Halaman

Senin, 26 Agustus 2019

Membaca Getaran Hati


Membaca Getaran Hati

Karakter manusia dan atau orang sebagai makhluk berakal adalah rasa bimbang. Menjurus ke tak mampu mengendalikan diri. Wajar karena kita bukan pemilik diri kita. Apalagi berlagak bak penguasa. Bukti harian, kita tak mampu mengatur diri sendiri. Tak mampu mengendalikan dan atau mengatur diri sendiri untuk segera lelap malam. Kendati tubuh sudah terlentang di atas pulau kasur.

Banyak kejadian yang tampak ringan, seringa dianggap ringan. Kata ahlinya, kita acap berdiri di simpang jalan. Mana jalan lurus dan sebaliknya. Fatamorgana nikmat dunia menantang di depan mata. Langkah yang sudah kita habiskan, seolah mengarah ke masa depan.

Rutinitas harian menjadikan kita bak robot hidup. Pergeseran waktu sholat tak berpengaruh pada jadwal kesibukkan. Hati ini terasah oleh kebiasaan yang tak mampu meninggalkan kebiasaan. Benturan demi benturan malah kian merasa teruji. Merasa mampu bersaing dengan pihak pesaing.

Putaran jarum jam atau laju waktu digital membuat hati ini kian terstruktur dan bercabang. Lupa akan Sang Pembolak-balik Jiwa. Beban kehidupan membuat hati kian mantap akan tindakan rutin, berulang, tipikal.

Kita terbiasa berdoa adalah memohon. Membuat daftar belanja yang diajukan kepada-Nya. Mengajukan resolusi. Menetapkan mosi atau keluhan atas ketidakadilan yang menimpa diri. Seolah bukan kesalahan diri sendiri.

Mantapkan doa tanpa kata. Kembalikan semua urusan kepada pemilik diri kita. Bahkan bernafas pun, kalau tidak dengan tindak turun tangan, campur tangan-Nya, kita sulit bernafat dengan benar, baik, bagus. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar