Halaman

Rabu, 21 Agustus 2019

Gaya Hidup Manusia Indonesia Sehat di Lingkungan Sehat


Gaya Hidup Manusia Indonesia Sehat di Lingkungan Sehat

Lema ‘sehat’ tidak sekedar berdasar standar medis, klinis, psikis, genetis, jiwa maupun aspek manusia dan kemanusiaan. Faktor eksternal semisal mengacu UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, terdapat penjelasan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.

Mengacu struktur konsumsi  rumah tangga, meliputi (1) makanan dan minuman; (2) transportasi dan komunikasi; (3) perumahan dan perlengkapan rumah tangga, (4) kesehatan dan pendidikan; (5) pakaian; (6) konsumsi lainnya; serta (7) penginapan dan hotel. Pertanyaan atau pernyataan jika belanja ‘kesehatan’ terasa dalam ukuran Rp. Karena kondisi anggota keluarga ada yang ‘tidak sehat’ alias sakit. Atau demi mempertahankan derajat sehat.

Indonesia masih menghadapi beban ganda masalah gizi. Stunting merupakan masalah kurang gizi pada balita yang saat ini menjadi fokus untuk ditanggulangi. Masalah gizi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional sehingga investasi gizi saat ini sangat diperlukan untuk memutus rantai masalah yang akan berdampak pada kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang. (cuplikan sambutan Menkes RI pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI tahun 2018, 3 – 4 Juli 2018 bertempat di Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 71-73, Pancoran, Jakarta Selatan).

Maksudnya, Indonesia juga berhadapan dengan beban ganda permasalahan gizi (double burdenof malnutrition) dimana prevalensi balita pendek (stunting) dan balita kurus (wasting) masih tinggi. Namun prevalensi gizi lebih cenderung meingkat.

6 (enam) tujuan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017), yaitu:
1.      peningkatan aktivitas fisik;
2.      peningkatan perilaku hidup sehat;
3.      penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi;
4.      peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;
5.      peningkatan kualitas lingkungan; dan
6.      peningkatan edukasi hidup sehat.

Jangan heran jika kebijakan pemerintah termasuk menyelidiki sekaligus menyidik  Angka Kesakitan (morbiditas) Pemuda yaitu persentase pemuda umur 16-30 tahun yang mengalami masalah kesehatan sehingga mengganggu kegiatan/aktivitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Lama sakit sebagian besar pemuda (BPS 2017), kurang dari seminggu, yaitu 62,31% selama 1−3 hari dan 28,97% selama 4−7 hari.

Menurut kualitas kesehatannya, sebesar 18,53%  pemuda pernah mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir dengan nilai angka kesakitan pemuda sebesar 8,11%. Sekitar 36,35%  pemuda menindaklanjuti keluhan kesehatannya dengan berobat jalan, hal ini menunjukkan bahwa kepedulian pemuda terhadap kondisi kesehatannya cukup tinggi.

Persentase pemuda perempuan yang berobat jalan lebih besar daripada laki-laki (38,70 persen berbanding 33,64%). Pemuda lebih memilih pengobatan modern daripada pengobatan tradisional, yaitu ke praktik dokter/bidan (39,87%) dan Puskesmas/Pustu (29,01%). Salah satu alasan terbesar yang menyebabkan para pemuda tidak berobat jalan adalah mereka lebih memilih untuk mengobati sendiri sakit yang dirasakan.

Ironis binti miris jika terdata keluhan kesehatan tertinggi lebih besar di kelompok pengeluaran teratas. Batasan formal Keluhan Kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan baik karena penyakit, kecelakaan, kriminal, dan lain lain.

Kita simak UU 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa. Fokus pada:

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.     Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
2.    Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
3.    Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Tentu kita jangan terjebak slogan dompet sehat belum tentu jiwa sehat. Apa hubungan diplomatis antara sehat dengan sejahtera. Sakit kantong belum tentu miskin atau lebih banyak pengeluaran harian daripada pemasukan.

Menyimak hasil pembangunan fisik sejak NKRI diproklamirkan. Lebih dari sekedar bersyukur. Kian bersyukur karena prestasi kinerja terukur. Sebagai bukti sejarah peradaban dan kemanusiaan. Sejalan atau berbanding lurus mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya.

Betapa kebutuhan, keperluan manusia ditangani dengan seksama. Urusan BAB atau buang air besar, menjadi kebijakan pemerintah. Urusan dapur keluarga menjadi dasar kebijakan impor. Ukuran menit akan ada bayi lahir di Nusantara. Manusia menjadi subyek dan obyek pembangunan.

Kepedulian pemerintah pada aspek pembangunan manusia. Fokus pada komponen yang menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tersurat dan tersirat secara konstitusional. Jika dalil sejahtera sebagai wujud nyata praktik sila kelima Pancasila, ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.

Kemanfaatan hasil pembangunan nasional yang menjadikan bangsa ini mampu menegakkan kepala. Diperkuat budaya sebagai identitas bangsa yang maju, modern, beradab dan tidak tertinggal di landasan.

Saatnya dan menerus, jaga stabilitas jiwa diri dan keluarga. Peran suami, ayah maupun sebagai kepala keluarga, banyak acuan. Diperkaya dengan pengalaman orang lain. Masalah keluarga, rumah tangga, pasutri, masalah pribadi, masalah individu menyebabkan kisah sukses orang tua, seolah mustahil dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Bisa sebagai modal awal.

Jangan kuatir, roh yang akan dituiupkan ke jabang bayi, sudah dibekali fitrah iman dan tindak amal. Bagaimana sang orangtua untuk menindaklanjutinya. Peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ sebagai salah satu acuan.

Kemasan, paket jiwa-raga islami. Allah swt menyukai hamba-Nya yang kuat. Jangan tinggalkan generasi yang lemah (khususnya lemah iman). Tak ada hubungan pria lemah gemulai. Tepatnya pria tulang lunak, tapi eksis di layar kaca. Sebagai idola generasi yang melek teknologi.

Masih dengan BPS 2017. Lebih dari separuh pemuda mengakses internet dalam tiga bulan terakhir. Tingkat penetrasi internet pemuda tertinggi ada pada kelompok umur 16-18 tahun, yaitu sebesar 72,86%, disusul kelompok umur 19-24 tahun sebesar 67,63%, dan kelompok umur 25-30 tahun sebesar 54,17%. Telepon seluler menjadi primadona pemuda untuk mengakses internet. Sebesar 93,42% pemuda mengakses internet melalui telepon seluler, 22,34% melalui laptop, 16,09%  melalui komputer/PC, 4,34%  melalui tablet, dan 0,45% melalui media lainnya. Sebagian besar pemuda mengakses internet dengan tujuan sosial media (83,13%) dan mendapatkan informasi/berita (66,09%).

Faktor penyebab apa, muncul istilah penyakit gangguan jiwa ringan. Ikhwal ini dalam fakta masyarakat Indonesia berpotensi mengalami gangguan kecemasan menyeluruh atau Generalized Anxiety Disorder (GAD). GAD bisa menimpa anak usia dini sampai dengan manusia non-produktif (>65 tahun).

Jauh tahun dari UU 18/2014 maupun UU 38/2009 tentang Kesehatan, melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa, sudah menayangkan atau menyuratkan adanya manusia tuna. Simak pada penjelsan pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) :
(1).     Dalam pengertian kelainan mental termasuk kelainan/gangguan sosial atau tuna laras.
(4).    Tuna laras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Bagi penduduk yang tidak mengalami efek domino karhutla, tak bisa membayangkan apalagi merasakan betapa derita lingkungan hunian atau lingkungan tempat tinggal. Kata bijak berujar bahwa bumi bukan tempat tinggal, tetap sebagai tempat meninggal. Meninggal secara wajar, secara alami atau pasal lain. Misal karena bencana alam akibat watak manusia.

Penyakit politik yang mungkin lebih parah ketimbang penyakit masyarakat. Hanya karena pelakunya bertindak sesuai jalur konstitusional, bebas sanksi.

Kendati sudah dipatok dengan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimaksudkan adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Pada praktiknya, aparat penegak hukum, khususnya polisi, lebih minat dengan pasal pencemaran nama baik penguasa maupun tindakan yang tidak menyenangkan oknum penguasa tunggal.

Manusia politik akhirnya sport jantung, makan hati sampai takut bayangan sendiri akibat lingkungan tidak sehat politik vs politik tidak sehat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar