Halaman

Kamis, 20 Maret 2014

Generasi Muda Dan Jebakan 'Piye Kabare, Penak Jamanku Toh'

Luka Lama
Orasi pembuka kampanye hari ke-3 Partai Golkar (PG) dibuka dengan slogan bersentimen Orba (Orba). Ketua DPD partai pohon beringin itu, Zainuddin mengatakan, kemenangan partai akan menjanjikan kondisi bangsa yang lebih baik.

"Piye kabare? Penak jaman ku toh (Apa kabarnya? Lebih enak zamanku toh)," kata Zainuddin saat orasi politik kampanye putaran ketiga PG, di GOR Ciracas Jakarta Timur, Selasa (18/3). (Republika.co.id Selasa, 18 Maret 2014).

Generasi muda sebagai pemilih pemula pada pemilu 9 April 2014 karena usia 17 tahun, lahir saat krisis moneter 1997, setahun jelang lengser keprabon jenderal besar Soeharto dari kursi presiden RI ke-2 tanggal 21 Mei 1998. Sejarah panjang Orba (1966-1998) tak lepas dari sepak terjang pak Harto. Pemilu 1971 sebagai pemilu pertama Orba diikuti 10 partai politik. Melalui penyederhanaan jumlah partai atau fusi parpol, 5 kali Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 peserta tetapnya selalu tiga, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar).

Single mayority Golkar sebagai kendaraan politik pak Harto bekerja sangat ampuh. Artinya, 1977-1998 bisa dianggap secara konstitusional, yuridis dan politis yang menjalankan pemerintahan Orba adalah Golkar. Sejarah Orba didominasi akrobat dan manipulasi politik Golkar.

Megah
Wajar, kalau PG punya slogan tadi, karena telah merasakan kenikmatan dunia dengan bermegah-megahan dalam soal banyak harta, anak, pengikut, kemuliaan. Kelebihan pak Harto selain memanfaatkan Golkar adalah memilih, memilah dan mengangkat orang-orang pandai menjadi pembantu presiden. Jargon  kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan sebagai bukti pemikiran pembantu presiden yang pilihan/pandai.

SBY malah dibodohi oleh orang-orang yang tidak bodoh di partainya sendiri. Ketua umum, bendahara umum dan petinggi Partai Demokrat (PD), menteri dari PD, wakil rakyat dari PD, tanpa malu dan tak ragu melakukan tipikor. Tingkah koalisi parpol dan ulah parpol oposisi banci, menjadikan kehidupan politik Reformasi tidak lebih baik dibanding zaman Orba.

Golkar menjadi pabrik pejabat negara, pejabat publik bahkan sampai segala dan semua urusan akan lancar dengan ‘restu’nya. Seragam baju hijau yang menjadi pertahanan dan keamanan negara jiwanya menjadi ‘kuning’ dan mendapat jatah di parlemen.

Kebijaksanaan massa mengambang (floating mass) Orba didasari premis bahwa rakyat harus dipisahkan dari politik, sehingga PPP dan PDI hanya berhak mempunyai pengurus sampat tingkat Dati II (sekarang kabupaten/kota). Otomatis kelurahan/desa menjadi hak milik Golkar.

Di era Reformasi ternyata rasa bangga akan berhala Reformasi 3K (Kuasa = besarnya pengaruh, Kuat = banyaknya pengikut, dan Kaya = melimpahnya harta), menimpa semua parpol. Belajar dari sejarah Orba, kita simak seruan Allah dalam [QS At Takaatsur (102) : 1] : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” serta sebagian [QS Al Hadiid (57) : 110] :Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,” 

Dampak bermegah-megahan (mencintai kehidupan dunia) tidak hanya lalai dalam melaksanakan ketaatan. Bagaimana kalau kita masuk kategori orang-orang yang lalai? Kita simak lanjut sebagian [QS An Nahl (16) : 108] :Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai”. Kita berharap selalu mendapat petunjuk dari Allah, dengan menyeimbangkan kehidupan dunia dengan urusan akhirat (utamakan urusan dengan Allah).

Jangan Golput
Menghindari terulangnya tindakan kesalahan yang sama, dari pemilu ke pemilu dan pilpres, umat Islam khususnya generasi muda dengan pemilih pemulanya, tetap melaksanakan hal pilihnya. Gunakan pilih dengan memilah dan memilih calon wakil rakyat yang amanah.

Kita tidak punya ikatan moral dengan wakil rakyat dan presiden jika bermasalah, karena kita tidak memilihnya alias golput. Kepedulian kita terhadap wakil rakyat/parpol dan presiden yang kita pilih, menjadi landasan moral kekuatan bangsa [HaeN].


----------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar