Halaman

Sabtu, 24 Agustus 2019

Bedol Ibu Kota Negara, Target Mental vs Sasaran Fisik


Bedol Ibu Kota Negara, Target Mental  vs Sasaran Fisik

Adalah oknum presiden ke-7 RI yang menurut Undang-Undang Dasar sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dan juga sebagai bagian pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Sigap masuk lanjut ke periode kedua. Merasa punya hak dan wewenang di atas hak prerogatif model manapun.

Berbekal pengalaman di periode 2014-2019, berkat kemanjuran ramuan lokal revolusi mental, tanpa sadar masuk kuadran “sabda raja adalah hukum”.  Kendati UUD 1945 tidak menjelaskan “kekuatan sabda” dimaksud.

Pakai hukum keseimbangan. Semakin banyak produk hukum ditetapkan, bukti kian banyak pelanggaran hukum. Serta berbanding lurus dengan upaya perlindungan hukum atas tindakan yang tidak pro-rakyat. Kian menggambarkan praktik konspirasi dan skenario makro.

Besaran dana, cakupan biaya, beban ongkos, dan sebangsanya tidak masuk hitungan. Tinggal melaksanakan. Bahkan ada niat mulia, pas Indonesia Emas 2045, sang oknum kepala negara mau meresmikan ibu kota NKRI yang anyar.

Akhirnya, belum berakhir. Demi wibawa kursi di mata rakyat. Kursi ditinggikan dengan pengorbanan dua kaki kursi depan dipotong. Disambungkan ke dua kaki kursi belakang. Stabilitas terjaga berkat dukungan tenaga non-dalam. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar