurem yang memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar.
“Semangat reforma agraria adalah terwujudnya keadilan
dalam penguasan tanah, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah wilayah dan
sumber daya alam,” demikian arahan Presiden.
Demikian
yamg bisa saya tayangkan. Bahan didapat dari berbagai sumber resmi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar