Halaman

Kamis, 20 Maret 2014

Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Mendukung Keberlanjutan Sumber Energi di Provinsi Banten (tinjauan kasus pelestarian air tanah di perumahan Taman Manggu Indah, Pondok Aren, kota Tengerang Selatan)


Pendahuluan
Kebutuhan air penduduk yang menghuni rumah maupun perumahan bersifat fluktuatif, dinamis dan terkadang sukar diprediksi, khususnya yang mengandalkan air tanah. Kebutuhan air minum menjadi tanggung jawab individu, terlebih jika masuk kategori tak layak minum. Membeli dari pedagang air sampai mengebor tanah puluhan meter untuk mendapatkan air bersih sebagai ikhtiar yang wajar. Ironisnya, masyarakat secara tak sadar memutus mata rantai dari daur ulang dan siklus hidrologi.

Warga kota menegah ke bawah, merintis karir mengadu nasib di ibu kota negara, Jakarta. Membeli  landed house atau rumah tapak dengan memanfaatkan kredit pemilikan rumah (KPR) ‘yang dibangun pengembang di pinggiran kota atau di daerah penyangga. Alih fungsi tanah pertanian, tanah kebon, meratakan gundukan menjadi perumahan bukannya tak berdampak lingkungan. Tipe rumah berkorelasi dengan luas tanah. Mengikuti pertambahan jumlah keluarga, bangunan diperluas atau ditingkat. Acap peraturan koefisen dasar bangunan (KDB) maupun koefisien lantai bangunan (KLB) dilanggar karena keterbatasan tanah Rumah Sederhana maupun Rumah Menengah.

Menghindari tanah becek, tanah terbuka atau halaman ditutup dengan perkerasan rabat beton, yang juga sebagai carport atau area parkir. Tanah halaman yang seharusnya jadi daerah tangkapan dan resapan air hujan menjadi tidak berfungsi. Air hujan yang jatuh ke atap rumah pun disalurkan ke selokan depan rumah, tidak dimasukkan ke bumi melalui sumur resapan. Lubang sampah organis sudah tidak kebagian tempat.

Secara umum, perumahan dan kawasan permukiman yang tersebar di provinsi Banten, menjadi penyebab proses infiltrasi dan perkolasi tidak optimal. Ujung-ujungnya bisa menggangu ketersediaan air baku. Kontribusi kumpulan rumah atau biasa disebut  perumahan (sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni, sesuai UU 1/2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN”), dalam melestarikan atau menjaga ketersediaan air tanah sangat nyata.

Wajar, kalau .konflik antara ruang terbangun dengan ruang terbuka hijau dalam skala tertentu menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah. Konflik bisa terjadi pada rumah kita, karena pemanfaatan tanah sisa tidak dilakukan dengan cerdas.
Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Tinjauan Pustaka
Air bersifat multifungsi, multimanfaat, multiguna, multidampak maupun multiefek. Di musim kemarau, orang lebih menghargai air daripada emas. Di musim hujan, air berlimpah dalam bentuk banjir.

Mulai era Reformasi, air  diperhitungkan, dihargai dan dikalkulasi menjadi komponen perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Hal ini dapat dilacak di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan keempat) :

BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(3)     Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan  dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ikhtiar pemerintah provinsi Banten untuk melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945 a.l dengan menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang “RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2030”, tersurat :
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 36
(1)     Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c diarahkan untuk mendukung air baku dengan mengoptimalkan peruntukan sumber air permukaan dan sumber air tanah.

Air baku diperuntukkan bagi kebutuhan air minum, kebutuhan industri dan kebutuhan pertanian. Dari arah kebalikan, perlu upaya pelestarian air permukaan dan air tanah, yang dilakukan oleh pemprov Banten, pihak swasta maupun individu penduduk.

Sumber air minum rumah di provinsi Banten didominasi oleh sumur bor/pompa yang dimanfaatkan oleh sebanyak 661.821 rumah atau 24,83%, dari total 2.665.105 rumah (sumber : http://www.dsdap.bantenprov.go.id/read/contents/50.html).

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang “RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2014”, atau RKP 2014 dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun, yaitu tahun 2014 yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2014.

Dalam kaitannya dengan percepatan peningkatan kapasitas tampung multipurpose per-kapita serta kapasitas penyediaan air baku bagi masyarakat, berbagai permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi antara lain (a) Masih minimnya kesiapan teknis, lahan dan penanggulangan masalah sosial, serta pendanaan untuk percepatan pembangunan waduk baru, terutama yang berada di kawasan berpenghuni dan kawasan hutan; (b) Penurunan usia pakai waduk yang ada dan peningkatan resiko keamanan bendungan menjadi Medium-High Risk akibat masalah sedimentasi, serta kelembagaan unit pengelola bendungan, dan kecukupan pendanaan operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi bendungan; (c) Menurunnya kondisi 15 Danau Prioritas akibat sedimentasi dan kelemahan pengendalian pemukiman dan aktivitas sekitar danau; (d) Kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas penyediaan serta kualitas air baku di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Semarang yang beresiko kepada pengambilan air tanah berlebihan; (e) Belum tersedianya infrastruktur air baku yang handal serta terpadu dalam satu kesatuan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di 30 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan 81 Kota Pusat Investasi (KPI) prioritas MP3EI; (f) Sangat terbatasnya akses air baku pertanian dan domestik di daerah kantung kemiskinan MP3KI dan Pulau-Pulau Kecil berpenghuni.

Sektor sumber daya air dihadapkan kepada berbagai permasalahan dan tantangan yang terkait dengan a.l 74,0% kebutuhan air minum rumah tangga di Indonesia dipenuhi dari air tanah yang berpotensi menimbulkan penurunan muka air tanah, intrusi air laut, sampai peningkatan potensi banjir.

Dalam rangka penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, permukiman, air minum dan sanitasi) untuk menunjang peningkatan kesejahteraan, arah kebijakan yang dilakukan meliputi a.l. pemenuhan sumber alternatif, termasuk air tanah, bagi daerah yang tidak memiliki ketersedian sumber air baku permukaan yang memadai.

Rakyat terpesona dengan bahasa di awang-awang, misal membaca : permasalahan dan tantangan infrastruktur sumber daya air lainnya terkait penanggulangan banjir dan revitalisasi sungai-danau di pusat pertumbuhan MP3EI adalah: (i) perubahan iklim yang semakin meningkatkan resiko banjir dan kekeringan, termasuk terjadinya curah hujan ekstrem di beberapa daerah di Indonesia; (ii) alih fungsi lahan yang memicu degradasi daerah tangkapan air di hilir; (iii) kondisi Sungai Besar dan Sungai Perkotaan yang semakin kritis dan terjadinya kerusakan infrastruktur pengendali banjir; (iv) meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan air; (v) pencemaran air yang tidak terkontrol yang menyebabkan semakin menurunnya kualitas air; (vi) pengambilan air secara ilegal; dan (vii) pemanfaatan daerah sempadan sungai yang tidak sesuai dengan aturan.

Bahasa di atas perlu diterjemakan oleh pemerintah provinsi Banten menjadi gerakan dan tindakan nyata di masyarakat. Pemprov Banten berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang “PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA”, mempunyai kewajiban mengendalikan daya rusak air yang berdampak skala provinsi.

Provinsi Banten memiliki potensi energi terbarukan yang cukup melimpah, di antaranya energi air, panas bumi, angin, biomassa, biogas dan surya. Meskipun memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah namun pemanfaatannya baru dilakukan secara terbatas karena pertimbangan biaya dan teknologi yang terbatas. Jenis energi terbarukan yang dikembangkan sejauh ini adalah energi air skala kecil melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro, energi surya untuk penerangan rumah tangga perdesaan serta pemanfaatan biogas maupun biomassa untuk bahan bakar memasak skala rumah tangga.

Salah satu energi baru terbarukan yang telah dicoba untuk dikembangkan yaitu PLTMH yang  diperuntukkan wilayah-wilayah terpencil yang belum terjangkau listrik PLN, dengan sumber pembiayaan baik dari anggaran daerah ataupun anggaran Pemerintah Pusat.

Dengan memanfaatkan potensi energi air yang tersebar di wilayah Banten maka pemanfaatan teknologi dengan mengembangkan PLTMH merupakan solusi alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah terpencil yang belum terjangkau listrik PLN.

Kehadiran PLTMH selain dapat menyediakan energi untuk kebutuhan rumah tangga juga dapat menyediakan energi yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan produktif terutama pada siang hari ketika beban listrik rendah sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan aktivitas ekonomi masyarakat dengan munculnya atau meningkatnya produktivitas industri kecil rumah tangga. (sumber : http://www.distamben.bantenprov.go.id/read/article-detail/berita/7/Memperbesar-Peluang-Potensi-Energi-Baru-Terbarukan.html).

Metode
Metode yang mendasari penulisan ini adalah asumsi historis diperkuat analisis kritis atas berbagai kasus di lingkungan tempat tinggal, yaitu di perumahan KPR-BTN Taman Manggu Indah (TMI), kelurahan Pondok Aren, kecamatan Pondok Aren, kota Tangerang Selatan, provinsi Banten.

Berbagai kasus merupakan kejadian lingkungan yang seolah berulang, tipikal dan kurang diantisipasi. Lokasi perumahan di belah sungai, dibangun tahun 1984 di atas bekas tanah sawah seluas k.l 20 ha, di dua kelurahan, di tepi jalan raya dan cukup strategis, ternyata menjadi langganan banjir, khususnya banjir kiriman. Kanan kiri sungai sudah dipasang tanggul setinggi 1,5 meteran, secara teknis bisa mencegah banjir agar tak masuk kompleks.

Di musim kemarau, banyak mesin pompa yang harus kerja keras untuk menyedot air. Pompa air tangan sebagai fasilitas KPR-BTN, selain sudah pindah lokasi karena penambahan kamar, sudah diganti dengan pompa listrik. Walau sudah ada warga yang menggunakan sumur semi dalam (40 m-100 m) menggunakan mesin pompa berdaya 500 W, submersible 1/2 pk sampai 1 pk, berharap kualitas air lebih bagus dari sumur dangkal, ternyata hasilnya sama saja. Tak jarang, hanya menggunakan sumur sangat dangkal (0 m-20 m), menggunakan mesin pompa berdaya 125, tipe engkel maupun semi jet-pump bisa mendapatkan air yang layak konsumsi.

KDB yang menembus angka 80%,  bahkan bisa mencapai angka 100% di rumah tipe 36, halaman belakang sudah dipenuhi bangunan/kamar sehingga cross ventilation tidak terjadi, halaman depan ada yang menjadi ruang terbuka hijau. Pemanfaatan halaman depan sesuai selera dan watak penghuni. Persyaratan jarak aman antar sumber air dengan septic tank susah dipenuhi, terkadang semua berada di halaman depan. Tipe rumah yang semula masuk kategori tipe rumah sederhana, karena jam terbang dan tuntutan kehidupan, rumah berubah menjadi rumah menengah, bahkan ada yang terbangun menjadi Rumah Mewah.

Air adalah bisnis besar. Wakil Presiden Bank Dunia Ismael Serageldin pernah berujar, jika berbagai perang pada abad ini nyaris selalu disebabkan oleh minyak bumi si emas hitam, perang masa depan akan dipicu oleh emas biru alias air. Satu dekade sejak ucapannya itu, krisis air di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, semakin nyata. Sebab itu, menyelamatkan air bukanlah upaya yang mengada-ada, dan bisa dimulai sejak di pekarangan rumah kita sendiri.

Salah satu cara penyelamatan air secara sederhana adalah dengan membuat sumur-sumur resapan (peresap) air hujan. Selain itu juga upaya holistik lainnya, yaitu dengan pendekatan vegetatif melalui reboisasi, perluasan hutan kota, taman kota, pembuatan waduk kecil atau embung, hingga pengelolaan sistem DAS (daerah aliran sungai) terpadu. (sumber : http://forum.tasikmalayakota.go.id/viewtopic.php?id=82,  2008-03-11).

Pembahasan
Secara kasat mata, setelah 30 tahun perumahan TMI terbangun, yang lokasinya semula jin saja tidak mau buang anak, karena terasa di ujung dunia, sekarang menjadi di tengah kota Tangerang Selatan. Aksesibilitas 24 jam, bahkan nyaris jalan utamanya tak pernah lengang. TMI menjadi komoditas ekonomis, adanya alih fungsi rumah tinggal menjadi lokasi komersial. Menjadi ajang laga politikus lokal untuk menuju wakil rakyat.

Mengacu 30 tahun TMI, maka asumsi historis diperkuat analisis kritis semakin menjadi menarik karena fakta pemanfaatan air tanah secara menerus yang aktual tidak didukung oleh kemampuan air tanah untuk melakukan daur ulang secara alami. Regenerasi air tanah sesuai dengan sifat air tanah yang termasuk sumber daya terbaharukan. Memanfaatkan air tanah untuk berbagai keperluan secara rutin tanpa diimbangi dengan pengelolaan sumber daya air yang benar akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan sudah dirasakan yaitu terjadinya penurunan permukaan air tanah, terbentuknya cekungan air tanah kritis, penurunan muka tanah (landsubsidence), intrusi polutan sampai pada kelangkaan air tanah. Di pihak lain, seolah warga yang menghuni ribuan rumah di TMI dianggap tak layak atau mampu untuk berlanggan air minum dari PDAM.

Di dalam area GSB (Garis Sempadan Bangunan adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap ruas jalan). kita tidak disarankan membangun sesuatu yang bersifat struktural. Prakteknya, atap teras sampai batas pagar depan,  memberi atap beton di atas carport, bahkan ada juga yang mendirikan lantai dua di atas carport. Selokan ditutup blok beton, bahkan ada yang permanen. Menambah ruang komersial sampai batas pagar depan.

Pemanfaatan tanah halaman di area GSB, karena nyaris kebanyakan rumah tinggal dibangun memenuhi halaman belakang, dengan rekayasa  teknis sederhana jika saat musim hujan, air hujan diserap tanah dan masuk ke dalam berbagai lapisan yang ada menjadi air tanah. Air yang masuk dan bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan. Air hujan yang diinjeksikan ke bumi, dapat berkumpul kembali menjadi cadangan dalam akuifier atau secara vertikal atau horizontal muncul dan memasuki kembali sistem air permukaan. Pada musim kemarau air resapan ini akan menjadi logistik bagi sumur-sumur pompa sehingga setiap rumah tangga tidak terjadi krisis air.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan lingkungan mengandalkan bak sampah. Isi bak sampah yang dibongkar anjing, kucing dan pemulung menjadi permasalahan tersendiri. Truk sampah memilih dan memilah mengangkut sampah rumah tangga buangan dapur, atau sampah yang sudah dibungkus dalam kantong plastik. Penampakan rumah yang nyaris tanpa penghijauan, bahkan ada yang menjelma menjadi permainan bentuk bidang vertikal dan horizontal.

Selokan yang menampung limbah rumah tangga, limpahan air hujan dari tiap rumah, banyak yang menggenang atau hanya mengalir keliling blok. Saat hujan aliran selokan bisa balik arah. Musim panas atau kering pun, selokan tak pernah kering. Selokan menjadi tempat sampah panjang, khususnya oleh pengguna jalan maupun penghuni. Kerja bakti kerok selokan bersifat sporadis oleh tiap RT tanpa program.

Penutup
Pemanfaatan air tanah untuk berbagai keperluan, khsususnya rumah tangga di TMI,  layak mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu kiat mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan optimasi ruang terbuka/halaman rumah. Pelestarian air tanah dengan dasar daur ulang dan siklus hidrologi, selain dapat menambah jumlah air tanah, juga dapat mengurangi jumlah limpasan. Infiltrasi maupun perkolasi diperlukan untuk menambah jumlah air yang masuk ke dalam bumi, dengan demikian maka fluktuasi muka air tanah pada waktu musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam. Mengisi air tanah (groundwater recharge) sebagai langkah bijak yang berdampak jangka panjang bagi lingkungan.

Landasan hukum diperlukan sampai tingkat operasional di lapangan. Pemanfaatan tanah selain untuk bangunan rumah tinggal, setiap rumah tinggal wajib membuat :

Langkah pertama, penerapan KDB,  KLB, GSB dan ketinggian rumah tinggal sesuai RTBL (rencana tata bangunan dan lingkungan), dikombinasikan dengan asas RTH (ruang terbuka hijau) untuk perkotaan. Sadar hukum ini dalam rangkaian mewujudkan rumah sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni dan terjangkau, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya, yang berada di lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.

Langkah kedua, RTH bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan, dimanfaatkan untuk tanaman pelindung sampai tanaman hias. Usahakan tanah terbuka jangan dilapis dengan perkerasan, tanami rumput, ground cover atau dihampari kerikil/split. Nilai lebih yang dapat diraih antara lain : 1. Tanah jenuh air dibantu dengan prinsip   transpirasi (penguapan dari tanaman). Uap air dapat dikeluarkan oleh daun tanaman melalui sebuah proses yang dinamakan transpirasi. Setiap hari tanaman yang tumbuh secara aktif melepaskan uap air 5 sampai 10 kali sebanyak air yang dapat ditahan. Transpirasi akan optimal jika kita menanam pohon pelindung di halaman depan rumah kita. 2. Rontokkan daun, ranting bisa kita buang ke lubang sampah, dicampur dengan sampah organis dari dapur. 3. Rimbunan pohon menambah jumlah oksigen di lingkungan secara alami. 4. Pohon bisa meminimalisir dampak pencemaran udara dan tanah.

Langkah ketiga, membuat sumur resapan air hujan di beberapa tempat sesuai dengan luas dan struktur tanah, curah hujan, untuk meresapkan air hujan dari atap ke bumi. Kalau memungkinkan buangan air dari km/wc, dapur atau air limbah rumah tangga dapat dialirkan atau diinjeksikan ke dalam tanah secara terpadu. Air limbah rumah tangga diolah sebelum dibuang/disalurkan ke selokan/got depan rumah. Jika mengingat air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, maka sumur resapan secara teknis dapat menampung air hujan dan air limbah rumah tangga.

Total jenderal, tanah sisa di setiap kapling rumah diberdayakan untuk penampungan dan resapan air hujan dan air limbah rumah tangga, selain bermanfaat dalam daur ulang air tanah dan siklus hidrologi, berfungsi juga dalam rangka pengurangan resiko bencana (banjir dan genangan).

Langkah keempat, menggali tanah dengan bentuk dan ukuran tertentu untuk tempat pembuangan sampah rumah tangga organis, dipadatkan secara berkala sampai penuh, dengan sistem gali lubang tutup lubang. Nilai tambah yang akan diraup antara lain : 1. Tanah akan terbarukan dan akan bersifat porus atau mudah menyerap air. 2. Kuantitas tanah relatif bertambah dari hasil pembusukan sampah di lubang sampah. 3. Lubang sampah secara tak langsung sebagai penampungan dan penyerapan air hujan. 4. Bekas sawah yang diurug kemungkinan rentan terhadap proses pelapukan dan pemadatan tanah.

Gali lubang tutup lubang sebagai tempat pembuangan akhir sampah di setiap rumah, sebagai upaya nyata konservasi tanah. Terbukti konservasi air tidak bisa lepas dari konservasi tanah, sehingga keduanya acap disebut bersamaan menjadi konservasi tanah dan air. Hal ini bermakna, bahwa kegiatan konservasi tanah akan berpengaruh tidak hanya pada perbaikan kondisi tanah tetapi juga pada perbaikan kondisi sumber daya airnya, demikian juga sebaliknya.

Tanah di TMI yang sebelumnya sawah bersifat porus, sehingga air hujan mudah meresap ke dalam tanah sebagai air infiltrasi, air tersebut semakin lama akan meresap lebih dalam lagi sampai memasuki daerah akuifer dan akhirnya menjadi air tanah.

Kontribusi rumah dan perumahan TMI dalam melakukan konservasi air tanah dengan daur ulang dan siklus hidrologi, sebagai tindakan nyata yang perlu dicermati oleh pemprov Banten. Dukungan produk hukum pemprov Banten yang aplikabel sampai pelaksanaan pendekatan bottom-up menunjang terwujudnya budaya “selamatkan air sebelum air memusnahkan dirimu”.


Daftar Pustaka
1.             Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan keempat);
2.             Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN”;
3.             Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang “PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA”
4.             Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang “RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2014”;
5.             Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang “RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2030;



Tidak ada komentar:

Posting Komentar