Halaman

Rabu, 30 September 2015

Gerakan Sholat Mau Sujud, Mendahulukan Lutut Atau Telapak Tangan

Gerakan Sholat Mau Sujud, Mendahulukan Lutut Atau Telapak Tangan

Karena ada seorang bapak yang lebih tua, bertanya atau menyatakan sesuatu kepada saya usai sholat sunnah qabliyah isya’. “Saya lihat bapak waktu mau sujud, lutut dahulu dengan tenang, baru telapak tangan”. Secara singkat beliau seperti komentar, mana yang benar. Begitu juga gerakan bangkit dari sujud. Ada yang sempoyongan, walau masih muda dan segar. Kami belum sempat ngobrol jauh, qomat berkumandang. Pertanyaan sekaligus pernyataan tadi sampai sekarang “belum terjawab”.

Pernah saya tanyakan kepada salah satu ustadz yang bertugas sebagai penceramah bakda subuh. Pernah saya diskusikan ala kadarnya dengan sesama jamaah masjid di tempat tinggal. Ternyata, pertanyaan sederhana tentang bagian dari gerakan atau rukun sholat, yang selalu kita hadapi saat menegakkan sholat, belum ditemukan jawabannya. Mengacu sunnah Rasul, kondisi masih seimbang. Informasi sekunder dari literatur, bahan tayangan di internet (bahkan laman ormas Islam), kesimpulan masih abu-abu.

Liwat media ini, saya mengajak pembaca untuk berkontribusi memberikan jawaban yang benar dan baik. Saya pribadi mencoba mengotak-atik secara akal manusia yang merasa serba bisa, merasa serba tahu.

Awal penalaran, jika orang mendahulukan telapak tangan saat mau sujud, sepertinya seperti mau tiarap. Jatuh ke depan dalam gerakan pencak silat.  Setelah telapak tangan bertumpu di sajadah atau alas sholat lainnya, kedua lutut menyusul. Masalahnya. posisi jatuhnya telapak tangan sembarangan. Terbukti ketika mau sujud, kedua telapak tangan digeserkan ke depan. Diposisikan di samping wajah. Bayangkan, kalau sajadah tidak tebal, bisa ikut bergeser. Bayangkan, kalau alas sholat seperti zaman Rasulullah SAW, apa adanya (?). Misal seperti tikar dari daun kurma. Lama-lama telapak tangan kita bisa tebal. Tak sedikit yang mengepalkan tangan, saat mendahulukan tangan saat hendak sujud. Mirip gerakan mau push-up. Bahkan jelang bangkit dan berdiri takbir.

Logika berikutnya, mau menyembah Allah apa harus menjatuhkan diri? Seperti tidak ada rangkaian, urutan, tahapan gerak atau tuma’ninahnya. Ekstremnya, sepertinya kita tergesa-gesa menjatuhkan diri untuk sujud. Memang sujud adalah posisi kita untuk merendahkan diri, dengan menempelkan wajah  di tanah, di hadapan-Nya.

Cara sujud pun membawa cerita atau bahasan tersendiri. Ada yang seperti membenturkan jidat ke sajadah. Ada yang memakai kopiah, topi pak haji, atau penutup kepala lainnya menutupi kening. Kening tidak bersentuhan langsung dengan tempat/alas sholat. Tak terhitung, jika ada ujung hidungnya terangkat saat sujud.

Makna istilah “bertekuk lutut”, dianggap sebagai menyerah kalah, takluk, tak berdaya. Atau ibarat “melempar handuk”.

Saya jadi teringat, bahkan pembaca faham jika seorang rakyat hendak bertemu raja, ada aturan mainnya. Di depan raja yang sedang duduk, rakyat mendekat, berlutut diikuti dua telapak tangan saling menempel, diletakkan di depan hitung, sebagai gerakanmenyembah. Diikuti kata salam, serta puja-puji. Bahkan jelang mendekati raja, cara jalan pun ada aturannya.

Bukannya membandingkan. Masuk akal saya, jika mau sujud, anggota tubuh yang dekat tanah, yang didahulukan atau bahkan diutamakan untuk menyentuh tanah. Bukan jatuh terduduk. Jadi, lutut yang didahulukan untuk menyentuh tanah, untuk bertumpu. Setelah tumpuan kaki mapan, pada posisi sesuai postur tubuh kita, baru tangan menyusul.

Bagaimana gerakan sholat mau bangkit dan berdiri dari sujud, mau takbir. Akal saya membisikkan, tentunya anggota tubuh yang jauh dari tanah, didahulukan untuk bergerak.  Mengacu gerakan sholat yang tuma’ninah, angkat wajah diikuti telapak tangan sampai badan nyaris tegak dan langsung berdiri.

Yang saya tulis ini, tentunya sebagai hal yang saya lakukan. Sebagai bonus otak-atik gerakan sholat, saat ruku’, saya usahakan punggung rata, tidak melengkung, dan rata-rata air. Punggung ditekuk ke depan, bukan dilengkungkan. Saya berharap, pembaca bisa memberi masukan atau tema ini bisa sebagai bahan diskusi. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar