disintegrasi bangsa versi revolusi mental Nusantara,
KIH vs KMP
Kamus politik Nusantara yang telah berumur >70 tahun tidak mencantumkan
adanya kata ‘oposisi’. Prakteknya, di periode 2004-2009 dan 2009-2014, ada
partai politik dalam pilpres 2004 dan 2009 keluar sebagai pemenang kedua, memposisikan
diri sebagai oposisi banci, oposisi banci. Tidak mau masuk barisan pembantu
presiden, namun getol meraih kursi kepala daerah. Lupa kalau gubernur sebagai
perpanjangan tangan pemerintah.
Peninggalan era Orde Baru adalah disorganisasi sosial dan disintegrasi
bangsa. Sejak Reformasi 21 Mei 1998, semangat persatuan dan kesatuan,
diamandemen dengan tambahan yang ‘penting bisa nomer satu’. Hasil nyata dan
terukur munculnya semangat otonomi daerah. Munculnya ratusan partai politik,
akibat kran demokrasi mengucur deras, harus diimbangi dengan pembagian wilayah
kekuasaan. Secara formal dan resmi pilkada menjadi bentuk terselubung pembagian
kekuasaan secara konstitusional.
KIH dan KMP sebagai motor penggerak kendaraan politik 2014-2019, tak lebih
dari upaya disintegrasi bangsa secara bermartabat, atas nama rakyat, atas nama
kepentingan nasional khususnya menjaga citra Nusantara di mata dunia.
Ironis, negara tidak praktek 24 jam dan tidak menjangkau dan menyentuh
rakyat terpencil. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar