Halaman

Rabu, 30 September 2015

Gerakan Sholat Mau Sujud, Mendahulukan Lutut Atau Telapak Tangan

Gerakan Sholat Mau Sujud, Mendahulukan Lutut Atau Telapak Tangan

Karena ada seorang bapak yang lebih tua, bertanya atau menyatakan sesuatu kepada saya usai sholat sunnah qabliyah isya’. “Saya lihat bapak waktu mau sujud, lutut dahulu dengan tenang, baru telapak tangan”. Secara singkat beliau seperti komentar, mana yang benar. Begitu juga gerakan bangkit dari sujud. Ada yang sempoyongan, walau masih muda dan segar. Kami belum sempat ngobrol jauh, qomat berkumandang. Pertanyaan sekaligus pernyataan tadi sampai sekarang “belum terjawab”.

Pernah saya tanyakan kepada salah satu ustadz yang bertugas sebagai penceramah bakda subuh. Pernah saya diskusikan ala kadarnya dengan sesama jamaah masjid di tempat tinggal. Ternyata, pertanyaan sederhana tentang bagian dari gerakan atau rukun sholat, yang selalu kita hadapi saat menegakkan sholat, belum ditemukan jawabannya. Mengacu sunnah Rasul, kondisi masih seimbang. Informasi sekunder dari literatur, bahan tayangan di internet (bahkan laman ormas Islam), kesimpulan masih abu-abu.

Liwat media ini, saya mengajak pembaca untuk berkontribusi memberikan jawaban yang benar dan baik. Saya pribadi mencoba mengotak-atik secara akal manusia yang merasa serba bisa, merasa serba tahu.

Awal penalaran, jika orang mendahulukan telapak tangan saat mau sujud, sepertinya seperti mau tiarap. Jatuh ke depan dalam gerakan pencak silat.  Setelah telapak tangan bertumpu di sajadah atau alas sholat lainnya, kedua lutut menyusul. Masalahnya. posisi jatuhnya telapak tangan sembarangan. Terbukti ketika mau sujud, kedua telapak tangan digeserkan ke depan. Diposisikan di samping wajah. Bayangkan, kalau sajadah tidak tebal, bisa ikut bergeser. Bayangkan, kalau alas sholat seperti zaman Rasulullah SAW, apa adanya (?). Misal seperti tikar dari daun kurma. Lama-lama telapak tangan kita bisa tebal. Tak sedikit yang mengepalkan tangan, saat mendahulukan tangan saat hendak sujud. Mirip gerakan mau push-up. Bahkan jelang bangkit dan berdiri takbir.

Logika berikutnya, mau menyembah Allah apa harus menjatuhkan diri? Seperti tidak ada rangkaian, urutan, tahapan gerak atau tuma’ninahnya. Ekstremnya, sepertinya kita tergesa-gesa menjatuhkan diri untuk sujud. Memang sujud adalah posisi kita untuk merendahkan diri, dengan menempelkan wajah  di tanah, di hadapan-Nya.

Cara sujud pun membawa cerita atau bahasan tersendiri. Ada yang seperti membenturkan jidat ke sajadah. Ada yang memakai kopiah, topi pak haji, atau penutup kepala lainnya menutupi kening. Kening tidak bersentuhan langsung dengan tempat/alas sholat. Tak terhitung, jika ada ujung hidungnya terangkat saat sujud.

Makna istilah “bertekuk lutut”, dianggap sebagai menyerah kalah, takluk, tak berdaya. Atau ibarat “melempar handuk”.

Saya jadi teringat, bahkan pembaca faham jika seorang rakyat hendak bertemu raja, ada aturan mainnya. Di depan raja yang sedang duduk, rakyat mendekat, berlutut diikuti dua telapak tangan saling menempel, diletakkan di depan hitung, sebagai gerakanmenyembah. Diikuti kata salam, serta puja-puji. Bahkan jelang mendekati raja, cara jalan pun ada aturannya.

Bukannya membandingkan. Masuk akal saya, jika mau sujud, anggota tubuh yang dekat tanah, yang didahulukan atau bahkan diutamakan untuk menyentuh tanah. Bukan jatuh terduduk. Jadi, lutut yang didahulukan untuk menyentuh tanah, untuk bertumpu. Setelah tumpuan kaki mapan, pada posisi sesuai postur tubuh kita, baru tangan menyusul.

Bagaimana gerakan sholat mau bangkit dan berdiri dari sujud, mau takbir. Akal saya membisikkan, tentunya anggota tubuh yang jauh dari tanah, didahulukan untuk bergerak.  Mengacu gerakan sholat yang tuma’ninah, angkat wajah diikuti telapak tangan sampai badan nyaris tegak dan langsung berdiri.

Yang saya tulis ini, tentunya sebagai hal yang saya lakukan. Sebagai bonus otak-atik gerakan sholat, saat ruku’, saya usahakan punggung rata, tidak melengkung, dan rata-rata air. Punggung ditekuk ke depan, bukan dilengkungkan. Saya berharap, pembaca bisa memberi masukan atau tema ini bisa sebagai bahan diskusi. [HaeN]

Selasa, 29 September 2015

revolusi mental Nusantara, kesenjangan sosial ekonomi antar oknum wakil rakyat

revolusi mental Nusantara, kesenjangan sosial ekonomi antar oknum wakil rakyat

Hasil survei tanpa survei membuktikan bahwa faktor penyebab utama tingkah laku koruptif oknum wakil rakyat, khususnya yang buka praktik di Senayan, Jakarta, karena latar belakang sosial ekonomi yang heterogen. Rekam jejak mereka memang berangkat mulai dari pemikiran idealisme, berawal mulai dari semangat patriotisme, berasal mulai dari niat membangun bangsa, berhulu mulai dari berkorban tanpa pamrih.

Mulai dari aktivis kampus, belajar idiologi di partai politik, sibuk di berbagai kegiatan, panggilan jiwa untuk mengabdi, mendongkrak popularitas dan citra, memanfaatkan keturunan dan warisan sebagai pegiat politik, sampai menjadikan jabatan wakil rakyat sebagai mata pencaharian utama, sebagai sumber penghasilan andalan, sebagai ladang garapan bisnis yang prospektus.

Jangan dipikir jauh kalau kenyataannya, oknum wakil rakyat saat melaksanakan kewajiban tugas dan fungsi, yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan, hanya sekedar seremonial, formalitas dan hanya sebagai sumber berita media massa. Kinerja bisa dilihat setelah liwat periodenya. Tak jarang sebelum jatuh tempo terjegal pasal berlapis.

Jika rakyat bertanya, seolah tidak merasakan kehadiran dan adanya negara. Apalagi merasakan manfaat adanya wakil rakyat, mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai nasional. [HaeN]


Senin, 28 September 2015

NUNUN NURBAETIE DI SARANG PENYAMUN

NUNUN NURBAETIE DI SARANG PENYAMUN

Kasus cek pelawat dengan aktor utama Nunun Nurbaetie (NN) semakin tidak jelas. Yang jelas NN telah melawat (kunjungan ke suatu tempat) atau muhibah ke berbagai negara (Singapura, Thailand, Kamboja, Hong Kong, Laos, dst), sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (bahkan masuk daftar buronan interpol sejak Mei 2011) sampai uang lawatannya “habis” di Bangkok, Thailand, Rabu 7 Desember 2011. Kasus lawatan NN (2 tahun) tak kalah seru dengan “perjalanan dinas” Nazaruddin (mantan Bendahara PD, dalam kasus suap Wisma Atlet) maupun plesirannya Gayus Tambunan.

NN diduga memberikan sejumlah cek perjalanan kepada anggota DPR periode 1999-2004 untuk meloloskan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Hingga kini, dari 30 tersangka, sejumlah anggota DPR 1999-2004 yang terlibat dalam kasus tersebut telah selesai menjalani masa hukumannya.

Pihak mana atau siapa yang memodali pemberian 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar tersebut belum terungkap. Jurus lupa-lupa ingat atau Demensia tipe alzheimers NN  dapat menghambat penuntasan kasus tersebut.

Dari media massa, rakyat sudah bisa membaca dan melihat, pihak mana atau siapa yang kebakaran jenggot [HaeN]. 10okto2014

Sabtu, 26 September 2015

bahaya laten komunis di balik kekuasaan terselubung dan berbingkai

bahaya laten komunis di balik kekuasaan terselubung dan berbingkai


Orang tergelincir karena ulah kaki dan olah lidahnya. Orang mampu menyesatkan dirinya sendiri akibat mendewakan akal, mengedepankan kinerja otaknya, mengandalkan logika pikirannya. Orang secara sadar mengkerdilkan dirinya sendiri ketika mimpi dan ambisi politiknya tak segera terwujud. Karir politik seseorang bisa dipacu dan dipicu, bisa direkayasa, bisa dikarbit dan diorbitkan sejak dini, bisa didongkrak dan dikatrol habis-habisan, bak deret ukur. Namun jiwanya tetap berkembang sesuai deret hitung. Bahkan raganya tak mampu mewadahi percepatan karir politiknya.

Memang, jabatan presiden sejak 2004 dipilih langsung oleh rakyat yang mempunyai hak pilih. Ketika dasar negara Pancasila teruji kesaktiannya oleh peristiwa pemberontakan jilid dua Partai Komunis Inodensia, Gerakan 30 September 2015. Mungkin kita tidak lupa jika jiwa Nasakom Orde Lama masih gentayangan di Nusantara.

Faham komunis terkubur oleh sejarah tapi tetap tidak terkubur sampai hancur lebur. Ketika anak bangsa menjadikan politik/partai politik sebagai agama baru, secara tak langsung membangkitkan dan menyuburkan faham dan ajaran komunis. Komunis mendapat lahan baru karena maraknya gerakan anti-monotheis.

Secara pesimistis, kita melihat buih dan riak politik di periode 2014-2019 sebagai indikasi peran nyata kawanan parpolis. Perombakan Kabinet Kerja bisa juga sebagai indikasi rapuh, rawan, rentan dan riskannya ‘karir politik’ penyelenggara negara. Dampak atau efek domino perombakan kabinet akan menerus, menjadi titik retak persatuan dan kesatuan bangsa. Semakin diperparah tim sukses yang belum dapat jatah balas jasa dan balas budi.

Inilah tabiat anak bangsa yang tidak mau berkeringat memperbaiki sejarah masa depan. Kilah polisi, kejahatan atau tindak kriminal muncul karena ada kesempatan. Ironis, justru oknum penyelenggara dengan sadar memberi peluang dan kesempatan untuk calon pelaku kejahatan. [HaeN]

otoritas dan monopoli tuan rumah ibadah haji

otoritas dan monopoli tuan rumah ibadah haji

Secara kronologis historis reliji, kerajaan Arab Saudi sebagai tempat geografis administrasi teritorial dan lokasi kejadian peristiwa yang melandasi tindakan ibadah haji. Walhasil, pemerintah kerajaan Arab Saudi selalu sebagai tuan rumah tunggal, mengantongi hak penuh atau monopoli sekaligus sebagai pemegang otoritas pelaksana penyelenggaraan ibadah haji.

Secara kuantitas, calon jamaah haji dari berbagai negara selalu bertambah dan meningkat. Kendati kuota dalam persentase relatif tidak berubah. Belum terhitung haji lokal atau dari negara tetangga. Apalagi saat haji akbar, menjadi daya tarik khusus.

Secara kualitas, calon jamaah haji didominasi jamaah pemula. Bisa terjadi calon jamaah haji asal Indonesia ada yang belum familiar dengan bepergian jauh dan naik pesawat. Ada yang belum terbiasa meninggalkan rumah dalam waktu lama. Ada yang belum akrab pergi bersama dalam rombongan bareng orang lain, yang mungkin belum saling kenal. Ada yang usia masuk kategori warga usia lanjut. Faktor kesehatan dan rekam jejaknya ikut ambil bagian. Tidak bisa meninggalkan adat istiadat lokal di negeri orang.

Mengingat Islam sebagai agama universal, mendunia, memang selayaknya ada panitia bersama haji. Misal, ada OKI atau sebutan lainnya. Atau melibatkan secara aktif negara dengan jumlah calon jamaah haji yang  besar. Pengalaman sebagai guru yang pantas dipertimbangkan. Apalagi praktek agama Islam mengutamakan selamat dunia akhirat.

Mengingat peta politik dunia menengarai  Arab Saudi, kendati punya senjata minyak, bukan sebagai negara yang patut diperhitungkan. Banyak kepentingan yang mengintervensi acara rutin tahunan pelaksanaan ibadah haji. Bahasa terangnya, ada negara, bangsa, pihak tertentu yang menghendaki agar Islam tidak berkembang. Berbagai modus operandi, rekayasa dan konspirasi mereka lakukan, khususnya pada acara massal umat Islam sedunia pada waktu bersamaan dan terutama berada di satu lokasi. [HaeN] 

Kamis, 24 September 2015

ketika reaksi rakyat tanpa kata, dikira tak bisa buka suara

ketika reaksi rakyat tanpa kata, dikira tak bisa buka suara

Indonesia sebagai negara hukum, tak heran, siapa saja pihak yang tersangkut perkara, siapa yang cakap bicara, ahli silat lidah, pandai baku mulut, cerdas cermat memutarbalikkan dan memainkan makna tafsir pasal hukum, dipastikan akan dinyatakan sebagai pihak yang tidak bersalah. Tak jarang, pihak penggugat malah jadi terpidana. Apalagi rakyat yang mempertahankan haknya, bisa dicap anti Revolusi Mental. Apalagi rakyat yang menyuarakan kebenaran, akan mendapat stigma teroris lokal.

Praktek hukum Nusantara, bukan berdasarkan mana yang salah dan mana yang benar. Hukum tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Hukum tidak mencari dan menegakkan kebenaran, walau fakta bicara dan mendukung. Keputusan hukum berdasarkan asumsi dari selera pemutus perkara sesuai akumulasi modal mulut, tekanan politik, dan kekuatan Rp.

Revolusi Mental memposisikan rakyat sebagai obyek hukum. Aspirasi rakyat dan kejadian nyata di masyarakat, sudah diakomodir oleh wakil rakyat, mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai Senayan. Laporan masyarakat, yang seharusnya terdeteksi sejak dini oleh wakil rakyat, melalui kotak politik akan ditanggapi secara seksama dan sesuai jadwal.

Makanya, jeritan nestapa rakyat Indonesia yang mengadu nasib, mengejar Rp di negeri orang, di mancanegara menjadi acara kunker oknum DPR. [Haen]

Rabu, 23 September 2015

rekam jejak Polri mempreteli/memprotoli KPK vs Sebagian Besar Pemalak Hutan Dilakukan Korporasi

rekam jejak Polri mempreteli/memprotoli KPK vs Sebagian Besar Pemalak Hutan Dilakukan Korporasi

Menyimak berita tayangan di http://nasional.news.viva.co.id/news/read/677711-kapolri--sebagian-besar-pemalak-hutan-dilakukan-korporasi, Selasa, 22 September 2015 | 22:30 WIB :

“Kapolri : Sebagian Besar Pemalak Hutan Dilakukan Korporasi”
Ada sekitar 178 kasus pemalak hutan yang kini sudah diproses.
Oleh : Syahrul AnsyariDwi Royanto (Semarang)
VIVA co.id – Bencana kebakaran hutan teryus terjadi di Indonesia dan mengakibatkankabut asap. Polri pun bergerak dan memetakan siapa pelakunya. Ratusan tersangka sudah mereka tetapkan.

“Hampir sebagian besar penyandang kasus pemalak hutan dilakukan oleh koorporasi. Sekarang masih ada yang lidik maupun penyidikan, tapi separuh perkara ditangani segera dilimpahkan.” kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti usai Rapat koordinasi penyerapan pelaksanaan APBN di Wisma Perdamaian Semarang. Selasa, 22 September 2015.

Ia menyebut ada sekitar 178 kasus pemalak hutan yang kini sudah diproses. Dari jumlah kasus yang ditangani pihaknyasebagian segera dilimpahkan ke meja hijau. Adapu sejumlah tersangka pemalak hutan di Sumatera dan Kalimantan itu telah dinyatakan lengkap (P21).

“Ada berkas perkara yang sudah P21.Bisa jadi ada penahanan tersangka. Ada juga yang masih diperiksa,” ucap dia.

Tidak menutup kemungkinan ada penahanan tersangka lain dalam kasus yang menyebabkan bencana besar kabut asap tersebut. Sebab saat ini proses pemeriksaan terhadap tersangka terus berjalan.

“Jika selama ada pembakaran hutan terus-menerus pasti ada pelakunya,” ujar dia.
-------
Sebagai rakyat, hanya bisa kirim doa, agar tindakan nyata Polri di atas, tak kalah heroiknya dibanding kasus Buaya vs Cecak yg sampai berjilid. Bagaimana Polri liwat tangan Bareskrim dengan sigap mentuntaskan kasus “dwelling time” yang melibatkan koorporasi, atau kebijakan yang dilakukan oleh koorporasi.

Sebagai masyarakat, hanya bisa kirim doa, pengalaman Polri secara aktif, nyata, menerus memberantas korupsi sampai sarang-sarangnya. Kita masih ingat betapa cerdik, cerdas, cermat Polri memreteli/memprotoli pimpinan KPK, penyidik KPK dengan berbagai pasal berlapis sangkaan/tuduhan/dakwaan.

Sebagai warga negara, hanya bisa kirim doa, teroris lokal maupun asal Malaysia bisa digrebek habis-habisan di markas komandonya, menjadikan kita lega. Apa artinya menghadapi modus operandi koorporasi pemalak hutan, yang tidak bersenjata, apalagi koorporasi pribumi. Apalagi ekspor asap hutan bakar sudah sampai ke negara si pembuat api atau sang pembakar.

Sebagai penduduk, hanya bisa kirim doa, uji nyali yang sedang dipraktekkan Polri dalam menghadapi “hantu kabut asap” bukan sekedar hangat-hangat tahi ayam. Bukan sekedar panas-panas pelipur lara. Bukan sekedar kompensasi prestasi, kinerja dan Revolusi Mental hambah hukum. [HaeN].

Selasa, 22 September 2015

kefasikan program siaran televisi swasta Nasional, pria tulang lunak vs lidah tak bertulang

kefasikan program siaran televisi swasta Nasional, pria tulang lunak vs lidah tak bertulang

KPI menyoroti 3 (tiga) program siaran yang mendapatkan nilai indeks jauh di bawah standar KPI, yakni: program infotainment, sinetron dan variety show. Sedangkan untuk program religi dan  wisata/budaya, indeks kualitas yang didapat di atas 4, dan menunjukkan program ini berkualitas.  (KPI, Selasa, 09 Jun 2015 13:45)

Singkat kata, memang banyak orang berilmu, ditandai deretan gelar lebih panjang dari nama yang empunya. Tak terkeculai gelar ilmu agama. Irinos, gelar akademis bukan jaminan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Di pihak lain, modal fisik bisa panen uang dengan mudah dan lancar. Modal mulut bisa menyedot rupiah dalam ukuran jam. Semakin banyak bicara, argonya Rp-nya juga semakin bertambah. Soal bicara yang baik dan benar, tidak menjadi soal.

Tak kurang akal, orang dengan akal ala kadarnya bisa mengakali orang yang berakal sehat. Tak heran jika program infotainment, sinetron dan variety show menjadi tayangan favorit pemirsa. Tidak mempersoalkan pemirsa model apa yang kelebihan waktu, yang dengan setia dan rajin memanfaatkan mata dan telinga menyimak acara tsb.

Pemodal memang selalu lihai dalam mengelola dan mengolah uangnya. Mereka tahu betul strata selera penonton. Bahkan kalangan pemodal juga faham betul jiwa wakil rakyat.

Yang jadi korban, penonton/pemirsa/pendengar  atau pemain/pelakon/pemeran acara infotainment, sinetron dan variety show. [Haen]

Senin, 21 September 2015

masa berlaku revolusi mental Nusantara, parpol kedaluwarsa vs parpol dibawah umur

masa berlaku revolusi mental Nusantara, parpol kedaluwarsa vs parpol dibawah umur

   Jika kita simak sekilas pada profil parpol yang sedang berkuasa, minimal yang ikut pesta demokrasi 2014, tidak ada komponen murni. Antar parpol seolah terjadi silang kanibalisme. Parpol yang berpengalaman sejak zaman Orde Baru, selain cacat bawaan, terdapat cacat baru yang menjadi ciri khas, jati diri dan karakternya. Mulai oknum ketua umum, yang over dosis obat awet muda, merasa bisa terus memimpin partainya. Konflik internal parpol menjadi menu harian dan seolah terjadi pembiaran. Pengkaderan adalah mewariskan.

Makna parpol spesialis pemiliu/pilpres yaitu yang didirikan dengan tujuan utama ikut pesta demokrasi, telah bergeser secara nyata, terukur dan terang-benderang. Contoh di depan mata, pihak pemilik modal mendirikan parpol, kalkulasi politiknya : dengan transaksi politik sebagai umpan politik. Umpan politik dipastikan bisa dapat tangkapan berbagasi prioritas. Pasal hukum, pasal ekonomi, pasal sosial bisa dibarter dengan dukungan suara pemilih.

Ironis bin tragis, parpol yang belum ikut pesta demokrasi 2014, karena parpol ini ber-plat form ideologi Rp. Suara bisa berasaskan NPWP (nomer piro wani piro). Pasal-pasal produk legeslasi pihak wakil rakyat yang terhormat, bisa dilelang. Siapa paling getol mengusulkan, akan serta merta diproses. Tak heran jika oknum wakil ketua DPR menyatakan bahwa DPR bukan pabrik UU. Artinya, DPR hanya menerima, melayani dan melaksanakan pesanan.

Wah, tulisan jadi kemana-mena, lupa bahwa parpol dimaksud bahkan bisa membiayai wakil rakyat sebagai jago tandang. Alkisah, Setyo Novanto dan Fadli Zon, bukan nama sebenarnya, melakuan kunker, plesiran, blusukan ke dapil yang berada di negara adikuasa untuk memuluskan bisnis si juru bayar. Untuk berfoto bareng si raja banci yang jumawa mencalonkan dirinya maju pilpres.

Jangan dibayangkan yang tidak-tidak bahwa ternyata dan nyatanya wakil rakyat bisa membawa nama bangsa dan negara di luar negeri dengan berbagai misi. [HaeN]

Sabtu, 19 September 2015

revolusi mental Nusantara dan pelestarian minuman setan

revolusi mental Nusantara dan pelestarian minuman setan

Secara historis, minuman keras (miras) maupun minuman beralkohol (minol) sebagai alat efektif penjajah untuk membuat kaum pribumi lupa diri, sehingga semangat ingin merdeka menjadi pupus sebelum tunas. Sekarang, miras/minol menjadi multimanfaat, multiefek dan multiasas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Kendati belum terendus modus operandi kartel miras/minol, kenyataan di lapangan, malah menjadi komoditas pemerintah daerah sebagai andalan untuk mendongkrak PAD (pendapatan asli daerah). Jangan heran jika terjadi pembiaran bahkan melegalkan prosesi miras/minol dari hulu hingga hilir oleh pemerntah daerah. Terlebih Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, semakin membuktikan bahwa miras/minol masuk nomenklatur barang dagangan bebas. Tak tersentuh hukum bahkan menjadi “barang langka” yang harus dilindungi.

Produk mancanegara dengan dalih perdagangan bebas dunia, bebas melenggang masuk dan terpajang di warung/kios kaki lima. Malam hari pun tak sulit untuk membelinya. Penenggak/peminum miras/minol merasa sebagai gaya hidup, gengsi dan gaul. Menjadi pencitraan diri sebagai makhluk modern.

Prduk lokasl dalam negeri, bahan baku miras/minol oplosan mudah didapat di toko terdekat secara eceran. Ironis, si pengoplos biasanya bukan peminum, hanya produsen lokal, industri kreatif rumah tangga atau usaha mandiri. Masalahnya bukan maraknya miras/minol opolosan yang mungkin menjadi ciri suatu komunitas adat, tetapi pada masih banyaknya peminum dan calon peminum. Korban jiwa akibat menegak miras/minol oplosan, seolah menjadi arisan berita atau pengisi acara di TV, itupun yang terliput. Aparat sering kecolongan, kekurangan tenaga untuk mengkontrol produksi, peredaran, penjualan, dan khususnya pada pengguna akhir atau peminum. Korban jiwa malah dianggap sebagai “kesalahan teknis”, bukan salah kebijakan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Penjajah zaman sekarang dengan berbagai skenario, modus operandi, cara dan akal  secara terstruktur, sistematis dan berkelanjutan membentuk generasi alkohol. Penjajah masuk memanfaatkan mental anak bangsa yang merasa belum merdeka, melalui pejabat negara yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Kendati agama samawi/agama langit sudah memposisikan miras/minol lebih banyak efek negatifnya, mudharatnya nyata sebagai minuman setan, sampai Islam menegaskan keharamannya. Di negara berdasarkan Pancasila, sila pertama malah menjadi sekedar jargon politik. Pancasila hanya diingat atau diperingati hari kelahirannya. Revolusi Mental tidak menyoal kadar reliji anak bangsa, tidak menyentuh kadar islami pemimpin bangsa. Revolusi Mental hanya perwujudan fungsi kepentingan politik pihak yang sedang berkuasa. Para ulama nampaknya lebih gemar main politik atau mengkritisi kebijakan pemerintah.

Di era Reformasi yang semakin kebablasan, keblusuk-blusuk orang mabuk bukan hanya karena menenggak miras/minol melebihi takaran. Obat anti mabuk tidak mempan untuk anggota Polri, karena yang tersedia adalah anti mabuk darat, laut dan udara. Polri bukannya tidak bisa “mabuk”, bahkan dengan sadar diri sebagai aparat penegak hukum bisa membuat bangsa dan negara mabuk sempoyongan. Orang bisa mabuk jabatan, mabuk pangkat, mabuk kekuasaan, mabuk harta, mabuk jelita, mabuk politik bahkan sampai mabuk yang belum ada kategorinya.

Berita melalui media massa tidak berdampak sistemik bagi calon korban miras/minol. Gubernur dan bupati/walikota dan aparat lokal yang merasa wajib melaksanakan kewajiban secara total, tanpa komando dan kendali,    akan memperhatikan nasib masa depan anak bangsa dengan berbagai tindakan nyata. Bekerja sama dengan semua pihak yang peduli, tanggap dan peka untuk mengawasi prosesi miras.  Jangan hanya mengandalkan produk hukum yang melarang miras, yang penting aksi di lapangan untuk memberantas miras/minol tanpa menunggu korban jiwa. [HaeN] 

Jumat, 18 September 2015

LOKALISASI MIRAS

LOKALISASI MIRAS

Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota (UU 32/2004 tentang “PEMERINTAHAN DAERAH”). Andai semua provinsi dan kabupaten/kota menetapkan perda tentang minuman keras (miras) akan terdapat 33 perda miras tingkat provinsi dan 497 perda miras tingkat kabupaten/kota.

Faktor pertimbangan dalam menetapkan perda miras antar kabupaten/kota bisa bertolak belakang, kendati berangkat dari dasar hukum yang sama. Retribusi miras (misal pungutan 'labeling' serta perizinan miras beralkohol) bisa jadi andalan pasokan penerimaan asli daerah (PAD) di suatu kabupaten/kota, namun di kabupaten/kota lainnya miras bisa ditetapkan sebagai barang haram.

Jalan tengah untuk menyikapi pro dan kontra perda miras, beberapa pemda melakukan lokalisasi penjualan miras (misal dalam hotel berbintang), melakukan pengawasan dan pengendalian, sampai razia miras ilegal. Dalam prakteknya, wabah miras, rokok, judi, prostitusi berlangsung dalam satu paket atau satu lokalisasi. Seolah pemerintah kabupaten/kota melegalkan sumber akar permasalahan kriminalitas. Lokalisasi miras jadi solusi formal untuk menjaring agar tidak semua pengguna bisa masuk keluar bebas. Namun karena dari hulunya, produsen miras, seolah kebal hukum, peredaran miras tetap deras bahkan bisa dibeli di warung rokok.

Miras bisa jadi gaya hidup, menunjukkan citra kejantanan, media pelarian sementara, cara jitu melupakan kenyataan, mencari kenikmatan sesaat, sampai kemungkinan sebagai bagian dari acara ritual tradisional, kebiasaan dalam suatu komunitas dalam menolak hawa dingin, sebagai produk lokal yang dikonsumsi harian. Secara historis, kebiasaan menegak miras merupakan peninggalan penjajah dan diteruskan oleh penganut agama selain Islam [HaeN]. 14 januari 2012

Setetes Miras, Menguras Nyawa Anda

Setetes Miras, Menguras Nyawa Anda


Minuman Setan
Miras (minuman keras) produk olah pabrik maupun olah tangan atau oplosan, kandungan dan senyawa kimiawi secara medis mempunyai daya rusak spontan, sporadis maupun jangka panjang. Dampak menegak miras memang seolah menimpa peminumnya, tidak seperti mata rantai dampak merokok. Rekam jejak miras sebagai minuman setan hanya bisa disaingi oleh senjata pemusnah masal.

Miras mempunyai saudara dekat, diriwayatkan dalam ayat [QS Al Maa’idah (5) : 90] : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Zaman sekarang, menegak miras bisa merupakan pintu masuk atau bagian dari tindak pidana, minimal sebagai kejahatan moral. Bahan baku miras oplosan mudah didapat dan si pengoplos biasanya bukan peminum, hanya produsen lokal atau usaha mandiri, yang beredar dalam otaknya adalah keuntungan finansial. Bekal agama dan pengetahuan diperlukan bagi .pengolah bahan baku yang halal, karena jangan sampai diolah menjadi minuman yang memabukkan, sesuai ayat [QS An Nahl (16) : 67] : “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.

Masalahnya bukan maraknya miras opolosan yang mungkin menjadi ciri suatu komunitas, tetapi pada masih banyaknya peminum dan calon peminum. Korban jiwa akibat menegak miras oplosan, seolah menjadi arisan berita, itupun yang terliput. Aparat sering kecolongan, kekurangan tenaga untuk mengkontrol produksi, peredaran, penjualan, dan khususnya pada pengguna akhir atau peminum.

Promo berkedok pariwara merokok dapat membunuhmu, dianggap sekedar basa-basi dan formalitas bahwa pemerintah atau investor industri rokok peduli pada calon korbannya. Dalih melindungi petani tembakau, rokok tetap dan selalu diproduksi secara masal.

Dalih sebagai salah satu atau andalan pendapatan asli daerah (PAD) di suatu kabupaten/kota, maka miras dilindungi dan dilegalkan. Tempat penjualan miras dibatasi oleh pemeritah kabupaten/kota, prakteknya di lokasi terjangkau dengan harga terjangkau miras impor maupun lokas tersedia 24 jam.

Rekam Jejak
Sejarah miras di Indonesia merupakan bawaan negara penjajah, tujuan utama memabukkan peminumnya, sehingga tidak memikirkan untuk merdeka. Peminumnya dininabobokkan, dilenakan secara sistematis agar tidak berpikir jernih. Peminumnya merasa sebagai orang kulit putih, tingkah lakunya jauh dari adat pribumi. Ironisnya, di era Reformasi mengkonsumsi miras sebagai gaya hidup, gaul dan gengsi yang menunjukkan martabat.

Miras oplosan produk rumah tangga yang acap membawa korban, karena sebagai usaha yang tidak terkena pajak, aparat dan birokrat merasa tak bertanggung jawab dan berkilah di luar kewenangannya. Menegak miras karena tradisi, adat, budaya lokal atau sebagai obat lelah bekerja susah dicegah secara yuridis. Miras sebagai jaumuan resmi dalam hajat adat.

Cegah Tangkal
Berita melalui media massa, khususnya acara analisa dampak miras,  tidak berdampak sistemik bagi calon korban miras. Pemerintah dan aparat lokal jika peduli pada masa depan anak bangsa, dapat bekerja sama dengan semua pihak yang peduli, untuk mengawasi prosesi miras.  Jangan hanya mengandalkan produk hukum yang melarang miras, yang penting aksi di lapangan untuk memberantas miras tanpa menunggu korban jiwa.

Pemerintah sampai tingkat kabupaten/kota dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, secara bertahap dan menerus mempromokan bahwa miras sebagai pembunuh nomer satu. Miras musuh nyata peradaban. Miras minuman setan yang murah dan mudah didapat. Setetes miras dapat menguras nyawamu [HaeN].

Kamis, 17 September 2015

tegaknya bangsa dan negara melalui doa, operasi senyap dan tindakan nyata rakyat

tegaknya bangsa dan negara melalui doa, operasi senyap dan tindakan nyata rakyat


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rabu, 16 September 2015, 19:49 WIB - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengaku sudah memprediksi terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin bertambah 860 ribu jiwa selama enam bulan dalam periode September 2014-Maret 2015. 

"Memang ada perkiraan bakal begini (tingkat kemiskinan naik). Makanya, pemerintah sudah menyusun banyak program mengatasinya," kata Darmin di kantornya, Rabu (16/9/2015). 

Darmin mengatakan, penyebab meningkatnya angka kemiskinan karena jatuhnya harga komoditas akibat melambatnya ekonomi global. Banyak masyarakat yang menanam karet, kelapa sawit, kopi dan komoditas lainnya akhirnya tergerus pendapatannya akibat harga komoditas jatuh. 

Faktor penting lainnya yang menentukan tingkat kemiskinan adalah harga pangan. Darmin mengakui harga pangan terutama beras cenderung meningkat. Menurut data BPS, harga beras memang menjadi penyumbang utama meningkatnya angka kemiskinan. 

"Pendapatan masyarakat turun, harga pangan tidak turun. Maka dampaknya angka kemiskinan naik," ucap Darmin. 
- - - - - - - - -
Membaca cuplikan berita di atas, seolah ada dua kutub di Indonesia, yaitu penduduk dan pemerintah. Kita yakini sesuai UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, fokus pada Pasal 1, ayat 1, disuratkan : Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Singkat kata, Pemerintah sulit untuk jatuh miskin, pailit apalagi bangkrut secara ekonomi. Bagaimana dengan ‘negara’? Apakah penyelenggara negara bisa terbelit utang karena miskinnya. Apakah oknum pejabat negara bisa mengalami kelaparan akibat gaji, tunjangan kehormatan dan jabatan yang tidak layak. Siapa ‘pejabat negara’? Kita bisa mengacu UU 28/1999 yaitu Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang funsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jangan heran jika DPR akan format ulang gaji pejabat negara. Artinya, gaji, tunjangan kehormatan dan jabatan akan disesuaikan tiap tahun. Ada tiga parameter yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan untuk mendongkrak nilai tunjangan. Ketiga pertimbangan itu adalah laju pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta daya beli masyarakat. Jangan disimpulkan, jika daya beli masyarakat turun atau naiknya angka kemiskinan karena pendapatan masyarakat turun, menjadi faktor pertimbangan gaji pejabat negara otomatis tiap tahun akan naik.
Text Box: Masalahnya, siapa yang akan memformat ulang pendapatan masyarakat?

 
 Masalahnya, siapa yang akan memformat ulang pendapatan masyarakat?


Apa korelasi, hubungan, keterkaitan yuridis formal maupun kenyataan di lapangan antara penduduk dengan bangsa dan negara. Kita bisa menyimak UUD 1945 perubahan kedua, khususnya Pasal 28C butir (2) :
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

Sudah lumrah dan lazim jika orang gemar menagih hak-nya daripada melaksanakan,  mewujudkan dan mempraktekkan kewajibannya secara nyata. Namun jangan lupa, di luar jam kerja pemerintah, di luar jam praktek pejabat negara, masih terdapat rakyat yang sibuk bekerja. Di jalanan, angkutan malam hari menjaring penumpang yang pulang lembur. Kios bensin eceran, jual rokok, minuman dalam kemasan, makanan ringan masih setia menunggu pembeli. Sebelum fajar berkibar, pemulung sibuk bongkar bak sampah, mengumpulkan barang bekas layak jual. Pasar tradisional gelar dagangan sebelum pembelinya bangun. Makhluk malam hari sebagai pelaku ekonomi rakyat. Mereka bukan pejabat formal, yang mendedikasikan kehidupannya untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Kehidupan malam hari, terutama di ibukota negara, bisa mempengaruhi kegiatan pemerintah. Kehidupan malam hari memang ada yang bersifat hura-hura. Kehidupan malam menjadi ajang bergensi berbagai transaksi. Bahkan terdapat presiden malam hari, sampai bupati/walikota malam hari.

Rasanya ada yang berbeda antara makna ‘negara’ dengan hakikat ‘pemerintah’. Kebetulan fakta ini dinyatakan melalui UUD 1945 perubahan kedua, khususnya Pasal 28I butir (4) :
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
- - - - - - - - -
Sabda Rasulullah SAW, tegaknya Negara ditunjang empat pilar. Pertama, bi’ilmil ulama (dengan ilmu ulama). Negara bisa tegak dengan benar bila ditunjang peran ulama. Kedua, bi-adillatil umaro (dengan keadilan para pemimpin/pejabat negara / pemerintah/ penguasa). Ketiga, bisaqoowatil aghniyaa, peran para aghniya (orang-orang kaya)/para konglomerat/pengusaha/taipan/pemodal yang memberikan kontribusi kepada pemerintah / negara. Keempat, bidu’aail fuqoroo-i wal masaakiin, doanya orang-orang lemah. 

Pemerintah/Negara bisa tegak bila didukung mustadh’afin (orang-orang yang lemah, penduduk awam, masyarakat berpenghasilan rendah, rakyat jelata, warga negara papan bawah). Bila Pemerintah/Negara ditopang dan keempat pilar ini bersinerji jadi satu, maka Pemerintah/Negara akan menjadi Pemerintah/Negara yang didambakan, Negara yang Baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Walau pun itu hanya fondasinya saja dengan empat dasar/pilar. (diolah dari sumber Tegaknya Negara dengan Empat Pilar”, KH Drs Abdul Kohir MSi, Selasa, 22 Desember 2009). [HaeN]

Rabu, 16 September 2015

toleransi seremonial di Bumi Cenderawasih

toleransi seremonial di Bumi Cenderawasih

Peribahasa “lempar batu sembunyi tangan” yang menurut KBBI adalah melakukan sesuatu (kegiatan dsb), tetapi kemudian berdiam diri seolah-olah tidak tahu-menahu; [pb] berbuat kurang baik kpd orang, lalu berpura-pura tidak tahu, kalau diterapkan di zaman sekarang, bisa ketinggalan zaman. Bahkan jargon “undang-undang dibuat untuk dilanggar” sudah berlaku lumrahdan umum.

Menu yang digemari orang adalah “yang ingin sepakat justru yang berkhianat”. Artinya ada pihak yang gembar-gembor merasa dizalimi atau sebutan lainnya, sampai membuat maklumat di atas kertas, menyusun pernyataan di atas kertas tidak akan berbuat sesuatu yang merugikan pihak lain, mempoisisikan diri sebagai pihak yang baik dan yang benar, ternyata justru ybs malah yang berbuat. Secara sadar, formal dan yuridis pihak ini mengkhianati dirinya sendiri. Tidak sekedar menjilat ludah sendiri.

Fakta sejarah kita mengacu berita di beberapa situs :

“Kemendagri Insiden Tolikara Tak Terkait Perda Khusus Papua”
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150720110347-20-67236/kemendagri-insiden-tolikara-tak-terkait-perda-khusus-papua/

Hafizd Mukti, CNN Indonesia
Senin, 20/07/2015 11:03 WIB
Umat Islam saat melaksanakan salat tarawih di Masjid Al-Furqon, Distrik Mimika Baru, Timika, Papua, Rabu (17/6). (Antara Foto/Spedy Paereng)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menyelidiki kasus kerusuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua saat perayaan Idul Fitri, 17 Juli 2015 lalu. Meski menyangkut sentimen antar agama, kemendagri membantah jika kerusuhan pecah akibat adanya aturan daerah di Papua.

"Perda khusus di Papua tidak ada yang diberlakukan berdasarkan agama. Mayoritas di Papua jika itu diberlakukan akan ada benturan dengan pemeluk agama lain," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riatmadji kepada CNN Indonesia, Senin (20/7).

Menurutnya, Papua sebagai daerah khusus atau istimewa sama dengan Aceh dan juga Yogyakarta. Namun, kekhususan setiap daerah berbeda-beda tergantung dengan sejarah, situasi dan kondisinya.

"Kalau di Aceh itu memang secara sejarah terkait agama, dan kalau di Papua diberlakukan juga soal agama itu malah lucu."

Dari hasil investigasi sementara yang dilakukan pihak Kemendagri, Dodi mengatakan, apa yang terjadi di Papua lebih bersifat dominasi kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Pasalnya, jika merujuk perda, tidak ada aturan yang melarang kegiatan agama manapun.

dst
- - - - - - - - -
Sebagai pembanding dan penyanding, beberapa hari sebelum tragedi Tolikara telah dipersiapkan pernyataan, sepakat sepihak, maklumat :

http://majalahselangkah.com/content/pernyataan-75-imam-katolik-tanah-papua-diapresiasi
Penulis : Joni Yohanes Pekei | Kamis, 16 Juli 2015 22:41 Dibaca : 1626    Komentar : 5
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Sebanyak 75 imam Katolik dari lima keuskupan di Papua meminta pemerintah mengatasi dan mencegah terulangnya kekerasan di Tanah Papua pada masa depan dan mengutamakan dialog sebagai sarana terbaik menemukan solusi atas persoalan di Tanah Papua.

Pernyataan yang diterima majalahselangkah.com, Rabu (15/7/2015) kemarin, terdiri dari 8 poin dan telah ditandatangani oleh Unio Keuskupan Agung Merauke Romo Diosisan (RD) Niko Jumari JK, Unio Keuskupan Agats RD. Abraham Nusmese, Unio Keuskupan Timika RD. Dominikus Dulione Hodo, Unio Keuskupan Manokwari-Sorong, RD. Izaak Bame dan Unio Keuskupan Jayapura RD Neles Tebay.

Berikut delapan poin pernyataan tersebut.

Pertama,
 Pemerintah berhasil membangun gedung-gedung sekolah, baik untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Umum (SMU), dari kota hingga kampung-kampung terpencil dan terisolir. Sekalipun demikian, kami sungguh merasa prihatin dengan situasi pendidikan di mana pembangunan gedung sekolah kurang diikuti oleh proses belajar-mengajar di ruang kelas. 

Secara jujur kami mengakui bahwa proses pendidikan dari tingkat SD hingga SMU, terutama yang berada di kampung-kampung yang mayoritas muridnya adalah orang Papua, tidak berjalan lancar. Anak-anak asli Papua sangat kurang mendapatkan pelajaran yang menjadi haknya oleh karena kelalaian dari para guru. Banyak anak asli Papua diluluskan dari ujian SD, sekalipun tidak bisa membaca dan menulis. Kami sedih karena hal ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Dan kami tidak bisa menerima situasi dan kenyataan ini, karena jelas-jelas merupakan pembiaran, penipuan, pembodohan, dan pembunuhan karakter.
Kedua, Kami menyaksikan pemerintah berhasil mendirikan banyak gedung untuk pelayanan kesehatan di berbagai tempat, termasuk kampung-kampung terisolir. Sekalipun demikian, kami mengamati bahwa kondisi kesehatan yang dialami rakyat Papua amat sangat memprihatinkan. Sambil mengakui adanya banyak masalah di bidang kesehatan, kami sungguh prihatin dengan penyebaran HIV dan AIDS, minuman keras (miras), narkoba, yang tetap dan terus mengancam eksistensi orang asli Papua.

Ketiga,
 dalam masa Otonomi Khusus ini, dibuat sejumlah pemekaran Kabupaten. Banyak orang menjadi pejabat. Kami secara khusus berbangga terhadap semua pejabat orang asli Papua yang menjadi pimpinan daerah seperti bupati dan gubernur serta pejabat-pejabat di berbagai instansi pemerintahan. Kami menaruh harapan yang lebih kepada mereka agar membuat program yang kena sasaran sesuai keadaan rakyat dan mampu menjadi teladan serta memberikan contoh yang baik kepada para pegawai lainnya.

Keempat, Kami melihat adanya ketidakadilan ekonomi, sosial, budaya, dan politik di Tanah Papua. Kami merasa prihatin dengan berbagai tindakan kekerasan yang terjadi di Bumi Cenderawasih. Kekerasan dibalas dengan kekerasan. Dan bahwa semua kekerasan ini menghambat pembangunan, mengusik perdamaian, dan melukai hati dan batin banyak orang.

Kelima, Kami menyaksikan bahwa hak-hak dasar masyarakat adat Papua kurang dihargai dan lingkungan hidup yang diciptakan Tuhan dihancurkan demi pembangunan dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA).

Keenam, Kami menyaksikan berbagai bentuk pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia (HAM), seperti yang terjadi di Enarotali , Kabupaten Paniai, tanggal 8 Desember 2014, di mana empat orang tewas tertembak dan 17 orang menderita luka tembak. Martabat kemanusiaan tidak dihargai. Hak-hak kewarganegaraan tidak dihormati, sekalipun dijamin oleh Konstitusi.

Ketujuh, Kami menyaksikan bahwa kecurigaan dan ketidakpercayaan mewarnai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan orang Asli Papua, antara aparat keamanan TNI-Polri dan rakyat Papua, antara orang asli Papua dan warga Papua yang berasal dari luar Tanah Papua. Kami mengamati dan merasakan bahwa jumlah penduduk yang masuk ke Tanah Papua semakin hari semakin tinggi. 

Mereka berasal provinsi dan kelompok etnis yang berbeda dan menetap di semua ibu kota kabupaten di seluruh tanah Papua. Jumlah mereka bertambah secara cepat, maka apabila Pemerintah Daerah tidak melakukan pengendalian kependudukan, maka jumlah warga Papua yang datang dari luar Tanah Papua melampaui jumlah orang asli Papua, seperti yang sudah terjadi di Kota Jayapura, Merauke, Timika, Nabire, Manokwari, dan Sorong. Mobilisasi penduduk yang tak terkendali ini akan mempengaruhi komposisi penduduk Tanah Papua, yang membuat orang asli Papua menjadi minoritas di atas tanah leluhurnya, dan berdampak pada kehidupan politik.

Kedelapan, 
Kami mengamati bahwa hukum tidak ditegakkan secara tegas di Bumi Cenderawasih. Pengalaman memperlihatkan bahwa hukum dalam penerapannya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kami merasa heran karena pegawai yang meninggalkan tempat tugas bertahun-tahun lamanya tidak pernah diberikan sanksi apa pun.

Apresiasi 

Amandus, seorang tokoh Katolik dari Dogiyai mengapresiasi pernyataan para imam ini. 
"Saya tokoh Katolik. Para pastor bicara benar. Itu yang terjadi di tanah kami. Kami minta Jakarta buka diri untuk dialog, tetapi tidak pernah. Sekarang gereja harus bicara," kata dia. 

Ketua Dewan Adat Meepago, Oktovianus Pekey menilai apa yang dilakukan para imam Katolik adalah terobosan baru dalam tanggapi persoalan di Tanah Papua.

"Terobosan baru, karena selama ini Orang Papua menunggu kapan Gereja Katolik berbicara atas berbagai persoalan di Papua yang tentu merupakan penderitaan umat," kata Pekey. 

Matias, seorang Diakon Katolik di Nabire menilai, apa yang dilakukan para imam ini adalah yang seharusnya gereja lakukan. "Gereja harus bersuara atas kondisi umatnya. Saya kira hal ini terus harus dilakukan," ujarnya. (Joni Yohanes Pekei/Admin/MS)
- - - - - - - - -
Ulasan di atas, memang berbahan baku utama berdasar peran media massa. Tak ada kaitannya dengan cuplikan berita :
http://majalahselangkah.com/images/upload/2013/12/14/20131214_032633_5782.jpgPenulis : Admin MS | Minggu, 21 Juni 2015 14:28 Dibaca : 1080    Komentar :
http://majalahselangkah.com/images/upload/2015/06/21/20150621_023157_9562_l.jpeg
Kantor MRP. Foto: Ist.

HIMBAUAN MAJELIS RAKYAT PAPUA MENGENAI KEPUTUSAN MAJELIS RAKYAT PAPUA NOMOR 11/MRP/2015 TENTANG REKOMENDASI DAN RESOLUSI MAJELIS RAKYAT PAPUA TENTANG PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL ORANG ASLI PAPUA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR, BUPATI/WAKIL BUPATI, DAN WALIKOTA/WAKIL WALIKOTA DI PROVINSI PAPUA.

Keputusan MRP No.11/MRP/2015, Menolak Calon Kepala Daerah dan Wakil Bukan Orang Asli Papua.

Majelis Rakyat Papua dalam Rapat Pleno yang dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2015 telah menetapkan Keputusan Majelis Rakyat Papua Nomor 11/MRP/2015 tentang Rekomendasi dan Resolusi Majelis Rakyat Papua tentang Perlindungan Hak Konstitusional Orang Asli Papua dalam Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota di Provinsi Papua. Keputusan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi perwakilan orang asli Papua yang melindungi hak-hak dasar orang asli Papua sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.

dst

Resolusi:

1. Yang berhak mencalonkan dan dicalonkan sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota di Provinsi Papua adalah Orang Asli Papua yang ayah dan ibunya berasal dari rumpun ras Melanesia suku-suku asli di Papua.

2. Menolak calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota yang bukan orang asli Papua sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu).

Majelis Rakyat Papua mendesak Pemerintah dan semua pihak terkait untuk sungguh-sungguh memperhatikan dan melaksanakan secara taat asas Keputusan Majelis rakyat Papua ini demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan negara hukum demokrasi Pancasila yang berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melindungi hak-hak orang asli Papua sebagai warga negara Indonesia.

Jayapura, 16 Juni 2015

MAJELIS RAKYAT PAPUA

KETUA,



TIMOTIUS MURIB

- - - - - - - - -

[HaeN]