Halaman

Minggu, 24 Mei 2015

KIPRAH PNS KEMENTERIAN PU DI ZONA AMAN, NYAMAN DAN MAPAN DENGAN KENDALI RPM SIAP ALIH PERAN

KIPRAH PNS KEMENTERIAN PU DI ZONA AMAN, NYAMAN DAN MAPAN DENGAN KENDALI RPM SIAP ALIH PERAN

oleh : Herwin Nur


POLITIK ZIGZAG
Jauh tahun sebelum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003 (PP 9/2003) tentang “WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL” diundangkan pada tanggal 17 Pebruari 2003, sudah ada PNS (Pegawai Negari Sipil) dengan NIPPU (1100xxxxx) melakukan praktek manuver. Bahasa terang yang dilakukan PNS adalah melakukan politik zigzag sebagai upaya mencapai, menggapai, meraih dan mewujudkan impian. Berbekal ilmu (terutama yang di-S2/S3-kan oleh Departemen PU),  ybs mengejar amanah jabatan struktural (adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara), di mana saja, sesegera mungkin, dengan berkarir dan mengabdi di luar jajaran Dep PU.

Tindak pergerakan atau politik zigzag PNS wajar saja. Kalau mengandalkan DUK, sudah mengantongi tiket Diklatpim pun, pergantian kabinet belum tentu kebagian kursi, bahkan disalip oleh yuniornya. Andai mau sabar di antrian Dep PU, mungkin masih menunggu nasib atau malah masuk kotak sang dalang. Terkadang, diperlukan PNS yang berani main terobos. Salip kanan, salip kiri, pindah jalur. Ganti kendaraan. Kebut dengan gigi >3, selamat sampai tujuan.

Tak kurang PNS yang merasa adem, ayem, tentrem bertahan di unit kerjanya. Bisa terjadi, mulai masuk sampai pensiun tetap di satminkal yang sama (terkungkung di zona aman, nyaman, dan mapan). Padahal esensi rotasi, promosi dan mutasi (RPM) sebagai kendali pemanfaatan atas pola/jalur/jenjang karir PNS, baik oleh institusi maupun secara pribadi.

PP 9/2003 menjelaskan, bahwa dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka dimungkinkan perpindahan PNS dari Kementerian Negara/Lembaga/Provinsi/Kabupa -ten/Kota yang satu ke Kementerian Negara/Lembaga/Provinsi/Kabupaten/Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh PNS merupakan satu kesatuan, hanya tempat pekerjaannya yang berbeda.

KENDALI RPM
Yang dimaksud dengan RPM, sejauh ini tak dijelaskan dalam produk hukum berbasis PNS. Urusan RPM kita dapat mengacu pada Pasal 13, PP 63/2005 tentang “SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI” yang tersurat :
Pasal 13
(1).    Pengembangan pegawai Komisi dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, peningkatan pengalaman kerja, mutasi, rotasi dan promosi yang disesuaikan dengan tuntutan beban kerja, tujuan dan sasaran organisasi berdasarkan hasil penilaian kinerja masing-masing pegawai.
(2).    Pengembangan karir pegawai dilakukan secara adil dan terbuka bagi setiap pegawai yang memenuhi syarat untuk dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan kinerja pegawai yang bersangkutan.

Sebagai insan Kementerian Pekerjaan Umum, kita mempunyai dan mengacu pada PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 02/PRT/M/2010 Tentang “RENCANA STRATEGIS  KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2010-2014”. Melalui Renstra dapat kita renungkan ikhwal SDM berupa ulasan :

  Kualitas dan produktivitas SDM Kementerian PU saat ini belum cukup memadai, padahal secara kuantitas SDM Kementerian PU telah melampaui kebutuhan saat ini (± 18.000*) pegawai).
*) : Kementerian PU memiliki 27 jenis jabatan fungsional dengan 1.063 orang pejabat fungsional yang tersebar di seluruh unit kerja. Dari 27 jenis jabatan fungsional dimaksud 5 jenis di antaranya adalah Jabatan Fungsional Bidang Pekerjaan Umum meliputi  jabatan fungsional untuk Teknik Pengairan, Teknik Jalan dan Jembatan, Teknik Tata Bangunan dan Perumahan, Teknik Penyehatan Lingkunan serta Penataan Ruang (sumber : Pusat Komunikasi Publik, Kementerian PU, 25 Mei 2010).
  Pengembangan kapasitas SDM Kementerian PU untuk mendukung perubahan peran Kementerian PU ke depan yang diharapkan berubah dari yang semula lebih dominan sebagai operator-regulator menjadi dominan regulator-fasilitator.

Salah satu TUJUAN yang akan dicapai Kementerian PU 5 tahun ke depan, sebagai penjabaran VISI, adalah sebagai tujuan ke 5 : optimalisasi peran (koordinasi, sistem informasi, data, SDM, kelembagaan dan administrasi) dan akuntabilitas kinerja aparatur untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Tujuan Kementerian PU ke 5, khususnya terkait optimalisasi peran SDM, mempunyai 17 (tujuhbelas) sasaran.

Dalam mencapai visi jangka panjang, misi, dan tujuan organisasi, kelembagaan Kementerian PU perlu menjalankan penataan aparatur atau reformasi birokrasi yang menyeluruh dan dilaksanakan secara bertahap. Penataan aparatur memuat a.l. pengembangan SDM. Pengembangan SDM di bidang pekerjaan umum dan permukiman dilaksanakan untuk memperoleh SDM yang berintegritas, produktif, kompeten, profesional, disiplin, berkinerja tinggi, dan sejahtera agar dapat mencapai 3 (tiga) strategic goals Kementerian PU [yaitu: 1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan 3) meningkatkan kualitas lingkungan] dan prioritas pembangunan nasional, serta meningkatkan kinerja penyelenggaraan bidang pekerjaan umum dan permukiman agar tugas dan fungsi yang diemban oleh Kementerian PU dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya.

ILUSI ZONA AMAN, NYAMAN DAN MAPAN
Seperti disebutkan di atas, bahwa bisa dan pernah terjadi, seorang PNS, mulai masuk sampai pensiun tetap di satminkal yang sama. Soal ybs bisa RPM, itu soal lain. Fenomena ini menjadi legenda. Tidak ada yang patut disesalkan atau disalahkan.

Ada yang mendakwa bahwa berada di zona aman, nyaman dan mapan, tak lebih bak katak di bawah tempurung kelapa. Malah ada yang berfatwa, bagai katak rebus! Analog, bisa digambarkan seperti Gambar 1. Pelari di tempat. PNS yang mampu mengelola dirinya sendiri, yang bisa sebagai pemain tunggal, yang sanggup menyibukkan dirinya, yang ahli menghadapi tantangan, akan betah di zona aman, nyaman dan mapan. Mereka “merasa dibutuhkan” di lingkungan kerjanya. Kendati tak merasakan kerja di dunia lain, keluar dari orbitnya. RPM, khususnya alih tugas/alih jabatan sangat dibutuhkan, untuk menghindari kondisi “merasa dibutuhkan” tersebut. Sisi positifnya, PNS model ini akan bekerja mati-matian, optimal. Terlebih jika kebutuhan Rp terpenuhi.

Menyoal kaitan Rp dengan pola dan gaya hidup PNS dapat dibagi menjadi 3 Kategori :
§  Kategori I adalah PNS dengan gaji bulanan yang ada merasa PAS untuk bisa hidup sekeluarga secara sederhana. Pas butuh, pas ada duit.
§  Kategori II adalah PNS yang jika pendapatannya = 2-3 kali gaji merasa CUKUP untuk bertahan hidup sekeluarga sesuai standar minimal hidup alias serba cukup.
§  Kategori III adalah PNS yang pendapatan mingguan/harian > gaji sebulan, malah merasa KURANG  karena susah hidup sekeluarga yang masuk area konsumtif.

Puluhan, bahkan ratusan PNS, berangkat/pulang kerja naik angkutan umum. Terbiasa dalam rutinitas, dalam kondisi tiap hari kerja harus berjuang, berebut, berjejal, berkeringat, serta kemungkinan lainnya. Seolah tidak ada pilihan atau alternatif lain, terutama yang menjanjikan. Kebiasaan, terbiasa … akhirnya menjadi luar biasa!

Zona aman, nyaman, dan mapan atau apapun sebutan lainnya, adalah suatu lingkungan yang subyektif dan individual. Lingkungan itu, adalah sebuah lingkungan di mana kita selain merasa aman, nyaman, dan mapan, kita merasa "punya kendali" atas diri sendiri, atau runyamnya “merasa” punya kendali atas lingkungan.

Padahal, bahwa semua itu sebenarnya adalah ilusi. Sebab, apa yang sesungguhnya kita rasakan tanpa sadar, adalah "tidak aman, nyaman, dan mapan" dan "tak punya kendali". Apa yang dikerjakan dan diucapkan PNS, seolah dilihat dan didengar atasannya. Berakibat ybs merasa bisa mendikte atasannya, merasa bisa memberi warna pada lingkungannya.

ALIH PERAN
Sebagai penyelenggara infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman periode 2010-2014, Kementerian PU selain akan menjalankan tugas melaksanakan pembangunan (operator) yang menjadi kewenangan Pemerintah, juga memerlukan upaya untuk memantapkan peran sebagai regulator dan fasilitator. Prioritas yang perlu dilaksanakan adalah penguatan kelembagaan termasuk capacity building untuk memperkuat manajemen sumber daya manusia baik di pusat maupun daerah, serta meningkatkan koordinasi kelembagaan, terutama yang sifatnya lintas sektor dan daerah untuk mengkonsolidasikan dan mensinergikan potensi sumber daya yang ada dalam rangka mengantisipasi peningkatan penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman.

Tugas dan Fungsi Kementerian PU, yang sudah dipatok dalam Pasal 391 dan Pasal 392,  PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG “KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA”, tersurat sebagai berikut :

Pasal 391
Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Pasal 392
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391, Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan fungsi:
a.      perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum;
b.      pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum;
c.       pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum;
d.      pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pekerjaan Umum di daerah; dan
e.      pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Berarti secara operasional, kedua pasal tsb perlu dijabarkan yang mengarah pada peran regulator dan fasilitator. PNS atau SDM Kementerian PU tidak otomatis dan serta merta bisa mengikuti dinamika alih peran.

Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan/organisasi, ketatalaksanaan (business process), regulasi, serta sumber daya manusia aparatur Negara, dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Penataan aparatur atau reformasi birokrasi perlu dilakukan mengingat kondisi objektif birokrasi saat ini yang masih perlu disempurnakan, yakni :
§  masih belum optimalnya kualitas pelayanan publik;
§  perlunya peningkatan efisiensi, efektivitas, serta produktivitas;
§  belum optimalnya integritas aparatur birokrasi;
§  perlunya peningkatan transparansi dan akuntabilitas;
§  rendahnya disiplin dan etos kerja pegawai;
§  adanya tumpang tindih regulasi yang perlu dibenahi; dan
§  adanya tumpang tindih tugas dan fungsi unit-unit kerja; serta
§  perlunya peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Soal Reformasi Birokrasi, Kementerian PU tak perlu menunggu hasil tugas Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional yang dibentuk dengan Keppres 14/2010. Prasasti yang ditempel di kaki monumen lambang PU, jalan Patimura 20, Jakarta Selatan, sudah cukup untuk menjawab.

Setiap insan Kementerian PU bisa menterjemahbebaskan makna motto : BEKERJA KERAS, BERGERAK CEPAT, BERTINDAK TEPAT dan dipraktekkan dalam kehidupan nyata di tempat kerjanya. Baik dalam bentuk menyampaikan pendapat (melalui dialog, diskusi, dan debat), maupun sebagai ikhtiar menambah dan meningkatkan pendapatan.

AKAR PERMASALAHAN
Begitu lampu merah ganti lampu hijau, tak serentak kendaraan bergerak, apalagi melaju cepat. Terlebih jika antrian panjang, berjubel aneka moda angkutan, baru beberapa kendaraan liwat, warna merah trafficlight menyala kembali. Dilengkapi hitungan waktu mundur dalam detik, walau ngebut tak kebagian lampu hijau.

Fenomena harian ini, terjadi di lalu lintas kerja Kementerian PU. Akar permasalahan yang selama ini mungkin terasa tapi dianggap tak terasa, ditampilkan secara acak adalah :
a.    Begitu DIPA di tangan, apakah semua lini dan PNS bisa full action menjalankan kegiatan kontraktual maupun swakelola. Apakah semua staf merasa dilibatkan dan dibutuhkan. Bahkan DIPA separuh jalan atau baru melangkah, harus sudah menyiapkan DIPA tahun depan.
b.    Renstra Kementerian PU 2010-2014 apakah hanya diketahui oleh yang terlibat menyusun atau hanya dikonsumsi oleh pejabat struktural/PPK saja. Apakah bisa dirasakan adanya perbedaan/persamaan mendasar untuk menyusun kegiatan tiap tahun anggaran.
c.    Tiap satminkal punya lagu wajib tersendiri, sehingga tidak mau tahu lagu wajib satminkal lainnya. Bahkan tidak familiar dengan produk hukum sektor di luar Kementerian PU. Misal tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Atau UU penataan ruang hanya “wajib” dibaca dan diketahui oleh aparat Ditjen Penataan Ruang saja.
d.    Program dan kegiatan yang ada di tiap satminkal, atau bahkan di unit kerja Es II, seolah jalan sendiri-sendiri, kurang koordinasi dan sinerji. Bahkan kegiatan tersebut nyaris tipikal secara substansial, dan tiap tahun ada.
e.    Butir d untuk mendukung Rencana dan Program Investasi Jangka Menengah Pembangunan Infrastruktur PU (RPIJM-PU) provinsi/kabupaten/kota yang akan menjadi dasar bagi perencanaan dan penganggaran pembangunan dalam rangka mengoptimalkan berbagai sumber pendanaan baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun dunia usaha/masyarakat.
f.     KementerianPU tidak hanya melayani jarak jangka menengah lima tahunan saja, tapi bisa rute jangka panjang. Kegiatan tahunan dengan outcomes terasa oleh penerima manfaat atau pengguna akhir, itulah yang dicari. Bahkan tanggap terhadap berbagai perubahan.
g.    Tidak semua PNS atau SDM Kementerian PU bisa di jalur cepat, karena ada beberapa pekerjaan yang waktunya ditetapkan. Jangan sampai terjadi ada yang seolah jalan di tempat atau lari di ban berjalan (seperti Gambar 1).
h.    Apakah Skenario Pendanaan Per Satminkal Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010-2014 (Skenario 2 b Moderat, dalam Triliun Rupiah) yang didominasi oleh Ditjen A, B, dan C saja (total 96,11%) akan berdampak, berekses, berimplikasi terhadap Pengembangan SDM.
i.      Skenario 2 b  memang telah mempertimbangkan kebutuhan pengembangan jenis infrastruktur, kemampuan organisasi, SDM, keandalan manajemen proyek, dan potensi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah serta pengembangan wilayah, dengan distribusi tingkat pertumbuhan yang diusahakan secara normal.
j.      Orientasi tugas kepada CPNS, tidak hanya mengenalkan dunia kerja selama di Kementerian PU, tapi juga membuka wawasan untuk siap pensiun. Kegiatan produktif pada masa pensiun tak bisa disiapkan dalam 1 atau 2 tahun, bahkan program Pendidikan dan Pelatihan Purna Karya, semisal Pelatihan Persiapan Pensiun “MODEL IPPU” dengan fokus kecerdasan financial,  tak bisa menyulap seseorang jadi produktif dalam hitungan hari/minggu.
k.    Jabfung bidang PU pada umumnya diminati oleh PNS jelang pensiun, untuk memperpanjang masa bhakti. Didominasi oleh mantan pejabat struktural. Pada kenyataannya, grafik pensiunan tak mungkin turun drastis dan kemungkinan tak akan naik drastis.
                                                
PINDAH JALUR ATAU GANTI KENDARAAN
Belajar dari sejarah, kendati yang menjadi hak PNS cuma gaji dan cuti (hak kepegawaian). Bukan berarti PNS tak berhak menghaki perjalanan karirnya. Praktek pola/jalur/jenjang karir PNS lebih ditentukan bagaimana nilai jual atau posisi tawar ybs.

Berada di jalur cepat pun, pejabat struktural bisa gamang. Sesekali berada di jalur paling kanan, jalur untuk menyalip, di atas kecepatan yang dianjurkan. Lupa menengok spion, padahal posisinya paling belakang. Alpa melongok speedometer, tak merasa bahwa kecepatan menurun drastis. Ternyata salah mengikuti rombongan. Merasa aman, nyaman, dan mapan tak tanggap terhadap situasi. Kalau mau sejenak melirik jalur kiri, ternyata lebih lancar dan lebih cepat. Situasi kerja melenakan, banyak disposisi, banyak rapat, banyak telpon masuk berdering, banyak dering SMS, banyak tamu … mengakibatkan kesibukan.

Tinggal mengikuti langkah gerak pimpinan, ibarat konvoi, di jalur khusus atau liwat jalan tikus. Keenakan atau lupa kontrol diri, malah ketinggalan, tidak bisa menjaga jarak. Di belakang, banyak kendaraan yang mau menyalip menjadi terhambat. Istilah kasarnya, hanya tinggal mengikuti malah kedodoran, apalagi kalau disuruh di barisan depan. Buka jalan untuk rombongan.

Anomali PNS di era Reformasi, atau Reformasi dekade ke II, tak bisa dijadikan patokan. Proses pemilihan pejabat di lingkungan Kementerian PU*, dengan kriteria :
      i.    Kompetensi (tingkat penguasaan substansi bidang teknis yang memadai, disertai dengan proses pembelajaran);
    ii.    Integritas (tingkat kesetiaan kepada negara, pemerintahan dan berbagai peraturan yang berlaku di Kementerian, antara lain dalam pengambilan kebijakan publik, yang berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat);
   iii.    Penerimaan Pasar (seberapa jauh lingkungan Kementerian dapat menerima, serta K/L lain dan mitra kerja lainnya);
   iv.    Regenerasi (pemberian kesempatan kepada generasi yang lebih muda, untuk memacu motivasi yang lebih muda agar semakin pintar, dan pada waktunya siap menggantikan pejabat sebelumnya).
(*) Penetapan pejabat tersebut selanjutnya akan diikuti oleh pelaksanaan evaluasi kinerja secara periodik oleh pejabat di atasnya.
( Sumber : Paparan “PENINGKATAN KUALITAS PROFESIONALISME APARATUR STRUKTURAL/BALAI”, Biro Kepegawaian dan Ortala, Departemen PU, Denpasar, 15 Juni 2005 ).

Hak PNS yang wajib dihindari adalah hak untuk membela diri melalui upaya administratif, sehingga dapat dihindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam penjatuhan hukuman disiplin. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS. Kewajiban dan larangan PNS diatur dalam PP 53/2010 tentang “DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL”.

Di zaman Orde Baru, PNS yang pernah magang di Kanwil atau Dinas PU, akan mempermulus karirnya. Termasuk yang pernah jadi Pemimpin Proyek akan diperhitungkan karir selanjutnya. PNS yang sibuk dalam keproyekan (biasanya bendahara proyek), bisa seumur-umur tetap dipercaya mengelola proyek.

PNS bersedia ditempatkan di mana saja, merupakan kontrak kerja yang tak bisa dihindari. Pergantian orde atau kepemimpinan nasional mempengaruhi perjalanan nasib PNS. Kran demokrasi terbuka deras, akibat Reformasi 1998, melanda dunia kepegawaian. Setiap insan PU merasa “berhak” menentukan langkah, tahapan dan etape yang akan dilalui; merasa “berhak” memilih jalur dan kendaraan yang akan dipakai. Bahkan mempersiapkan diri menuju PU-1 pun bukan hal yang tabu lagi. Persaingan terselubung antar eselon menjadi komoditas dan wacana. Kendaraan politik pun harus dimiliki. Kenetralan PNS dari rayuan partai politik, bisa lentur dan luntur, tergantung asas manfaat secara timbal balik.

MENGABDI PADA SISTEM ATAU PERORANGAN
Pengalaman mengatakan, adanya PNS merasa yang menggaji adalah negara, bukan atasan langsung. Jangan heran ybs bertindak sesuai seleranya, alias seenak perutnya sendiri. Kondisi ini sudah mewabah, menjadi PR tersendiri. Ditimpali model PNS yang datang untuk memenuhi haknya saja, ketika gajian atau musim tanda tangan tiba. Mereka merasa berkewajiban untuk tanda tangan, kalau tidak akan mengganggu administrasi. Soal mereka akan bekerja sesuai Rp yang dikantongi, itu hak mereka. Kegiatan di luar menjanjikan. Mereka menjadi staf biasa di luar, bukan staf luar biasa!

Sebagai staf, sudah selayaknya menyesuaikan diri dengan atasannya. Bukan sebaliknya, banyak yang ingin agar atasan memperhatikan nasibnya. Fenomena ini masih terjadi, karena mereka berasumsi : untuk sampai kantor saja harus berjuang! masuk kategori BP7 (berangkat pagi, pulang petang; pendapatan, penghasilan dan peluang pas-pasan). Jumlah staf dalam hitungan jari, bisa menambah dinamika organsisasi. Kalau stafnya berjenjang, butuh kearifan untuk bisa melihat ke bawah.

Kendali RPM disikapi dengan bijak. Masuk ke tempat kerja yang baru, timbul pertanyaan, berorientasi atau mengabdi kepada atasan, wajar. Masuk ke Inspektorat Jenderal, secara sistem sudah mapan. Kegiatan dari tahun ke tahun, khususnya untuk Auditor, nyaris tetap sama. Artinya, atasan atau pimpinan secara kolektif menjalankan fungsi organisasi. CPNS langsung dapat berakselerasi dan berkiprah, karena berorientasi atau mengabdi pada sistem. Perubahan yang mendasar dan radikal dari pucuk pimpinan akan mendapatkan perlawanan yang sistematis. Kemampanan sistem bukannya tak mengkontaminasi karakter dan citra PNS. Masuknya staf atas RPM dari luar, akan menimbulkan wacana harian pro dan kontra.

Pejabat struktural, terutama secara manajerial dapat menentukan/menetapkan, akan memberi warna  dan karakter pada organisasi di bawah kendalinya. Sifat kekeluargaan atau hubungan pribadi bisa terbuka, namun enggan untuk turun ke bawah. Untuk mengajak stafnya atau mendelegasikan wewenang, lebih berdasarkan kepercayaan pribadi, bukan kepercayaan profesional. Selera pimpinan mempengaruhi pelaksanaan fungsi organisasi. Soal tidak seimbang, kurang proporsional beban kerja dan kinerja, tidak diperhitungkan. Promosi yang diraih karena meniti tahap demi tahap, memenuhi persyaratan administrasi, track record yang mulus, membentuk karakter sebagai pemimpin yang mandiri. Suport diterima dari staf yang dipercaya saja. Hubungan baik secara horizontal, bersifat formal. Bina lingkungan yang dilakukan, sekedar untuk melancarkan karirnya.

SIMPUL AWAL
Alih peran sangat dimungkinkan, tentunya dengan berbagai prayarat. Prasyarat dari kedua belah pihak, yaitu dari organisasi Kementerian PU dan PNS. Fungsi Kementerian PU berbasis regulator-fasilitator ditetapkan dengan peraturan/keputusan menteri. Ada 3 (tiga) aspek yang menjadi dasar alih peran :

1.    Kendali RPM memungkinkan PNS untuk mengetahui, memahami dan menguasai bidang ke-PU-an dengan alih tugas/jabatan antar satminkal. Kerja tidak terkotak-kotak dan peluang berkarir terbuka. Tidak perlu melakukan politik zigzag dengan ganti kendaraan.

2.    Penguasaan produk hukum terkait infastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman menjadi lagu wajib PNS agar siap ditempatkan dimana saja. Wawasan menjadi lebih terbuka dengan minimal membaca landasan hukum, landasan operasional termasuk NSPM.


3.    Pejabat struktural mewujudkan zona aman, nyaman dan mapan secara dinamis agar PNS dapat berkiprah secara optimal, tak tergantung besaran anggaran DIPA. Budaya kerja sepi ing pamrih, rame ing gawe bisa diwujudkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar