ketika agama menjadi
komoditas dan taruhan politik
Dinamika politik Nusantara yang
memasuki area abu-abu di periode 2014-2019. Walau di panggung, pentas, palagan
politik tampak jelas para pelaku, pegiat, petugas partai tidak mengenal pasal
haram dan pasal halal. Ciri yang menonjol pada tiga aspek : pikir, tindak,
kata.
Pertama. Tanpa malu menampakkan olah pikir yang tak perlu
berpikir panjang lebar, apalagi masuk skala bijak dan bajik.
Kedua. Bebas aktif berindak apa saja, peduli amat dengan
setan lewat. Anggap rakyat tak melihat apalagi menyaksikan tingkah lakunya yang
ditayang ulang di media massa berbayar.
Ketiga. Tiada rasa sungkan buka mulut, berucap maupun
bercuap, tanpa sensor hati nurani, yang penting berani salah dan memang salah.
Agar tak salah kamar, kita masuk ke Kamus
Tesaurus Bahasa Indonesia, Depdiknas 2008, terdapat lema komoditas n barang, dagangan, produk.
Ketemu berapa perkara, pasal apa saja kalau iseng menyebut agama menjadi
komoditas politik. Secara acak kita ambil peribahasa yang menggunakan kata ‘asap’,
antara lain :
“Kalau tak ada api, masak ada
asap”. Artinya, bila tak sebab tentulan tidak ada akibat.
“Ada asap ada api”.
Artinya, beberapa hal di dunia ini amat sulit atau bahkan mustahil
disembunyikan.
“Angin tak dapat
ditangkap, asap tak dapat digenggam”. Artinya, rahasia tak selamanya dapat disembunyikan,
suatu saat akan terbongkar juga.
Jangan
bertélé-télé, bumbunya apa kata
wong Jawa. Walau ini memang tulisan, olah kata sepélé. Sekedar menghibur diri. Ayo kawan, agar tampak bernas,
kita simak berita lama yang tak akan basi, usang, lapuk diterjang zaman. Ada berita,
simak saja di bawah ini :
Kader
PDIP anggap Megawati setara Profesor Doktor
Megawati. ©2012
Merdeka.com/dwi narwoko
Merdeka.com - PDI Perjuangan tidak mempermasalahkan gelar akademis atau
pendidikan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Meski hanya lulusan SMA, namun Megawati dinilai sebagai
profesor doktor di dunia politik di internal partai PDIP.
Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto
mengatakan, walaupun belum bergelar sarjana, Megawati telah melampaui
intrik-intrik politik yang beraneka ragam. Mulai dari zaman orde baru Soeharto
hingga saat ini menjadikan Megawati matang dalam berpolitik.
"Ibaratnya, beliau
itu bergelar Profesor Doktor dan saya Bambang Pacul ibaratnya baru lulus SMP,
jadi saya patuh sama beliau dan beliau guru politik saya," ujar Bambang di
sela-sela acara Rakornas PDIP di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta
Selatan, Rabu (16/10).
Menurut Bambang,
Megawati memiliki pengalaman politik yang luar biasa banyaknya. Dari semasa
ayahnya Presiden Soekarno
menjabat sebagai Presiden pertama di Indonesia.
Bahkan, lanjut Bambang,
Megawati juga sempat diasingkan oleh lawan politik ayahnya di masa transisi
orde lama menuju orde baru.
"Dia punya
pengalaman politik yang begitu banyak, zaman di istana beliau ditendang keluar,
dia dimusuhi, dia dibilang punya penyakit lepra, orang yang mau dekat dengannya
takut sehingga orang menjauhi dia dan tidak mau mendekat," beber Bambang.
Anggota Komisi VII DPR
itu menambahkan, Megawati memiliki strategi politik yang tak mudah ditebak oleh
lawan politiknya. Termasuk kadernya sendiri.
"Pengalamannya
beliau (Megawati) di politik jungkir balik dan karena itu dia punya banyak cara
untuk memecahkan masalah. Strategi politiknya luar biasa," jelas Bambang.
"Beliau memang
belum S1 seperti orang-orang itu katakan, tapi kalo soal politik Bu Mega itu
sudah bergelar Profesor Doktor," tandasnya. [ian]
- - - - - -
Namanya berita, tak perlu
diperdebatkan. Sudah terlanjur. Apalagi substansinya memang tidak latak,
pantas, patut untuk menjadi bahan acara, atraksi, adegan di doalog, diskusi,
debat media televise berbayar sekalipun. Biarlah terjadi proses pembodoha diri
sendiri. Simak peribahasa yang saya sertakan di atas.
Yang jelas kawan, proses selanjutnya
sejak berita tadi ditayangkan, maka ada pihak yang menggunakan “aji
godhong garing” dalam mentuntaskan ambisi, angan-angan,
fantasi politiknya. Jadinya, seperti kejadian nyata yang menjadi sasaran empuk
para awak media massa berbayar. [HaèN]