ketika karena polisi overenergi dan multiguna
Ada polisi dunia, yang katanya menjadi penjaga
perdamaian. Negara yang cinta damai adalah negara yang siap perang, begitu
salah satu doktrin pertahanan. Negara produsen alat perang, secara teknik konvénsional atau teknik
inkonvénsional, pasti tak mau rugi. Proyek perang sebagai hasil konspirasi
dagang senjata dengan semua pihak yang sedang konflik. Konflik juga hasil
rekayasa negara produsen, penjual, pemasok senjata.
Problematikan dan dinamika TNI tak jauh dari seputar
keberadaan alat utama sistem senjata (alutsista). Kemampuan tempur dan semangat bela negara,
tak perlu diragukan lagi. Profesionalisme militer memposisikan TNI sebagai alat
pertahanan negara dan mulai menjauhi dunia politik. Kendati TNI tidak bisa
bebas, steril, netral dari kepentingan penguasa. Profesionalisme militer,
secara historis terjebak dalam tarikan kekuatan politik dan tarikan naluri
untuk bisnis. Pacsa militer, sebagai rakyat sipil, bebas berpolitik atau masuk
jajaran penyelenggara negara.
Dua alenia pengantar baca artikel ini, sekilas menyenggol
alat pertahanan negara. Bagaimana dengan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan.atau polisi. Polisi yang sarat dengan pasal tugas
dan wewenang (lihat UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia), bisa-bisa bisa
menjadi beban melampaui kapasitas internal kelembagaan atau daya tahan
anggotanya.
Tap MPR VI/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Polri tidak bisa lepas dari stigma atau terbebani paradigm Orde Baru
Sangat dimungkinkan, Polri sebagai alat keamanan negara, hanya sibuk mengawasi kelompok kritis. Rasa was-was
tehadap, geliat masyarakat, aksi unjuk rasa dan ujuk raga, acara mimbar bebas, atau
varian dari gerakan radikal menjadikan Polri seperti mati langkah. Terbukti dengan
mudah polisi mengeluarkan pernyataan bahwa gerakan atau aksi damai sebagai tindakan
makar, kudeta atau apalah istilah hukumnya.
Setiap kejadian di lapangan dipantau dengan seksama, seolah-olah
ini adalah bentuk nyata ancaman internal, yang potensial dianggap atau layak diduga
mengancam kedaulatan negara, merongrong kewibawaan
pemerintah atau mau menukar ideologi negara. Rahasia umum bagaimana polisi
melaksanakan skenario basmi di tempat cikal bakal teroris.
Sejarah Orde Baru, diwarnai dengan adanya tindak kekerasan
atau pendekatan réprésif. Modus dan .kultur kekerasan telah
dikembangkan militer dalam upaya menyokong stabilitas pemerintahan Soeharto. Misi
yang dilakukan sangat bervariasi dan ada
tenaga ahli yang membidani dan
mebidangi. Mulai bentuk kekerasan sebagai alat réprési politik ala single mayority, wujud kekerasan
sebagai barikade pengaman bagi praktik naluri bisnis militer, praktik kekerasan
dengan dalih menjaga kelestarian asas tunggal atau ideologi tunggal kekuasaan,
atau rupa kekerasan lain sebagai sarana intimidasi untuk menyeragamkan persepsi
publik atas nama pembangunan, serta berbagai kepentingan lain yang kerap saling
bersaing demi ABS.
Sesuai UU, polisi dapat membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia
di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace
Keeping Operation). Jika ada kejadian perkara dimana terjadi bentrok TNI vs
Polri, pada umumnya disebabkan hal sepele. Masalah kesejahteraan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar