Efek Domino HP, Memendekkan Daya
Ktiris vs Memperpanjang Angan-Angan
Banyak anak bangsa yang siap memakai berbagai produk Tekonologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Jari-jari mungil anak batita (bawah tiga tahun) tampak
akrab dengan fitur diproduk TIK berupa apapun namanya. Telpon genggam menjadi sapaan
akrab Hand Phone (HP). Anak dipacu
mengenal calistung. Dilatih fokus dengan HP sebagai alat permainan.
Abang PSK (pedagang sayur keliling) sibuk melayani ibu rumah tangga di
kompleks tempat tinggal, sesekali tangannya menjawab panggilan HP atau membaca
sms masuk. Profesi yang berhubungan langsung dengan masyarakat semisal sopir
angkot, bahkan layanan jasa antar jemput memakai mobil-motor, bisa menggunakan
aplikasi. Penjual nasgor malam hari, tidak takut kehilangan pelanggan. Modal HP
masih mempunyai pangsa pasar tersendiri. Urusan perut di malam hari, tak akan
kemana.
Persoalan anak bangsa yang masuk kategori pengguna HP mampu menambah
persoalan bangsa. Hanya gara-gara HP,
terdapat beberapa kasus pasutri cerai. HP tidak menambah komunikasi antar suami
isteri. Wanita karir, sesampainya di rumah, tangannya tak serta merta
meletakkan HP bersama perhiasan yang dipakai kerja. Malah pamer sibuk dengan HP
di depan suami. Peradaban telah bergeser. Bukan sekedar antisosial, mengarah ke
bencana rumah tangga. Lebih dahsyat ketimbang KDRT.
Generasi masa depan, kurang gaul kalau tak punya HP. Semakin canggih sang
HP, bukti yang punya bukan orang sembarangan. Mereka sibuk dalam kumpulannya,
dan masing-masing sibuk dengan HP-nya. Fungsi apa saja yang dijejali di HP
menjadikan mereka bukannya gaptek, malah menjadi budak HP.
Ironis, jika membacakan isi berita di HP, dengan anggapan sebagai berita
heboh. Berbobot, menyangkut tabiat pelaku, pekerja, petugas, pegiat partai. Bonot
berita cuma sekelas Mukiyo. Jika mereka mendadak harus menjawab pertanyaan,
tanpa melepas HP. Tampak mimik muka serius, biar dikira berfikir luar dalam.
Jawaban yang dihasilkan, tidak perlu diperdebatkan. [HaeN]