Gerakan
Sholat Mau Sujud, Mendahulukan Lutut Atau Telapak Tangan
Karena ada seorang bapak yang lebih tua,
bertanya atau menyatakan sesuatu kepada saya usai sholat sunnah qabliyah isya’.
“Saya lihat bapak waktu mau sujud, lutut dahulu dengan tenang, baru telapak tangan”.
Secara singkat beliau seperti komentar, mana yang benar. Begitu juga gerakan
bangkit dari sujud. Ada yang sempoyongan, walau masih muda dan segar. Kami
belum sempat ngobrol jauh, qomat berkumandang. Pertanyaan sekaligus pernyataan tadi
sampai sekarang “belum terjawab”.
Pernah saya tanyakan kepada salah satu ustadz
yang bertugas sebagai penceramah bakda subuh. Pernah saya diskusikan ala
kadarnya dengan sesama jamaah masjid di tempat tinggal. Ternyata, pertanyaan
sederhana tentang bagian dari gerakan atau rukun sholat, yang selalu kita
hadapi saat menegakkan sholat, belum ditemukan jawabannya. Mengacu sunnah
Rasul, kondisi masih seimbang. Informasi sekunder dari literatur, bahan
tayangan di internet (bahkan laman ormas Islam), kesimpulan masih abu-abu.
Liwat media ini, saya mengajak pembaca untuk
berkontribusi memberikan jawaban yang benar dan baik. Saya pribadi mencoba mengotak-atik
secara akal manusia yang merasa serba bisa, merasa serba tahu.
Awal penalaran, jika orang mendahulukan
telapak tangan saat mau sujud, sepertinya seperti mau tiarap. Jatuh ke depan
dalam gerakan pencak silat. Setelah telapak
tangan bertumpu di sajadah atau alas sholat lainnya, kedua lutut menyusul.
Masalahnya. posisi jatuhnya telapak tangan sembarangan. Terbukti ketika mau
sujud, kedua telapak tangan digeserkan ke depan. Diposisikan di samping wajah.
Bayangkan, kalau sajadah tidak tebal, bisa ikut bergeser. Bayangkan, kalau alas
sholat seperti zaman Rasulullah SAW, apa adanya (?). Misal seperti tikar dari
daun kurma. Lama-lama telapak tangan kita bisa tebal. Tak sedikit yang
mengepalkan tangan, saat mendahulukan tangan saat hendak sujud. Mirip gerakan
mau push-up. Bahkan jelang bangkit dan berdiri takbir.
Logika berikutnya, mau menyembah Allah apa
harus menjatuhkan diri? Seperti tidak ada rangkaian, urutan, tahapan gerak atau
tuma’ninahnya. Ekstremnya, sepertinya kita tergesa-gesa menjatuhkan diri untuk
sujud. Memang sujud adalah posisi kita untuk merendahkan diri, dengan menempelkan
wajah di tanah, di hadapan-Nya.
Cara sujud pun membawa cerita atau bahasan
tersendiri. Ada yang seperti membenturkan jidat ke sajadah. Ada yang memakai
kopiah, topi pak haji, atau penutup kepala lainnya menutupi kening. Kening
tidak bersentuhan langsung dengan tempat/alas sholat. Tak terhitung, jika ada ujung
hidungnya terangkat saat sujud.
Makna istilah “bertekuk lutut”, dianggap
sebagai menyerah kalah, takluk, tak berdaya. Atau ibarat “melempar handuk”.
Saya jadi teringat, bahkan pembaca faham jika
seorang rakyat hendak bertemu raja, ada aturan mainnya. Di depan raja yang
sedang duduk, rakyat mendekat, berlutut diikuti dua telapak tangan saling
menempel, diletakkan di depan hitung, sebagai gerakanmenyembah. Diikuti kata
salam, serta puja-puji. Bahkan jelang mendekati raja, cara jalan pun ada
aturannya.
Bukannya membandingkan. Masuk akal saya, jika
mau sujud, anggota tubuh yang dekat tanah, yang didahulukan atau bahkan
diutamakan untuk menyentuh tanah. Bukan jatuh terduduk. Jadi, lutut yang
didahulukan untuk menyentuh tanah, untuk bertumpu. Setelah tumpuan kaki mapan,
pada posisi sesuai postur tubuh kita, baru tangan menyusul.
Bagaimana gerakan sholat mau bangkit dan berdiri
dari sujud, mau takbir. Akal saya membisikkan, tentunya anggota tubuh yang jauh
dari tanah, didahulukan untuk bergerak.
Mengacu gerakan sholat yang tuma’ninah, angkat wajah diikuti telapak tangan
sampai badan nyaris tegak dan langsung berdiri.
Yang saya tulis ini, tentunya sebagai hal yang saya
lakukan. Sebagai bonus otak-atik gerakan sholat, saat ruku’, saya usahakan
punggung rata, tidak melengkung, dan rata-rata air. Punggung ditekuk ke depan,
bukan dilengkungkan. Saya berharap, pembaca bisa memberi masukan atau tema ini
bisa sebagai bahan diskusi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar