Halaman

Senin, 31 Maret 2014

Dikotomi TKI, Komoditas Ekonomi vs Komoditas Politik


Kisah sukses TKI mungkin tak sebanding dengan kisah nyata derita di negeri orang lain. Perjuangan TKI tidak cuma sekedar bermodal jiwa raga, bahkan kehormatan diri dan martabat bangsa jadi taruhan dan korban. Kisah sukses pahlawan devisa sangat beragam, semua tergantung dari orangnya.

Masalah TKI adalah masalah bangsa dan negara. Tiap tahun rekam jejak TKI tidak menjadi masukan manjemen, pengingat maupun rapor merah buat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Kita dengan sadar tiap tahun mengulang tindakan dan kesalahan yang sama.

Falsafah BNP2TKI adalah “gugur satu tumbuh seribu”. TKI menjadi terpidana di negeri orang, malah menjadi obyek politik, menjadi wacana media massa. Wakil rakyat angkat bicara jelang pemilu, bukannya ambil langkah nyata, malah menyalahkan eksekutif atau pemerintah. Trias politika bertangung jawab moral atas nasib rakyat Indonesia yang berada di manca negara, apapun tujuannnya.



Jumat, 28 Maret 2014

Kontribusi Perantau/TKI Jawa Barat Bangun Kampung Halaman

oleh : Herwin Nur

Nomenklatur organisasi perangkat daerah yang bermuatan lokal yaitu Biro Administrasi Pembangunan Dan Kerjasama Rantau, terdapat di pemprov Sumatera Barat, sejarah memang telah membuktikan kontribusi perantau.

            Kontribusi Orang Awak tidak sebatas pada kampung halamannya saja, bahkan Nusantara, a.l dengan gelar Proklamator. Dominasi  jiwa dagang, banyak perantau Minang yang sukses di pulau seberang atau negeri orang, saat mudik geliatkan dan gairahkan sektor riil. Imbas semangat otonomi daerah, 15-20% APBD Kabupaten / Kota yang dapat digunakan untuk Belanja Publik, sedangkan sekitar 80% untuk Belanja Pegawai. Kemampuan Pemerintah Daerah membangun ranah Minang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanya 1/3 sedangkan 2/3 kebutuhan lainnya butuh dukungan pihak ketiga yang salah satunya potensi perantau (data angka dari “Kekuatan Perantau Minang Dalam Membangun Kampung Halaman”, Erpindo, S.Kom, Jumat, 28 Juni 2013).

Strata Pemudik
Evolusi motivasi pemudik di bulan Ramadhan yang semula jadi ciri khas pembantu rumah tangga (kerja di kota balik ke tempat tinggalnya, di desa), meningkat dilakukan oleh pembantu presiden. Bahkan tradisi budaya dan ritual religi mudik 1434 H seolah menjadi wajib.

Strata kelas menengah semakin bertambah, mulai dari bawah. Mereka adalah generasi muda atau bahkan anak-anak yang tidak mengandalkan pendidikan formal, karena himpitan dan tekanan hidup, berjibaku dengan kerasnya hidup menjadi produktif.

Ada juga kelas menengah yang berasal dari mereka yang mengandalkan potensi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sertifikasi guru mendongkrak kemampuan finansial, berbagai jabatan fungsional menjadi profesi yang dilirik dan diminati.

Bank Dunia mendefinisikan kelas menengah adalah mereka dengan pengeluaran harian per kapita antara US$2 hingga US$20. Namun, kelas menengah Indonesia masih didominasi kelas menengah rendah, yaitu mereka yang pengeluaran harian per kapita sebesar US$2–4.  

Aliran Rupiah
Arus manusia balik kampung identik dengan aliran uang ke tanah kelahiran yang dibelanjakan atau sebagai investasi. Walau bersifat setahun sekali, jangan lupa para perantau, bahkan yang sampai mancanegara sebagai TKI tiap bulan kirim uang ke keluarganya.

Kemana dan untuk apa aliran uang mengendap, apakah berumpan balik dengan kesejahteraan saja, atau bisa ikut memakmurkan lingkungan desa/kelurahan atau kabupaten/kotanya. Peran pemerintah kabupaten/kota dalam mengantisipasi potensi perantau/pemudik sangat dibutuhkan, sebagaimana pemprov Sumbar berikut pemkab/pemkot telah melakukan tindakan nyata.

Jakarta sebagai pemasok aliran Rp yang dibawa pemudik, mulai dari birokrat sampai PKL atau pedagang di pasar tradisional. Para pekerja/buruh yang tidak mudik,  merasa keberatan dengan cuti bersama karena mereka kehilangan kesempatan untuk mendapat tunjangan tidak tetap, uang lembur, ataupun uang transportasi.

Kisah Sukses
Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai pemasok TKI terbesar di Indonesia (5 kabupaten menjadi daerah pengiriman TKI terbesar yaitu Cirebon, Indramayu, Subang, Cianjur dan Sukabumi), kisah suskesnya bisa dilihat pada dibangunannya rumah tinggal yang lebih baik dari sebelumnya. Kisah sukses TKI mungkin tak sebanding dengan kisah derita di negeri orang lain. Perjuangan TKI tidak sekedar jiwa raga, bahkan kehormatan diri dan bangsa jadi korban. Kisah sukses pahlawan devisa sangat beragam, semua tergantung dari orangnya.

Jabar sedang dalam proses membuat peraturan daerah, dengan muatan antisipatif antara lain perlindungan anak-anak TKI.  Pemberdayaan bagi TKI pasca kontrak di mancanegara, sehingga mereka mempunyai perencanaan yang baik dalam pengelolaan keuangan dan keterampilan yang baik. TKI yang terbiasa digaji dengan standar Dolar, akan malas jika kerja di kampung halamannya dengan standar Rp.

Di sisi lain Jabar sebagai kota tujuan  menuntut ilmu perguruan tinggi, jika mudik masal maka tempat kos anak kampus bisa lengang. Pekerja/buruh lokal mempunyai daya finansial yang patut diperhitungkan.

Saran
Strategi pemberdayaan potensi perantau dengan komunikasi dua arah, antara perantau dengan masyarakat serta pemerintah daerah dalam menjaring kebutuhan dan kemampuan nyata desa/kelurahan.

Optimalisasi dan penguatan pelayanan satu atap tenaga kerja luar negeri yaitu Balai Pelayanan Terpadu Tenaga Kerja Luar Negeri Jawa Barat, tidak hanya satu arah, ditingkatkan dengan menginvetarisasi potensi perantau/TKI serta mempererat dan mempertahankan hubungan antara pemkab/pemkot dengan perantau/TKI sehingga terus terbangun komunikasi aktif dengan perantau.

Peran aktif perantau/TKI dalam proses pembangunan Jawa Barat, baik dalam perencanaan, dukungan dana maupun pelaksanaan. Perantau/TKI tidak hanya sebagai penerima atau pengguna manfaat pembangunan [HaeN].







Selasa, 25 Maret 2014

PELINTIRISASI vs DRAMATISASI

Beranda » Berita » Opini
Jumat, 21/11/2008 01:18

Barisan penyelenggara Negara, yang dimontori dan didominasi politikus utawa poitisi sipil dengan alasan keamanan dan keimanan; demi kepentingan umum dan masa depan bangsa; mengutamakan ketertiban umum dan keterbitan aturan perundangan, maka suka tak suka mudah terjadi praktek pelintirasai fakta dan berita. Memang soal tarif lebih murah dibanding Negara lain yang notabene lebih berkemakmuran dan bersejahteraan. Soal yang lain, termasuk demokrasi, Nusantara termasuk negara yang terbuka. Tak ada yang tabu dan sacral dalam trias politica.

Antar penyelenggara bisa saling unjuk gigi dan jemur gigi. Jikalau ada persamaan, soal selera, sama-sama butuh hidup ala kadarnya. Hidup pas-pasan serta berkepribadian. Mosok tikus birokrasi mati meninggalkan janji. Siapa menguasai media massa akan menguasai dunia, tak ada batas ruang, tak ada jarak tempuh, dan tak ada edaran waktu. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menyebabkan kita bisa menjelajahi dunia maya bak fatamorgana.

Citra lain media massa yaitu bisa menciptakan opini (termasuk Opini MPR), membangkitkan sentimen pasar, membangun imej terlarang, merangsang libido hewani, menjungkirbalikkan peradaban menjadi hiburan, mengolah data dan fakta menjadi bahan kampanye, mensterilkan norma dan moral menjadi ajang bisnis syahwat, mengaburkan batas antara yang hak dan yang batil, mempercepat dan mempermudah jalur menuju dan menjadi penghuni Jahanam, dsb.

Kedua domain tadi mempunyai persamaan dalam hal jual beli kepercayaan. Memang media massa bisa menjadi alat sakti, obat mujarab, sarana ampuh, taktik jitu. Bukan tergantung siapa yang menggunakan, tergantung bagaimana menggunakannya. Jadi titik temu kedua dimensi tadi adalah pada dampak terjadinya pelintirisasi dan dramatisasi dalam segala bentuk dan tatanan hidup. Masing pihak akan saling meyilahkan dan menyalahkan (hn).


Memerdekakan Bangsa Dan Negara Dari Perbudakan Syahwat Politik

Dasar-Dasar Pemerintahan
Surat An Nisaa' yang terdiri dari 176 ayat itu, adalah surat Madaniyyah yang terpanjang sesudah surat Al Baqarah. Dinamakan An Nisaa' (wanita) karena dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita. Hukum Keluarga sebagai pokok hukum pertama yang diperintahkan Allah. Secara formal, pemerintah melalui UU 52/2009 menjelaskan bahwa Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Masalah pusaka Kalalah (Kalalah ialah seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak) sebagai pokok hukum terakhir yang ditetapkan Allah dalam surat An Nisaa'.

Betapa dalam keluarga ada aturan mainnya (beberapa macam 'aqad, seperti perkawinan, perceraian, wasiat dan sebagainya) termasuk berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh (dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim). Bermasyarakat, hubungan antar keluarga, rumah tangga sebagai modal dasar berbangsa dan bernegara.

Pokok hukum dasar-dasar  pemerintahan diawali dengan terjemahan [QS An Nisaa’ (4) : 58] : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Manusia sebagai kalifah di muka bumi, mempunyai otoritas mengatur dirinya sendiri. Manusia diciptakan Allah dalam bentuk berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling kenal-mengenal.

Fokus pada kata kunci ‘menetapkan hukum di antara manusia’, kita simak bagaimana pelaksanaannya sekarang di Indonesia.

Fakta Fungsi Legislasi
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) selaku pemegang kekuasaan membentuk UU (undang-undang) (Pasal 70 ayat (1)  UU 27/2009). Selain fungsi legislasi, DPR mempunyai fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Pengawasan terhadap pelaksanaan UU dan APBN.

Di tahun terakhir periode 2009-2014, diberitakan bahwa pekerjaan rumah DPR dalam bidang legislasi kian berat. Sebanyak 66 RUU (Rancangan Undang-Undang) disahkan masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2104. Sementara kinerja anggota dewan dalam menyelesaikan sejumlah RUU dalam Prolegnas 2013 juga terlihat kurang maksimal. Dalam rapat paripurna yang dipimpin Taufik Kurniawan mengetuk palu sidang pertanda mengesahkan 71 RUU Prolegnas.

Wakil Ketua Baleg (Badan Legislasi) Abdul Kadir Karding dalam laporannya di sidang paripurna merinci, 34 (51,52%) RUU dari 66 RUU Prolegnas 2014 merupakan sisa RUU Prolegnas 2013 yang belum rampung diselesaikan pembahasannya dalam tahap pembicaraan tingkat I. Sedangkan 6 RUU dalam tahap harmonisasi di Baleg. Sementara 13 RUU dalam tahap akhir penyusunan oleh DPR.

Realisasi Prolegnas 2013 belum maksimal. Buktinya, dari 75 RUU Prolegnas 2013, hanya 20 (26,67%) RUU yang dapat diselesaikan. Kendala yang dihadapi a.l  :Pertama, tingkat penyelesaian penyusunan RUU berjalan lambat dari DPR dan pemerintah. Kedua, terdapat sejumlah RUU yang tertunda pembahasannya alias deadlock. disebabkan adanya ketidaksepahaman antara pemerintah dengan DPR. Atau  adanya ketidaksepakatan antar kementerian yang ditugaskan membahas RUU. Ketiga, ketaatan terhadap pemenuhan penjadwalan legislasi masih kurang. Akibatnya menyulitkan tercapainya kuorum. Walhasil  berujung pada penundaan pembahasan sebuah RUU. (sumber : http://www.hukumonline.com. Selasa, 17 Desember 2013).

Fakta Partispasi Masyarakat
Kendala utama 560 anggota DPR yang identik anggota partai politik dalam menjalankan fungsinya adalah beban politik, khususnya proses legislasi. Gairah DPR membara jika ada pesanan pasal RUU yang komersial. Soal RUU yang pro-rakyat selalu akan diserahkan ke anggota DPR periode berikutnya.

Ayat ‘Mekanisme keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, tersurat dua kali dalam UU 27/2009, sebagai bagian tata tertib DPR dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Pesta demokrasi menghasilkan sistem perwakilan yang seharusnya semakin memperkuat posisi masyarakat dalam representasi. Hubungan antara DPR dan konstituennya harus dijalankan dalam kerangka representasi. Pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat dilakukan antara lain melalui pembukaan ruang partisipasi publik, transparansi pelaksanaan fungsi, dan pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat. Hak-hak sipil dan politik, khususnya dalam pesta demokrasi lima tahun sekali, hanya diperhatikan selama 5 menit, saat hari pencoblosan.

Kenyataannya, masyarakat hanya sebagai penerima UU dalam bentuk barang jadi. Usulan pasal dan ayat dalam UU memang bukan proses dari bawah, bukan menampung aspirasi papan bawah, bukan sebagai hasil studi banding blusukan ke masyarakat.

Fakta Menetapkan Dengan Adil
Fakta ‘menetapkan hukum di antara manusia’ sebagai proses dan produk politik sangat ditentukan oleh syahwat politik yang melahirkannya. Kendati DPR bukan pemain tunggal, namun tetap didominasi oleh kepentingan politik para pihak pemegang kekuasaan dalam periodenya. Target prolegnas yang tidak bisa dicapai per tahun anggaran, terkadang di sisi lain DPR bisa menyajikan UU cepat saji (misal UU pemekaran wilayah, pembentukan provinsi dan kabupaten/kota).

Andai masyarakat atau pihak penerima manfaat merasa berkeberatan, dapat mengajukan judicial review atau sebagai “hak uji materiil”. UU yang sudah disahkan bisa saja bertentangan dengan peraturan yang secara hirarkis lebih tinggi,  apalagi bertolak belakang dengan kepentingan rakyat.

Aksi unjuk rasa dan unjuk raga oleh elemen masyarakat atas pasal/ayat UU yang dianggap merugikan hanya dianggap sebagai dinamika kebebasan sesuai Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Memang argo UU efektif dan efisien setelah ada produk hukum di bawahnya, yang akhirnya menjangkau masyarakat. Memang tidak semua keinginan masyarakat dapat diakomodir dalam UU. Memang tidak semua masyarakat mengetahui apalagi memahami proses legislasi. Terlebih jika proses legislasi ibarat memoles roti tawar dengan penyedap mata dan perasa yang memanjakan lidah [HaeN].



Dakwah Kalam Memadukan Nilai Agama Dengan Asas Hidup Bermasyarakat, Berbangsa, Dan Bernegara.

Kilas Balik
Ironis, goresan pena pikiran para pendiri bangsa, di zaman pra-Proklamasi 1945 sampai di era Orde Lama, kendati kondisi pers maupun teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat itu masih ala kadarnya, masih bisa kita simak sampai di era Reformasi. Paling runyam, di era Reformasi justru yang banyak bicara dianggap sebagai pemikir, yang berfikir tidak punya wadah, tempat dan waktu untuk bicara.  Muncul strata baru di masyarakat, misal pekerja pers, pekerja politik, pekerja entertainment yang bekerja di industrinya masing-masing. Bahkan pekerja pers merasa bisa atau bahkan merasa di atas penyelenggara negara dengan acara, adegan maupun atraksi dalam format dialog, diskusi dan debat yang mengkritisi kebijakan pemerintah. Saling menghujat atau saling menjilat menjadi menu utama para pekerja politik.

Hubungan antara Ulama dengan Umara menjadi dikotomis atau dilematis, justru datangnya dari sikap umat Islam yang mau main di dua panggung sekaligus, atau hanya sebagai penonton, penggembira yang mirip bonek (bondo nekat). Kita pakai pengertian ulil amri adalah umara (pimpinan pemerintahan) bersama ulama (pemimpin agama) sebagai satu kesatuan.

Umat Islam, secara individu, yayasan atau bahkan dalam wadah organisasi masa (ormas) atau bahkan partai politik (parpol), wajib peduli dengan syiar dan dakwah Islam. Memang diperlukan dukungan formal pemerintah melalui produk hukum, misal UU sampai peraturan di tingkat kabupaten/kota. Ormas maupun parpol terkadang hanya peduli atau mengkritisi kebijakan pemerintah, lebih peka terhadap urusan negara, lupa pada masalah di akar rumput. Ormas/parpol baru kebakaran jenggot jika muncul kasus. Muncul berbagai komentar, argumen, wacana malah menjadi sasaran empuk media elektronika.

Hak Perorangan
Generasi muda Islam, merasa urusan Islam menjadi urusan yang mempunyai ilmu agama. Islam menjadi urusan wajib kyai, ustadz, ulama, haji, madrasah, pesantren. Ormas / parpol Islam mempunyai dan menjalankan misi ganda. Bahkan dengan ringan kata mengatakan agama urusan dan tanggung jawab Pemerintah.

Umat Islam di Indonesia, sebagai individu atau perorangan bisa mempunyai andil dalam memperjuangkan agama Islam. Bisa berjuang di rumah dan mulai dari rumah, dengan memanfaatkan kemajuan TIK. Kita mengacu betapa pemerintah telah memberikan payung hukum yang harus kita sikapi dengan cerdas, karena mengatur hak dan kewajiban umat Islam yaitu :
Pasal 28C, butir (2) UUD 1945 : “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”
Pasal 28E, butir (3) UUD 1945 : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
 Pasal 28J, butir (1) UUD 1945 : “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Rambu-rambu di atas, diperkuat dengan produk hukum di bawahnya sampai tingkat kabupaten/kota. Tinggal bagaimana umat Islam menggulirkan peluang, mengoptimalkan ruang juang serta merumuskan ‘apa saja yang bisa saya lakukan’ atau ‘siapa berbuat apa’.

Bela Agama Allah
 Umat Islam tidak perlu curiga berlebihan atas niatan pemerintah atau pihak tertentu untuk menghilangkan kolom ‘Agama” pada e-KTP. Tetapi jangan sampai kecolongan dengan modus operandi pembelotan akidah. Sertifikasi bagi para ustadz (guru agama) dan ulama, stigma Islam KTP, fenomena Islam statistik atau ungul dalam jumlah justru menjadi pemacu dan pemicu bagaimana cara mengislamkan umat Islam. Memformat ulang sistem pendidikan/pengajaran formal agama Islam sekaligus membudayakan fakto ajar di keluarga. Rumah tangga / keluarga sebagai sekolah, madrasah, dan pesantren yang pertama dan utama bagi anak.

Berbasis paket ‘mengislamkan umat Islam’ bisa sederhana, bisa rumit bin muskil. Kita mengacu pada makna ‘membela agama Allah’, sebagaimana fiman Allah yang diabadikan dalam Al-Qur’an [QS Al Hajj (22) : 40], [QS Al Hadiid (57) : 25] dan khususnya [QS Muhammad (7) : 7] :Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Dakwah Kalam
Jujur saja, dakwah kalam liwat media online Islam lebih banyak ke hablum minallah, sehingga urusan hablum minannas dikemas seolah tidak melihat dunia nyata atau keluar dari tempurung kelapa, khususnya dalam kehidupan nermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Urusan  hablum minal 'alam (hubungan dengan alam sekitar) seolah memasuki dunia lain.

Kontributor didominasi yang sudah mengantongi ijazah sarjana, lulusan ponpes, ber”sertifikat” sebagai ustadz dan ulama, kurang diimbangi oleh yang mempunyai jam terbang sebagai pelayan masyarakat, atau yang berkutat di akar rumput. Ilmu umum yang mencermati agama semakin memperkaya khazanah substansi dan tampilan.

Budaya malas baca dan  gagap teknologi menjadi PR besar  pengelola media cyber dakwah. Di masjid pun, umat Islam gemar jiping (mengaji kuping) sambil duduk santai dan jarang terlibat dalam diskusi.  Menterjemahkan bahasa langit ke bahasa bumi sebagai resep sederhana yang tidak menggurui pembaca. Struktur dan tampilan/tayangan konten bersifat dinamis dan atraktif serta mempunyai nilai jual. [HaeN]


-----------------

Senin, 24 Maret 2014

Pendidikan Politik Buat Yang Melek Politik


Kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat jika disimak dengan kaca mata politik, komentar apa pun sah dilontarkan. Begitu juga sebaliknya, andai hiruk-pikuk panggung politik ditakar dengan kaca mata moral, kritik menghardik pekerja politik tak tergelitik.

Kampanye pesta demokrasi lima tahun sekali yang diberitakan penuh pelanggaran, wajar berebut simpati dan empati. Mau ajak kakek neneknya, anak cucu, mboyong tetangga satu RT, mengerahkan anak SD tidak melanggar pasal kepantasan. Kampanye jalanan, di lapangan, di pasar, model turba (turun ke bawah), kerja bakti massal atau mendadak peduli, peka dan tanggap terhadap nasib anak bangsa sebagai bumbu penyedap.


Hak sipil dan politik rakyat pemilih hanya menggunakan hak pilihnya. Pasca pemilu, rakyat hanya sebagai selilit demokrasi, sebagai debu di mata. Jadi, tepatnya, pendidikan politik justru diterapkan bagi oknum yang akan terjun di panggung politik. Sehingga mereka, khususnya yang akan menyandang gelar wakil rakyat yang terhormat, penyelenggara negara yang bermartabat, tahu betul seberapa banyak haknya dan seberapa besar kewajibannya [HaeN].

Kamis, 20 Maret 2014

Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Mendukung Keberlanjutan Sumber Energi di Provinsi Banten (tinjauan kasus pelestarian air tanah di perumahan Taman Manggu Indah, Pondok Aren, kota Tengerang Selatan)


Pendahuluan
Kebutuhan air penduduk yang menghuni rumah maupun perumahan bersifat fluktuatif, dinamis dan terkadang sukar diprediksi, khususnya yang mengandalkan air tanah. Kebutuhan air minum menjadi tanggung jawab individu, terlebih jika masuk kategori tak layak minum. Membeli dari pedagang air sampai mengebor tanah puluhan meter untuk mendapatkan air bersih sebagai ikhtiar yang wajar. Ironisnya, masyarakat secara tak sadar memutus mata rantai dari daur ulang dan siklus hidrologi.

Warga kota menegah ke bawah, merintis karir mengadu nasib di ibu kota negara, Jakarta. Membeli  landed house atau rumah tapak dengan memanfaatkan kredit pemilikan rumah (KPR) ‘yang dibangun pengembang di pinggiran kota atau di daerah penyangga. Alih fungsi tanah pertanian, tanah kebon, meratakan gundukan menjadi perumahan bukannya tak berdampak lingkungan. Tipe rumah berkorelasi dengan luas tanah. Mengikuti pertambahan jumlah keluarga, bangunan diperluas atau ditingkat. Acap peraturan koefisen dasar bangunan (KDB) maupun koefisien lantai bangunan (KLB) dilanggar karena keterbatasan tanah Rumah Sederhana maupun Rumah Menengah.

Menghindari tanah becek, tanah terbuka atau halaman ditutup dengan perkerasan rabat beton, yang juga sebagai carport atau area parkir. Tanah halaman yang seharusnya jadi daerah tangkapan dan resapan air hujan menjadi tidak berfungsi. Air hujan yang jatuh ke atap rumah pun disalurkan ke selokan depan rumah, tidak dimasukkan ke bumi melalui sumur resapan. Lubang sampah organis sudah tidak kebagian tempat.

Secara umum, perumahan dan kawasan permukiman yang tersebar di provinsi Banten, menjadi penyebab proses infiltrasi dan perkolasi tidak optimal. Ujung-ujungnya bisa menggangu ketersediaan air baku. Kontribusi kumpulan rumah atau biasa disebut  perumahan (sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni, sesuai UU 1/2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN”), dalam melestarikan atau menjaga ketersediaan air tanah sangat nyata.

Wajar, kalau .konflik antara ruang terbangun dengan ruang terbuka hijau dalam skala tertentu menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah. Konflik bisa terjadi pada rumah kita, karena pemanfaatan tanah sisa tidak dilakukan dengan cerdas.
Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Tinjauan Pustaka
Air bersifat multifungsi, multimanfaat, multiguna, multidampak maupun multiefek. Di musim kemarau, orang lebih menghargai air daripada emas. Di musim hujan, air berlimpah dalam bentuk banjir.

Mulai era Reformasi, air  diperhitungkan, dihargai dan dikalkulasi menjadi komponen perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Hal ini dapat dilacak di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan keempat) :

BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(3)     Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan  dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ikhtiar pemerintah provinsi Banten untuk melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945 a.l dengan menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang “RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2030”, tersurat :
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 36
(1)     Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c diarahkan untuk mendukung air baku dengan mengoptimalkan peruntukan sumber air permukaan dan sumber air tanah.

Air baku diperuntukkan bagi kebutuhan air minum, kebutuhan industri dan kebutuhan pertanian. Dari arah kebalikan, perlu upaya pelestarian air permukaan dan air tanah, yang dilakukan oleh pemprov Banten, pihak swasta maupun individu penduduk.

Sumber air minum rumah di provinsi Banten didominasi oleh sumur bor/pompa yang dimanfaatkan oleh sebanyak 661.821 rumah atau 24,83%, dari total 2.665.105 rumah (sumber : http://www.dsdap.bantenprov.go.id/read/contents/50.html).

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang “RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2014”, atau RKP 2014 dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun, yaitu tahun 2014 yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2014.

Dalam kaitannya dengan percepatan peningkatan kapasitas tampung multipurpose per-kapita serta kapasitas penyediaan air baku bagi masyarakat, berbagai permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi antara lain (a) Masih minimnya kesiapan teknis, lahan dan penanggulangan masalah sosial, serta pendanaan untuk percepatan pembangunan waduk baru, terutama yang berada di kawasan berpenghuni dan kawasan hutan; (b) Penurunan usia pakai waduk yang ada dan peningkatan resiko keamanan bendungan menjadi Medium-High Risk akibat masalah sedimentasi, serta kelembagaan unit pengelola bendungan, dan kecukupan pendanaan operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi bendungan; (c) Menurunnya kondisi 15 Danau Prioritas akibat sedimentasi dan kelemahan pengendalian pemukiman dan aktivitas sekitar danau; (d) Kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas penyediaan serta kualitas air baku di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Semarang yang beresiko kepada pengambilan air tanah berlebihan; (e) Belum tersedianya infrastruktur air baku yang handal serta terpadu dalam satu kesatuan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di 30 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan 81 Kota Pusat Investasi (KPI) prioritas MP3EI; (f) Sangat terbatasnya akses air baku pertanian dan domestik di daerah kantung kemiskinan MP3KI dan Pulau-Pulau Kecil berpenghuni.

Sektor sumber daya air dihadapkan kepada berbagai permasalahan dan tantangan yang terkait dengan a.l 74,0% kebutuhan air minum rumah tangga di Indonesia dipenuhi dari air tanah yang berpotensi menimbulkan penurunan muka air tanah, intrusi air laut, sampai peningkatan potensi banjir.

Dalam rangka penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, permukiman, air minum dan sanitasi) untuk menunjang peningkatan kesejahteraan, arah kebijakan yang dilakukan meliputi a.l. pemenuhan sumber alternatif, termasuk air tanah, bagi daerah yang tidak memiliki ketersedian sumber air baku permukaan yang memadai.

Rakyat terpesona dengan bahasa di awang-awang, misal membaca : permasalahan dan tantangan infrastruktur sumber daya air lainnya terkait penanggulangan banjir dan revitalisasi sungai-danau di pusat pertumbuhan MP3EI adalah: (i) perubahan iklim yang semakin meningkatkan resiko banjir dan kekeringan, termasuk terjadinya curah hujan ekstrem di beberapa daerah di Indonesia; (ii) alih fungsi lahan yang memicu degradasi daerah tangkapan air di hilir; (iii) kondisi Sungai Besar dan Sungai Perkotaan yang semakin kritis dan terjadinya kerusakan infrastruktur pengendali banjir; (iv) meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan air; (v) pencemaran air yang tidak terkontrol yang menyebabkan semakin menurunnya kualitas air; (vi) pengambilan air secara ilegal; dan (vii) pemanfaatan daerah sempadan sungai yang tidak sesuai dengan aturan.

Bahasa di atas perlu diterjemakan oleh pemerintah provinsi Banten menjadi gerakan dan tindakan nyata di masyarakat. Pemprov Banten berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang “PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA”, mempunyai kewajiban mengendalikan daya rusak air yang berdampak skala provinsi.

Provinsi Banten memiliki potensi energi terbarukan yang cukup melimpah, di antaranya energi air, panas bumi, angin, biomassa, biogas dan surya. Meskipun memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah namun pemanfaatannya baru dilakukan secara terbatas karena pertimbangan biaya dan teknologi yang terbatas. Jenis energi terbarukan yang dikembangkan sejauh ini adalah energi air skala kecil melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro, energi surya untuk penerangan rumah tangga perdesaan serta pemanfaatan biogas maupun biomassa untuk bahan bakar memasak skala rumah tangga.

Salah satu energi baru terbarukan yang telah dicoba untuk dikembangkan yaitu PLTMH yang  diperuntukkan wilayah-wilayah terpencil yang belum terjangkau listrik PLN, dengan sumber pembiayaan baik dari anggaran daerah ataupun anggaran Pemerintah Pusat.

Dengan memanfaatkan potensi energi air yang tersebar di wilayah Banten maka pemanfaatan teknologi dengan mengembangkan PLTMH merupakan solusi alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah terpencil yang belum terjangkau listrik PLN.

Kehadiran PLTMH selain dapat menyediakan energi untuk kebutuhan rumah tangga juga dapat menyediakan energi yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan produktif terutama pada siang hari ketika beban listrik rendah sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan aktivitas ekonomi masyarakat dengan munculnya atau meningkatnya produktivitas industri kecil rumah tangga. (sumber : http://www.distamben.bantenprov.go.id/read/article-detail/berita/7/Memperbesar-Peluang-Potensi-Energi-Baru-Terbarukan.html).

Metode
Metode yang mendasari penulisan ini adalah asumsi historis diperkuat analisis kritis atas berbagai kasus di lingkungan tempat tinggal, yaitu di perumahan KPR-BTN Taman Manggu Indah (TMI), kelurahan Pondok Aren, kecamatan Pondok Aren, kota Tangerang Selatan, provinsi Banten.

Berbagai kasus merupakan kejadian lingkungan yang seolah berulang, tipikal dan kurang diantisipasi. Lokasi perumahan di belah sungai, dibangun tahun 1984 di atas bekas tanah sawah seluas k.l 20 ha, di dua kelurahan, di tepi jalan raya dan cukup strategis, ternyata menjadi langganan banjir, khususnya banjir kiriman. Kanan kiri sungai sudah dipasang tanggul setinggi 1,5 meteran, secara teknis bisa mencegah banjir agar tak masuk kompleks.

Di musim kemarau, banyak mesin pompa yang harus kerja keras untuk menyedot air. Pompa air tangan sebagai fasilitas KPR-BTN, selain sudah pindah lokasi karena penambahan kamar, sudah diganti dengan pompa listrik. Walau sudah ada warga yang menggunakan sumur semi dalam (40 m-100 m) menggunakan mesin pompa berdaya 500 W, submersible 1/2 pk sampai 1 pk, berharap kualitas air lebih bagus dari sumur dangkal, ternyata hasilnya sama saja. Tak jarang, hanya menggunakan sumur sangat dangkal (0 m-20 m), menggunakan mesin pompa berdaya 125, tipe engkel maupun semi jet-pump bisa mendapatkan air yang layak konsumsi.

KDB yang menembus angka 80%,  bahkan bisa mencapai angka 100% di rumah tipe 36, halaman belakang sudah dipenuhi bangunan/kamar sehingga cross ventilation tidak terjadi, halaman depan ada yang menjadi ruang terbuka hijau. Pemanfaatan halaman depan sesuai selera dan watak penghuni. Persyaratan jarak aman antar sumber air dengan septic tank susah dipenuhi, terkadang semua berada di halaman depan. Tipe rumah yang semula masuk kategori tipe rumah sederhana, karena jam terbang dan tuntutan kehidupan, rumah berubah menjadi rumah menengah, bahkan ada yang terbangun menjadi Rumah Mewah.

Air adalah bisnis besar. Wakil Presiden Bank Dunia Ismael Serageldin pernah berujar, jika berbagai perang pada abad ini nyaris selalu disebabkan oleh minyak bumi si emas hitam, perang masa depan akan dipicu oleh emas biru alias air. Satu dekade sejak ucapannya itu, krisis air di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, semakin nyata. Sebab itu, menyelamatkan air bukanlah upaya yang mengada-ada, dan bisa dimulai sejak di pekarangan rumah kita sendiri.

Salah satu cara penyelamatan air secara sederhana adalah dengan membuat sumur-sumur resapan (peresap) air hujan. Selain itu juga upaya holistik lainnya, yaitu dengan pendekatan vegetatif melalui reboisasi, perluasan hutan kota, taman kota, pembuatan waduk kecil atau embung, hingga pengelolaan sistem DAS (daerah aliran sungai) terpadu. (sumber : http://forum.tasikmalayakota.go.id/viewtopic.php?id=82,  2008-03-11).

Pembahasan
Secara kasat mata, setelah 30 tahun perumahan TMI terbangun, yang lokasinya semula jin saja tidak mau buang anak, karena terasa di ujung dunia, sekarang menjadi di tengah kota Tangerang Selatan. Aksesibilitas 24 jam, bahkan nyaris jalan utamanya tak pernah lengang. TMI menjadi komoditas ekonomis, adanya alih fungsi rumah tinggal menjadi lokasi komersial. Menjadi ajang laga politikus lokal untuk menuju wakil rakyat.

Mengacu 30 tahun TMI, maka asumsi historis diperkuat analisis kritis semakin menjadi menarik karena fakta pemanfaatan air tanah secara menerus yang aktual tidak didukung oleh kemampuan air tanah untuk melakukan daur ulang secara alami. Regenerasi air tanah sesuai dengan sifat air tanah yang termasuk sumber daya terbaharukan. Memanfaatkan air tanah untuk berbagai keperluan secara rutin tanpa diimbangi dengan pengelolaan sumber daya air yang benar akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan sudah dirasakan yaitu terjadinya penurunan permukaan air tanah, terbentuknya cekungan air tanah kritis, penurunan muka tanah (landsubsidence), intrusi polutan sampai pada kelangkaan air tanah. Di pihak lain, seolah warga yang menghuni ribuan rumah di TMI dianggap tak layak atau mampu untuk berlanggan air minum dari PDAM.

Di dalam area GSB (Garis Sempadan Bangunan adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap ruas jalan). kita tidak disarankan membangun sesuatu yang bersifat struktural. Prakteknya, atap teras sampai batas pagar depan,  memberi atap beton di atas carport, bahkan ada juga yang mendirikan lantai dua di atas carport. Selokan ditutup blok beton, bahkan ada yang permanen. Menambah ruang komersial sampai batas pagar depan.

Pemanfaatan tanah halaman di area GSB, karena nyaris kebanyakan rumah tinggal dibangun memenuhi halaman belakang, dengan rekayasa  teknis sederhana jika saat musim hujan, air hujan diserap tanah dan masuk ke dalam berbagai lapisan yang ada menjadi air tanah. Air yang masuk dan bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan. Air hujan yang diinjeksikan ke bumi, dapat berkumpul kembali menjadi cadangan dalam akuifier atau secara vertikal atau horizontal muncul dan memasuki kembali sistem air permukaan. Pada musim kemarau air resapan ini akan menjadi logistik bagi sumur-sumur pompa sehingga setiap rumah tangga tidak terjadi krisis air.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan lingkungan mengandalkan bak sampah. Isi bak sampah yang dibongkar anjing, kucing dan pemulung menjadi permasalahan tersendiri. Truk sampah memilih dan memilah mengangkut sampah rumah tangga buangan dapur, atau sampah yang sudah dibungkus dalam kantong plastik. Penampakan rumah yang nyaris tanpa penghijauan, bahkan ada yang menjelma menjadi permainan bentuk bidang vertikal dan horizontal.

Selokan yang menampung limbah rumah tangga, limpahan air hujan dari tiap rumah, banyak yang menggenang atau hanya mengalir keliling blok. Saat hujan aliran selokan bisa balik arah. Musim panas atau kering pun, selokan tak pernah kering. Selokan menjadi tempat sampah panjang, khususnya oleh pengguna jalan maupun penghuni. Kerja bakti kerok selokan bersifat sporadis oleh tiap RT tanpa program.

Penutup
Pemanfaatan air tanah untuk berbagai keperluan, khsususnya rumah tangga di TMI,  layak mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu kiat mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan optimasi ruang terbuka/halaman rumah. Pelestarian air tanah dengan dasar daur ulang dan siklus hidrologi, selain dapat menambah jumlah air tanah, juga dapat mengurangi jumlah limpasan. Infiltrasi maupun perkolasi diperlukan untuk menambah jumlah air yang masuk ke dalam bumi, dengan demikian maka fluktuasi muka air tanah pada waktu musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam. Mengisi air tanah (groundwater recharge) sebagai langkah bijak yang berdampak jangka panjang bagi lingkungan.

Landasan hukum diperlukan sampai tingkat operasional di lapangan. Pemanfaatan tanah selain untuk bangunan rumah tinggal, setiap rumah tinggal wajib membuat :

Langkah pertama, penerapan KDB,  KLB, GSB dan ketinggian rumah tinggal sesuai RTBL (rencana tata bangunan dan lingkungan), dikombinasikan dengan asas RTH (ruang terbuka hijau) untuk perkotaan. Sadar hukum ini dalam rangkaian mewujudkan rumah sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni dan terjangkau, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya, yang berada di lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.

Langkah kedua, RTH bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan, dimanfaatkan untuk tanaman pelindung sampai tanaman hias. Usahakan tanah terbuka jangan dilapis dengan perkerasan, tanami rumput, ground cover atau dihampari kerikil/split. Nilai lebih yang dapat diraih antara lain : 1. Tanah jenuh air dibantu dengan prinsip   transpirasi (penguapan dari tanaman). Uap air dapat dikeluarkan oleh daun tanaman melalui sebuah proses yang dinamakan transpirasi. Setiap hari tanaman yang tumbuh secara aktif melepaskan uap air 5 sampai 10 kali sebanyak air yang dapat ditahan. Transpirasi akan optimal jika kita menanam pohon pelindung di halaman depan rumah kita. 2. Rontokkan daun, ranting bisa kita buang ke lubang sampah, dicampur dengan sampah organis dari dapur. 3. Rimbunan pohon menambah jumlah oksigen di lingkungan secara alami. 4. Pohon bisa meminimalisir dampak pencemaran udara dan tanah.

Langkah ketiga, membuat sumur resapan air hujan di beberapa tempat sesuai dengan luas dan struktur tanah, curah hujan, untuk meresapkan air hujan dari atap ke bumi. Kalau memungkinkan buangan air dari km/wc, dapur atau air limbah rumah tangga dapat dialirkan atau diinjeksikan ke dalam tanah secara terpadu. Air limbah rumah tangga diolah sebelum dibuang/disalurkan ke selokan/got depan rumah. Jika mengingat air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, maka sumur resapan secara teknis dapat menampung air hujan dan air limbah rumah tangga.

Total jenderal, tanah sisa di setiap kapling rumah diberdayakan untuk penampungan dan resapan air hujan dan air limbah rumah tangga, selain bermanfaat dalam daur ulang air tanah dan siklus hidrologi, berfungsi juga dalam rangka pengurangan resiko bencana (banjir dan genangan).

Langkah keempat, menggali tanah dengan bentuk dan ukuran tertentu untuk tempat pembuangan sampah rumah tangga organis, dipadatkan secara berkala sampai penuh, dengan sistem gali lubang tutup lubang. Nilai tambah yang akan diraup antara lain : 1. Tanah akan terbarukan dan akan bersifat porus atau mudah menyerap air. 2. Kuantitas tanah relatif bertambah dari hasil pembusukan sampah di lubang sampah. 3. Lubang sampah secara tak langsung sebagai penampungan dan penyerapan air hujan. 4. Bekas sawah yang diurug kemungkinan rentan terhadap proses pelapukan dan pemadatan tanah.

Gali lubang tutup lubang sebagai tempat pembuangan akhir sampah di setiap rumah, sebagai upaya nyata konservasi tanah. Terbukti konservasi air tidak bisa lepas dari konservasi tanah, sehingga keduanya acap disebut bersamaan menjadi konservasi tanah dan air. Hal ini bermakna, bahwa kegiatan konservasi tanah akan berpengaruh tidak hanya pada perbaikan kondisi tanah tetapi juga pada perbaikan kondisi sumber daya airnya, demikian juga sebaliknya.

Tanah di TMI yang sebelumnya sawah bersifat porus, sehingga air hujan mudah meresap ke dalam tanah sebagai air infiltrasi, air tersebut semakin lama akan meresap lebih dalam lagi sampai memasuki daerah akuifer dan akhirnya menjadi air tanah.

Kontribusi rumah dan perumahan TMI dalam melakukan konservasi air tanah dengan daur ulang dan siklus hidrologi, sebagai tindakan nyata yang perlu dicermati oleh pemprov Banten. Dukungan produk hukum pemprov Banten yang aplikabel sampai pelaksanaan pendekatan bottom-up menunjang terwujudnya budaya “selamatkan air sebelum air memusnahkan dirimu”.


Daftar Pustaka
1.             Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan keempat);
2.             Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN”;
3.             Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang “PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA”
4.             Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang “RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2014”;
5.             Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang “RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2030;