Halaman

Selasa, 20 Agustus 2019

paradoksal penguasa nusantara, dipertuan tuan vs diperbudak budak


paradoksal penguasa nusantara, dipertuan tuan vs diperbudak budak

Trias politica, entah siapa pelabelnya. Pakai kata pilar, takut madani 4 pilar MPR RI. Adalah disebut eksekutif, legislatif, yudikatif. Bukan lapisan, bukan strata. Saling silang dalam praktik. Akibat bagi-bagi  kursi. Efek domino pesta demokrasi nusantara. Sebut saja pemilu serentak 17 April 2019. Demokrasi adalah kekuasaan sebagai penyelenggara negara ada di tangan pemenang, juara umum pesta demokrasi.

Karena beda parpol, mereka bak kambing dan serigala berhimpun, berkolaborasi dalam satu kandang besar bernama nusantara. Bahkan antar serigala, ada klas sebagai pembeda. Serigala merah – jangan disamakan dengan rubah merah – menjadi penguasa lokal. Biaya politik, ongkos politik, pasal jual beli suara membuat nusantara berdaya tarik bagi pemodal global. Investor atau penyandang supermodal dalam negeri, tidak sekedar tindak turun tangan. Turun gunung total.

Bentukan baru parpol perpanjangan tangan sampai akhirnya membuat parpol baru. taruhan politik menarik minat pemodal, investor, bandar politik global untuk tanam saham. Kalau tidak nantinya dapat imbalan proyek strategis bisa sampai langkah menentukan pasal hukum, menetapkan paket kebijakan.

Parpol yang merasa superior, tetap di bawah kendali pihak yang mendapat prioritas superprioritas. Serigala merah kalah klas dengan beruang naga merah. Pasar lokal, sang loyalis total jenderal masih kalah pasal dengan penguasa pasar tunggal. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar