Pendahuluan
Kebutuhan air penduduk yang menghuni
rumah maupun perumahan bersifat fluktuatif, dinamis dan terkadang sukar
diprediksi, khususnya yang mengandalkan air tanah. Kebutuhan air minum menjadi
tanggung jawab individu, terlebih jika masuk kategori tak layak minum. Membeli
dari pedagang air sampai mengebor tanah puluhan meter untuk mendapatkan air
bersih sebagai ikhtiar yang wajar. Ironisnya, masyarakat secara tak sadar
memutus mata rantai dari daur ulang dan siklus hidrologi.
Warga kota menegah ke bawah, merintis karir mengadu nasib di
ibu kota negara, Jakarta. Membeli landed
house atau rumah tapak dengan memanfaatkan kredit pemilikan rumah (KPR) ‘yang
dibangun pengembang di pinggiran kota atau di daerah penyangga. Alih fungsi
tanah pertanian, tanah kebon, meratakan gundukan menjadi perumahan bukannya tak
berdampak lingkungan. Tipe rumah berkorelasi dengan luas tanah. Mengikuti
pertambahan jumlah keluarga, bangunan diperluas atau ditingkat. Acap peraturan
koefisen dasar bangunan (KDB) maupun koefisien lantai bangunan (KLB) dilanggar
karena keterbatasan tanah Rumah Sederhana maupun Rumah Menengah.
Menghindari
tanah becek, tanah terbuka atau halaman ditutup dengan perkerasan rabat beton,
yang juga sebagai carport atau area parkir. Tanah halaman yang seharusnya jadi
daerah tangkapan dan resapan air hujan menjadi tidak berfungsi. Air hujan yang
jatuh ke atap rumah pun disalurkan ke selokan depan rumah, tidak dimasukkan ke
bumi melalui sumur resapan. Lubang sampah organis sudah tidak kebagian tempat.
Secara
umum, perumahan dan kawasan permukiman yang tersebar di provinsi Banten, menjadi
penyebab proses infiltrasi dan perkolasi tidak optimal. Ujung-ujungnya bisa
menggangu ketersediaan air baku. Kontribusi
kumpulan rumah atau biasa disebut
perumahan (sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni, sesuai UU
1/2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN”), dalam melestarikan atau
menjaga ketersediaan air tanah sangat nyata.
Wajar, kalau .konflik antara ruang terbangun dengan
ruang terbuka hijau dalam skala tertentu
menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan berkurangnya air yang meresap ke
dalam tanah menjadi air tanah. Konflik bisa terjadi pada rumah kita, karena
pemanfaatan tanah sisa tidak dilakukan dengan cerdas.
.
Penduduk sebagai modal dasar dan
faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan
berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan
yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas
dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Tinjauan
Pustaka
Air bersifat multifungsi,
multimanfaat, multiguna, multidampak maupun multiefek. Di musim kemarau, orang
lebih menghargai air daripada emas. Di musim hujan, air berlimpah dalam bentuk
banjir.
Mulai era Reformasi, air diperhitungkan, dihargai dan dikalkulasi menjadi
komponen perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Hal ini dapat dilacak
di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan keempat)
:
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(3)
Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Ikhtiar
pemerintah provinsi Banten untuk melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945 a.l dengan
menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang “RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2030”,
tersurat :
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 36
(1)
Rencana
pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf c diarahkan untuk mendukung air baku dengan mengoptimalkan peruntukan
sumber air permukaan dan sumber air tanah.
Air baku
diperuntukkan bagi kebutuhan air minum, kebutuhan industri dan kebutuhan pertanian.
Dari arah kebalikan, perlu upaya pelestarian air permukaan dan air tanah, yang
dilakukan oleh pemprov Banten, pihak swasta maupun individu penduduk.
Sumber
air minum rumah di provinsi Banten didominasi oleh sumur bor/pompa yang
dimanfaatkan oleh sebanyak 661.821 rumah atau 24,83%, dari total 2.665.105
rumah (sumber : http://www.dsdap.bantenprov.go.id/read/contents/50.html).
Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang “RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2014”,
atau RKP 2014 dokumen perencanaan pembangunan
nasional untuk periode 1 (satu) tahun, yaitu tahun 2014 yang dimulai pada
tanggal 1 Januari 2014 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2014.
Dalam
kaitannya dengan percepatan peningkatan kapasitas tampung multipurpose per-kapita
serta kapasitas penyediaan air baku bagi masyarakat, berbagai permasalahan dan
tantangan yang masih dihadapi antara lain (a) Masih minimnya kesiapan teknis,
lahan dan penanggulangan masalah sosial, serta pendanaan untuk percepatan
pembangunan waduk baru, terutama yang berada di kawasan berpenghuni dan kawasan
hutan; (b) Penurunan usia pakai waduk yang ada dan peningkatan resiko keamanan
bendungan menjadi Medium-High Risk akibat masalah sedimentasi, serta kelembagaan
unit pengelola bendungan, dan kecukupan pendanaan operasi, pemeliharaan, dan
rehabilitasi bendungan; (c) Menurunnya kondisi 15 Danau Prioritas akibat sedimentasi
dan kelemahan pengendalian pemukiman dan aktivitas sekitar danau; (d)
Kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas penyediaan serta kualitas air baku
di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Semarang yang beresiko kepada pengambilan
air tanah berlebihan; (e) Belum tersedianya infrastruktur air baku yang handal
serta terpadu dalam satu kesatuan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di 30
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan 81 Kota Pusat Investasi (KPI) prioritas
MP3EI; (f) Sangat terbatasnya akses air baku pertanian dan domestik di daerah
kantung kemiskinan MP3KI dan Pulau-Pulau Kecil berpenghuni.
Sektor
sumber daya air dihadapkan kepada berbagai permasalahan dan tantangan yang
terkait dengan a.l 74,0% kebutuhan air minum rumah tangga di Indonesia dipenuhi
dari air tanah yang berpotensi menimbulkan penurunan muka air tanah, intrusi
air laut, sampai peningkatan potensi banjir.
Dalam
rangka penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, permukiman, air minum
dan sanitasi) untuk menunjang peningkatan kesejahteraan, arah kebijakan yang
dilakukan meliputi a.l. pemenuhan sumber alternatif, termasuk air tanah, bagi
daerah yang tidak memiliki ketersedian sumber air baku permukaan yang memadai.
Rakyat
terpesona dengan bahasa di awang-awang, misal membaca : permasalahan dan
tantangan infrastruktur sumber daya air lainnya terkait penanggulangan banjir
dan revitalisasi sungai-danau di pusat pertumbuhan MP3EI adalah: (i) perubahan
iklim yang semakin meningkatkan resiko banjir dan kekeringan, termasuk
terjadinya curah hujan ekstrem di beberapa daerah di Indonesia; (ii) alih
fungsi lahan yang memicu degradasi daerah tangkapan air di hilir; (iii) kondisi
Sungai Besar dan Sungai Perkotaan yang semakin kritis dan terjadinya kerusakan
infrastruktur pengendali banjir; (iv) meningkatnya pertumbuhan penduduk dan
kegiatan ekonomi yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan air; (v)
pencemaran air yang tidak terkontrol yang menyebabkan semakin menurunnya
kualitas air; (vi) pengambilan air secara ilegal; dan (vii) pemanfaatan daerah sempadan
sungai yang tidak sesuai dengan aturan.
Bahasa
di atas perlu diterjemakan oleh pemerintah provinsi Banten menjadi
gerakan dan tindakan nyata di masyarakat. Pemprov Banten berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang “PEMBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN
DAERAH KABUPATEN/KOTA”, mempunyai
kewajiban mengendalikan daya rusak air yang berdampak skala provinsi.
Provinsi
Banten memiliki potensi energi terbarukan yang cukup melimpah, di antaranya
energi air, panas bumi, angin, biomassa, biogas dan surya. Meskipun memiliki
potensi energi terbarukan yang melimpah namun pemanfaatannya baru dilakukan
secara terbatas karena pertimbangan biaya dan teknologi yang terbatas. Jenis
energi terbarukan yang dikembangkan sejauh ini adalah energi air skala kecil
melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pembangkit
Listrik Tenaga Pikohidro, energi surya untuk penerangan rumah tangga perdesaan
serta pemanfaatan biogas maupun biomassa untuk bahan bakar memasak skala rumah
tangga.
Salah
satu energi baru terbarukan yang telah dicoba untuk dikembangkan yaitu PLTMH
yang diperuntukkan wilayah-wilayah
terpencil yang belum terjangkau listrik PLN, dengan sumber pembiayaan baik dari
anggaran daerah ataupun anggaran Pemerintah Pusat.
Dengan
memanfaatkan potensi energi air yang tersebar di wilayah Banten maka
pemanfaatan teknologi dengan mengembangkan PLTMH merupakan solusi alternatif
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah terpencil yang belum
terjangkau listrik PLN.
Kehadiran
PLTMH selain dapat menyediakan energi untuk kebutuhan rumah tangga juga dapat
menyediakan energi yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan-kegiatan produktif terutama pada siang hari ketika beban listrik
rendah sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan aktivitas ekonomi
masyarakat dengan munculnya atau meningkatnya produktivitas industri kecil
rumah tangga. (sumber : http://www.distamben.bantenprov.go.id/read/article-detail/berita/7/Memperbesar-Peluang-Potensi-Energi-Baru-Terbarukan.html).
Metode
Metode yang mendasari penulisan ini adalah asumsi
historis diperkuat analisis kritis atas berbagai kasus di lingkungan tempat
tinggal, yaitu di perumahan KPR-BTN Taman Manggu Indah (TMI), kelurahan Pondok
Aren, kecamatan Pondok Aren, kota Tangerang Selatan, provinsi Banten.
Berbagai kasus merupakan kejadian lingkungan yang
seolah berulang, tipikal dan kurang diantisipasi. Lokasi perumahan di belah
sungai, dibangun tahun 1984 di atas bekas tanah sawah seluas k.l 20 ha, di dua
kelurahan, di tepi jalan raya dan cukup strategis, ternyata menjadi langganan
banjir, khususnya banjir kiriman. Kanan kiri sungai sudah dipasang tanggul
setinggi 1,5 meteran, secara teknis bisa mencegah banjir agar tak masuk
kompleks.
Di musim kemarau, banyak mesin pompa yang harus
kerja keras untuk menyedot air. Pompa air tangan sebagai
fasilitas KPR-BTN, selain sudah pindah lokasi karena penambahan kamar, sudah
diganti dengan pompa listrik. Walau sudah ada warga yang menggunakan sumur semi dalam (40 m-100 m)
menggunakan mesin pompa berdaya 500 W, submersible 1/2 pk sampai 1 pk, berharap
kualitas air lebih bagus dari sumur dangkal, ternyata hasilnya sama saja. Tak
jarang, hanya menggunakan sumur sangat dangkal (0 m-20 m), menggunakan mesin
pompa berdaya 125, tipe engkel maupun semi jet-pump bisa mendapatkan air yang
layak konsumsi.
KDB yang menembus
angka 80%, bahkan bisa mencapai angka
100% di rumah tipe 36, halaman belakang sudah dipenuhi bangunan/kamar sehingga cross
ventilation tidak terjadi, halaman depan ada yang menjadi ruang terbuka
hijau. Pemanfaatan halaman depan sesuai selera dan watak penghuni. Persyaratan
jarak aman antar sumber air dengan septic tank susah dipenuhi, terkadang
semua berada di halaman depan. Tipe rumah yang semula masuk kategori tipe rumah
sederhana, karena jam terbang dan tuntutan kehidupan, rumah berubah menjadi
rumah menengah, bahkan ada yang terbangun menjadi Rumah Mewah.
Air adalah bisnis besar. Wakil Presiden
Bank Dunia Ismael Serageldin pernah berujar, jika berbagai perang pada abad ini
nyaris selalu disebabkan oleh minyak bumi si emas hitam, perang masa depan akan
dipicu oleh emas biru alias air. Satu dekade sejak ucapannya itu, krisis air di
berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, semakin nyata. Sebab itu,
menyelamatkan air bukanlah upaya yang mengada-ada, dan bisa dimulai sejak di
pekarangan rumah kita sendiri.
Salah satu cara penyelamatan air secara
sederhana adalah dengan membuat sumur-sumur resapan (peresap) air hujan. Selain
itu juga upaya holistik lainnya, yaitu dengan pendekatan vegetatif melalui
reboisasi, perluasan hutan kota, taman kota, pembuatan waduk kecil atau embung,
hingga pengelolaan sistem DAS (daerah aliran sungai) terpadu. (sumber : http://forum.tasikmalayakota.go.id/viewtopic.php?id=82, 2008-03-11).
Pembahasan
Secara kasat mata, setelah 30 tahun perumahan TMI
terbangun, yang lokasinya semula jin saja tidak mau buang anak, karena terasa
di ujung dunia, sekarang menjadi di tengah kota Tangerang Selatan.
Aksesibilitas 24 jam, bahkan nyaris jalan utamanya tak pernah lengang. TMI
menjadi komoditas ekonomis, adanya alih fungsi rumah tinggal menjadi lokasi
komersial. Menjadi ajang laga politikus lokal untuk menuju wakil rakyat.
Mengacu 30 tahun TMI, maka asumsi historis diperkuat
analisis kritis semakin menjadi menarik karena fakta pemanfaatan air tanah
secara menerus yang aktual tidak didukung oleh kemampuan air tanah untuk melakukan
daur ulang secara alami. Regenerasi air tanah sesuai dengan sifat air tanah
yang termasuk sumber daya terbaharukan. Memanfaatkan air tanah untuk berbagai keperluan secara rutin tanpa diimbangi dengan pengelolaan sumber
daya air yang benar akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dampak kerusakan
lingkungan sudah dirasakan yaitu terjadinya penurunan permukaan air tanah,
terbentuknya cekungan air tanah kritis, penurunan muka tanah (landsubsidence),
intrusi polutan sampai pada kelangkaan air tanah. Di pihak lain, seolah warga
yang menghuni ribuan rumah di TMI dianggap tak layak atau mampu untuk
berlanggan air minum dari PDAM.
Di dalam area GSB (Garis Sempadan
Bangunan adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap
ruas jalan). kita tidak disarankan membangun sesuatu yang bersifat struktural.
Prakteknya, atap teras sampai batas pagar depan, memberi atap beton di atas carport,
bahkan ada juga yang mendirikan lantai dua di atas carport. Selokan
ditutup blok beton, bahkan ada yang permanen. Menambah ruang komersial sampai
batas pagar depan.
Pemanfaatan tanah halaman di area
GSB, karena nyaris kebanyakan rumah tinggal dibangun memenuhi halaman belakang,
dengan rekayasa teknis sederhana jika saat musim hujan, air hujan diserap tanah dan masuk ke
dalam berbagai lapisan yang ada menjadi air tanah. Air yang masuk dan bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan. Air hujan yang diinjeksikan ke
bumi, dapat berkumpul kembali menjadi cadangan dalam akuifier atau secara
vertikal atau horizontal muncul dan memasuki kembali sistem air permukaan. Pada musim kemarau air resapan ini akan menjadi
logistik bagi sumur-sumur pompa sehingga setiap rumah tangga tidak terjadi
krisis air.
Pengelolaan sampah rumah tangga dan
lingkungan mengandalkan bak sampah. Isi bak sampah yang dibongkar anjing,
kucing dan pemulung menjadi permasalahan tersendiri. Truk sampah memilih dan
memilah mengangkut sampah rumah tangga buangan dapur, atau sampah yang sudah
dibungkus dalam kantong plastik. Penampakan rumah yang nyaris tanpa
penghijauan, bahkan ada yang menjelma menjadi permainan bentuk bidang vertikal
dan horizontal.
Selokan yang menampung limbah rumah
tangga, limpahan air hujan dari tiap rumah, banyak yang menggenang atau hanya
mengalir keliling blok. Saat hujan aliran selokan bisa balik arah. Musim panas
atau kering pun, selokan tak pernah kering. Selokan menjadi tempat sampah panjang,
khususnya oleh pengguna jalan maupun penghuni. Kerja bakti kerok selokan
bersifat sporadis oleh tiap RT tanpa program.
Penutup
Pemanfaatan air tanah untuk berbagai
keperluan, khsususnya rumah tangga di TMI, layak mempertimbangkan faktor kelestarian air
tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu kiat
mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan optimasi ruang
terbuka/halaman rumah. Pelestarian air tanah dengan dasar daur ulang dan siklus
hidrologi, selain dapat menambah jumlah air tanah, juga dapat mengurangi jumlah
limpasan. Infiltrasi maupun perkolasi diperlukan untuk menambah jumlah air yang
masuk ke dalam bumi, dengan demikian maka fluktuasi muka air tanah pada waktu
musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam. Mengisi
air tanah (groundwater recharge) sebagai langkah bijak yang berdampak
jangka panjang bagi lingkungan.
Landasan hukum diperlukan sampai
tingkat operasional di lapangan. Pemanfaatan tanah selain untuk bangunan rumah
tinggal, setiap rumah tinggal wajib membuat :
Langkah pertama, penerapan KDB,
KLB, GSB dan ketinggian rumah tinggal
sesuai RTBL (rencana tata bangunan dan lingkungan), dikombinasikan dengan asas
RTH (ruang terbuka hijau) untuk perkotaan. Sadar hukum ini dalam rangkaian
mewujudkan rumah sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni dan terjangkau, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya, yang berada di lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” adalah
rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas
bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Yang dimaksud dengan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur,
terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi
persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya
prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu
lingkungan.
Langkah kedua,
RTH bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan, dimanfaatkan untuk
tanaman pelindung sampai tanaman hias. Usahakan tanah terbuka jangan dilapis
dengan perkerasan, tanami rumput, ground cover atau dihampari
kerikil/split. Nilai lebih yang dapat diraih antara lain : 1. Tanah jenuh air
dibantu dengan prinsip transpirasi (penguapan dari tanaman). Uap air dapat
dikeluarkan oleh daun tanaman melalui sebuah proses yang dinamakan transpirasi.
Setiap hari tanaman yang tumbuh secara aktif melepaskan uap air 5 sampai 10
kali sebanyak air yang dapat ditahan. Transpirasi akan optimal jika kita
menanam pohon pelindung di halaman depan rumah kita. 2. Rontokkan daun, ranting
bisa kita buang ke lubang sampah, dicampur dengan sampah organis dari dapur. 3.
Rimbunan pohon menambah jumlah oksigen di lingkungan secara alami. 4. Pohon
bisa meminimalisir dampak pencemaran udara dan tanah.
Langkah
ketiga, membuat sumur resapan air hujan di
beberapa tempat sesuai dengan luas dan struktur tanah, curah hujan, untuk
meresapkan air hujan dari atap ke bumi. Kalau memungkinkan buangan air dari
km/wc, dapur atau air limbah rumah tangga dapat dialirkan atau diinjeksikan ke
dalam tanah secara terpadu. Air limbah rumah tangga diolah sebelum
dibuang/disalurkan ke selokan/got depan rumah. Jika mengingat air tanah adalah
air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, maka
sumur resapan secara teknis dapat menampung air hujan dan air limbah rumah
tangga.
Total
jenderal, tanah sisa di setiap kapling rumah diberdayakan untuk penampungan dan
resapan air hujan dan air limbah rumah tangga, selain bermanfaat dalam daur
ulang air tanah dan siklus hidrologi, berfungsi juga dalam rangka pengurangan resiko bencana (banjir
dan genangan).
Langkah keempat, menggali tanah dengan bentuk dan ukuran tertentu untuk tempat pembuangan
sampah rumah tangga organis, dipadatkan secara berkala sampai penuh, dengan
sistem gali lubang tutup lubang. Nilai tambah yang akan diraup antara lain : 1.
Tanah akan terbarukan dan akan bersifat porus atau mudah menyerap air. 2.
Kuantitas tanah relatif bertambah dari hasil pembusukan sampah di lubang
sampah. 3. Lubang sampah secara tak langsung sebagai penampungan dan penyerapan
air hujan. 4. Bekas sawah yang diurug kemungkinan rentan terhadap proses
pelapukan dan pemadatan tanah.
Gali
lubang tutup lubang sebagai tempat pembuangan akhir sampah di setiap rumah,
sebagai upaya nyata konservasi tanah. Terbukti konservasi air
tidak bisa lepas dari konservasi tanah, sehingga keduanya acap disebut
bersamaan menjadi konservasi tanah dan air. Hal ini bermakna, bahwa kegiatan
konservasi tanah akan berpengaruh tidak hanya pada perbaikan kondisi tanah tetapi
juga pada perbaikan kondisi sumber daya airnya, demikian juga sebaliknya.
Tanah
di TMI yang sebelumnya sawah bersifat porus, sehingga air hujan mudah meresap ke dalam tanah sebagai air infiltrasi, air tersebut
semakin lama akan meresap lebih dalam lagi sampai memasuki daerah akuifer dan
akhirnya menjadi air tanah.
Kontribusi
rumah dan perumahan TMI dalam melakukan konservasi air tanah dengan daur ulang
dan siklus hidrologi, sebagai tindakan nyata yang perlu dicermati oleh pemprov
Banten. Dukungan produk hukum pemprov Banten yang aplikabel sampai pelaksanaan
pendekatan bottom-up menunjang terwujudnya budaya “selamatkan air
sebelum air memusnahkan dirimu”.
Daftar
Pustaka
1.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan keempat);
2.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN”;
3.
Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang “PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA”
4.
Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang “RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2014”;
5.
Peraturan
Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang “RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2030;