Gaya Hidup Manusia Indonesia Sehat di Lingkungan Sehat
Lema ‘sehat’ tidak
sekedar berdasar standar medis, klinis, psikis, genetis, jiwa maupun aspek
manusia dan kemanusiaan. Faktor eksternal semisal mengacu UU 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, terdapat penjelasan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang,
kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.
Mengacu struktur konsumsi rumah tangga, meliputi (1) makanan dan
minuman; (2) transportasi dan komunikasi; (3) perumahan dan perlengkapan rumah
tangga, (4) kesehatan dan pendidikan; (5) pakaian; (6) konsumsi lainnya; serta (7)
penginapan dan hotel. Pertanyaan atau pernyataan jika belanja ‘kesehatan’
terasa dalam ukuran Rp. Karena kondisi anggota keluarga ada yang ‘tidak sehat’
alias sakit. Atau demi mempertahankan derajat sehat.
Indonesia masih menghadapi beban
ganda masalah gizi. Stunting merupakan masalah kurang gizi pada balita
yang saat ini menjadi fokus untuk ditanggulangi. Masalah gizi dapat menjadi
faktor penghambat dalam pembangunan nasional sehingga investasi gizi saat ini
sangat diperlukan untuk memutus rantai masalah yang akan berdampak pada kualitas
sumberdaya manusia di masa mendatang. (cuplikan sambutan Menkes RI pada Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI tahun 2018, 3 – 4 Juli 2018 bertempat di
Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 71-73, Pancoran, Jakarta Selatan).
Maksudnya, Indonesia juga berhadapan
dengan beban ganda permasalahan gizi (double burdenof malnutrition)
dimana prevalensi balita pendek (stunting) dan balita kurus (wasting)
masih tinggi. Namun prevalensi gizi lebih cenderung meingkat.
6 (enam) tujuan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017), yaitu:
1.
peningkatan aktivitas fisik;
2.
peningkatan perilaku hidup sehat;
3.
penyediaan pangan sehat dan
percepatan perbaikan gizi;
4.
peningkatan pencegahan dan deteksi
dini penyakit;
5.
peningkatan kualitas lingkungan;
dan
6.
peningkatan edukasi hidup sehat.
Jangan heran jika kebijakan
pemerintah termasuk menyelidiki sekaligus menyidik Angka Kesakitan (morbiditas) Pemuda yaitu persentase
pemuda umur 16-30 tahun yang mengalami masalah kesehatan sehingga mengganggu
kegiatan/aktivitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Lama sakit sebagian
besar pemuda (BPS 2017), kurang dari seminggu, yaitu 62,31% selama 1−3 hari dan
28,97% selama 4−7 hari.
Menurut kualitas kesehatannya,
sebesar 18,53% pemuda pernah mengalami
keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir dengan nilai angka kesakitan pemuda
sebesar 8,11%. Sekitar 36,35% pemuda
menindaklanjuti keluhan kesehatannya dengan berobat jalan, hal ini menunjukkan
bahwa kepedulian pemuda terhadap kondisi kesehatannya cukup tinggi.
Persentase pemuda perempuan yang
berobat jalan lebih besar daripada laki-laki (38,70 persen berbanding 33,64%).
Pemuda lebih memilih pengobatan modern daripada pengobatan tradisional, yaitu
ke praktik dokter/bidan (39,87%) dan Puskesmas/Pustu (29,01%). Salah satu
alasan terbesar yang menyebabkan para pemuda tidak berobat jalan adalah mereka
lebih memilih untuk mengobati sendiri sakit yang dirasakan.
Ironis binti miris jika terdata keluhan
kesehatan tertinggi lebih besar di kelompok pengeluaran teratas. Batasan formal
Keluhan Kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan
atau kejiwaan baik karena penyakit, kecelakaan, kriminal, dan lain lain.
Kita simak UU 18/2014 tentang
Kesehatan Jiwa. Fokus pada:
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Kesehatan
Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
2.
Orang
Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang
mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau
kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
3.
Orang
Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia.
Tentu kita jangan terjebak slogan dompet
sehat belum tentu jiwa sehat. Apa hubungan diplomatis antara sehat dengan
sejahtera. Sakit kantong belum tentu miskin atau lebih banyak pengeluaran
harian daripada pemasukan.
Menyimak hasil pembangunan fisik
sejak NKRI diproklamirkan. Lebih dari sekedar bersyukur. Kian bersyukur karena
prestasi kinerja terukur. Sebagai bukti sejarah peradaban dan kemanusiaan.
Sejalan atau berbanding lurus mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya.
Betapa kebutuhan, keperluan
manusia ditangani dengan seksama. Urusan BAB atau buang air besar, menjadi
kebijakan pemerintah. Urusan dapur keluarga menjadi dasar kebijakan impor.
Ukuran menit akan ada bayi lahir di Nusantara. Manusia menjadi subyek dan obyek
pembangunan.
Kepedulian pemerintah pada aspek
pembangunan manusia. Fokus pada komponen yang menentukan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Tersurat dan tersirat secara konstitusional. Jika dalil
sejahtera sebagai wujud nyata praktik sila kelima Pancasila, ‘Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia’.
Kemanfaatan hasil pembangunan
nasional yang menjadikan bangsa ini mampu menegakkan kepala. Diperkuat budaya
sebagai identitas bangsa yang maju, modern, beradab dan tidak tertinggal di
landasan.
Saatnya dan menerus, jaga
stabilitas jiwa diri dan keluarga. Peran suami, ayah maupun sebagai kepala
keluarga, banyak acuan. Diperkaya dengan pengalaman orang lain. Masalah
keluarga, rumah tangga, pasutri, masalah pribadi, masalah individu menyebabkan
kisah sukses orang tua, seolah mustahil dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
Bisa sebagai modal awal.
Jangan kuatir, roh yang akan
dituiupkan ke jabang bayi, sudah dibekali fitrah iman dan tindak amal.
Bagaimana sang orangtua untuk menindaklanjutinya. Peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ sebagai
salah satu acuan.
Kemasan, paket jiwa-raga islami.
Allah swt menyukai hamba-Nya yang kuat. Jangan tinggalkan generasi yang lemah
(khususnya lemah iman). Tak ada hubungan pria lemah gemulai. Tepatnya pria
tulang lunak, tapi eksis di layar kaca. Sebagai idola generasi yang melek
teknologi.
Masih dengan BPS 2017. Lebih dari
separuh pemuda mengakses internet dalam tiga bulan terakhir. Tingkat penetrasi
internet pemuda tertinggi ada pada kelompok umur 16-18 tahun, yaitu sebesar
72,86%, disusul kelompok umur 19-24 tahun sebesar 67,63%, dan kelompok umur
25-30 tahun sebesar 54,17%. Telepon seluler menjadi primadona pemuda untuk
mengakses internet. Sebesar 93,42% pemuda mengakses internet melalui telepon
seluler, 22,34% melalui laptop, 16,09% melalui
komputer/PC, 4,34% melalui tablet, dan
0,45% melalui media lainnya. Sebagian besar pemuda mengakses internet dengan
tujuan sosial media (83,13%) dan mendapatkan informasi/berita (66,09%).
Faktor penyebab apa, muncul
istilah penyakit gangguan jiwa ringan. Ikhwal ini dalam fakta masyarakat
Indonesia berpotensi mengalami gangguan kecemasan menyeluruh atau Generalized
Anxiety Disorder (GAD). GAD bisa menimpa anak usia dini
sampai dengan manusia non-produktif (>65 tahun).
Jauh tahun dari UU 18/2014 maupun UU 38/2009 tentang Kesehatan, melalui
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan
Luar Biasa, sudah menayangkan atau menyuratkan adanya manusia tuna. Simak pada
penjelsan pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) :
(1). Dalam pengertian kelainan mental termasuk
kelainan/gangguan sosial atau tuna laras.
(4). Tuna laras adalah gangguan atau hambatan atau
kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Bagi penduduk yang tidak mengalami
efek domino karhutla, tak bisa membayangkan apalagi merasakan betapa derita
lingkungan hunian atau lingkungan tempat tinggal. Kata bijak berujar bahwa bumi
bukan tempat tinggal, tetap sebagai tempat meninggal. Meninggal secara wajar,
secara alami atau pasal lain. Misal karena bencana alam akibat watak manusia.
Penyakit politik yang mungkin
lebih parah ketimbang penyakit masyarakat. Hanya karena pelakunya bertindak sesuai
jalur konstitusional, bebas sanksi.
Kendati sudah dipatok dengan UU
32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimaksudkan adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pada praktiknya, aparat penegak
hukum, khususnya polisi, lebih minat dengan pasal pencemaran nama baik penguasa
maupun tindakan yang tidak menyenangkan oknum penguasa tunggal.
Manusia politik akhirnya sport
jantung, makan hati sampai takut bayangan sendiri akibat lingkungan tidak sehat
politik vs politik tidak sehat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar