paradoksal
penguasa nusantara, dipertuan tuan vs diperbudak budak
Trias politica, entah siapa pelabelnya. Pakai
kata pilar, takut madani 4 pilar MPR RI. Adalah disebut eksekutif, legislatif,
yudikatif. Bukan lapisan, bukan strata. Saling silang dalam praktik. Akibat
bagi-bagi kursi. Efek domino pesta
demokrasi nusantara. Sebut saja pemilu serentak 17 April 2019. Demokrasi adalah
kekuasaan sebagai penyelenggara negara ada di tangan pemenang, juara umum pesta
demokrasi.
Karena beda parpol, mereka bak kambing dan serigala berhimpun,
berkolaborasi dalam satu kandang besar bernama nusantara. Bahkan antar
serigala, ada klas sebagai pembeda. Serigala merah – jangan disamakan dengan
rubah merah – menjadi penguasa lokal. Biaya politik, ongkos politik, pasal jual
beli suara membuat nusantara berdaya tarik bagi pemodal global. Investor atau
penyandang supermodal dalam negeri, tidak sekedar tindak turun tangan. Turun
gunung total.
Bentukan baru parpol perpanjangan tangan sampai akhirnya
membuat parpol baru. taruhan politik menarik minat pemodal, investor, bandar
politik global untuk tanam saham. Kalau tidak nantinya dapat imbalan proyek
strategis bisa sampai langkah menentukan pasal hukum, menetapkan paket
kebijakan.
Parpol yang merasa superior, tetap di bawah kendali pihak
yang mendapat prioritas superprioritas. Serigala merah kalah klas dengan
beruang naga merah. Pasar lokal, sang loyalis total jenderal masih kalah pasal
dengan penguasa pasar tunggal. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar