menulis dan tambal sulam pikiran
Kendati menulis di Blog
Pribadi, bukan suka duka. Tetapi cenderung ke laku memanipulasi daya olah kata
bahasa tulis dibanding praktik bahasa ucap, bahasa cakap, bahasa lisan. Banyak seninya. Radar
hati terasa peka. Cuma mendengar celoteh antar anak didik bisa jadi sumber
inspirasi. Dengar orang banyak cakap – belum masuk kategori omdo (omong doang) –
perut bisa mual. Materi, substansi, bahan cakap biasa, umum, atau lumrah, namun
dibawakan dengan gaya yang enak di telinga, telinga tidak gatal.
Menulis satu kalimat
terkadang butuh perjuangan. Betapa ada orang ahli bertutur, berucap ataupun
bercuap berkalimat-kalimat. Dilengkapi dengan bahasa tubuh. Mungkin sudah
bawaan dari sono-nya.
Bahasa tidak sekedar
menunjukkan bangsa, tetapi pada derajat tertentu bisa mengindikasi isi perut. Orang
cerdas, ber-IQ di atas rata-rata tidak otomatis bisa bertutur kata sesuai komposisi
otaknya. Tukang kampanye, tukang jual obat, tukang promosi sebagai bukti bahwa
bahasa ucap bisa dilatih. Beda dengan ahli debat, kebanyakan memakai resep Jawa
: “waton suloyo”. Pembawa acara
dituntut buka mulut, menterjemahkan situasi ke situasi yang lebih atraktif,
dinamis.
Ahli jual beli perkara
di pengadilan, tidak sempat berpikir menyusun kalimat yang baik dan benar. Yang
penting si lawan bicara, pendengar manggut-manggut. Argo hukum, semakin banyak
bicara kemungkinan akan menang perkara. Pihak yang salah atau pihak yang benar
sangat ditentukan oleh pertarungan antar pemahir bicara. Fakta bisa
dibolak-balik agar tampak lebih aktual, sebagai bukti yang terekayasa.
Guru sampai mahaguru
dituntut bisa bahkan ahli bicara sekaligus pakar bahasa tulis, menulis – walau belum
budaya. Daya rekam, daya simpan otak atas berbagai kejadian peristiwa yang kita
alami, memang didesain Allah sedemikian rupa. Otak otomatis merespon, mendukung
bahkan medorong si empunya lidah untuk bersilat lidah. Kalau sudah begini, kata
ahlinya, hati atau qolbu dibiarkan menganggur.
Menulis dengan sepenuh
hati. Walau pernah menulis – jauh dari status ahli menulis – selalu bingung
bagaimana membuat kalimat pembuka. Karena kalimat pertama bisa menentukan “nasib’
kalimat berikutnya. Kalimat yang seolah sederhana, enak dibaca, acap melaui
proses yang tidak sederhana. Bongkar pasang kata untuk menyusun sebuah kalimat,
memang harus dilakukan. Termasuk hasil olah kata sendiri menjadi acuan untuk
tulisan berikutnya.
Alenia pertama bisa disusun setelah mengalami
pergulatan batin. Judul tulisan bisa menjadi faktor penentu kandungannya. Judul
muncul setelah tulisan mengalir. Secara ilmiah ada kata kunci. Memang harus ada
yang menjadi etalase, agar jual tulisan menarik minat. Ragam tulisan sangat
dinamis, walau kalah langka dengan ragam tutur. Kita secara tak sengaja
menemukan kata/kalimat yang menjadi trade
mark, menjadi karakter, menjadi identitas si penulis. Sekilas melihat atau
baca cepat, sudah bisa ditebak siapa penulisnya. Maunya begitu, tetapi apa
daya, tangan enggan diajak kompromi. [Haen]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar