Halaman

Rabu, 12 Oktober 2016

Dinamika Tanah Papua, Bangun Negara vs Bela Negara



Dinamika Tanah Papua, Bangun Negara vs Bela Negara

Sejarah tanah Papua berlomba dengan sejarah Indonesia pada umumnya. Kepedulian pemerintah, sejak presiden pertama sampai sekarang, tak pernah surut. Letak geografisnya sebagai pintu gerbang timur Indonesia, berbatasan darat langsung dengan negara lain, dikelilingi negara kecil yang potensial menjadi pemancing konflik, potensi sumber daya alam sebagai obyek jajahan negara adikuasa, budaya animisme dan dinamisme yang dikemas dengan gaya tirani kepercayaan mayoritas, sampai heterogenitas karakter rumpun ras Melanesia, memang perlu pendekatan khusus.

Kepedulian maupun kewajiban pemerintah melalui berbagai kebijakan berupa otonomi khusus, percepatan pembangunan, kawasan strategis nasional, kawasan perbatasan negara sejauh ini tidak disambut meriah oleh masyarakat, khususnya oleh Orang Asli Papua. Perangkat kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat – dibakukan menjadi adat, masyarakat adat, hukum adat, masyarakat hukum adat, hak ulayat, orang asli Papua, penduduk provinsi serta lambang daerah – menjadikan tanah Papua menjadi sasaran empuk pihak asing, kepentingan asing. Potensi asing yang memang sudah merasuk dan bercokol di tanah Papua, sebagai sumber konflik abadi.

Dinamika tanah Papua karena adanya puncak gunung es di tengah samudera nan luas nyaris tanpa tepi. Terkadang bak beriak tanda tak dalam. Belum adanya partai politik lokas seperti provinsi Aceh.

Aceh sebagai pintu gerbang barat Indonesia, mempunyai berbagai faktor pertimbangan historis yang menjadikannya tak bisa disamakan dengan tanah Papua. Betapa perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.

Bahwasanya ketahanan dan daya juang rakyat Aceh  bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (simak UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh).

Jangan lupa kawan, bahwa pemberlakuan kebijakan khusus untuk tanah Papua didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara. (simak UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua). Banyaknya faktor pertimbangan di UU 21/2001 menyuratkan dan sekaligus menyiratkan kondisi nyata, kondisi terkini yang mungkin sebagai pengulangan ritual hidup masyarakat. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar