2045, politik
nusantara semangkin tak berwajah nusantara
Bukan hisapan jempol
kaki sendiri. Bukan ujaran nista jajaran penguasa. Demikianlah kejadian
bebasnya. Rahasia umum atau bahan ajar pendidikan politik nusantara. Seabad pasca
proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, in sya Allah, sudah ada ibukota
negara RI pindahan dari Jakarta, sesuai tuntutan dan tantangan zaman.
Pakai skala ideal,
skala ambisius, skala politik yang mana darimana akhirnya nusantara kian
menyublim. Petilasan terakhir sudah terkubur ke dalam lautan. Menyusul nasib
becak kayuh. Bukti sejarah peradaban nusantara lenyap dari ingatan. Sejarah pun
seolah enggan menyebutkannya. Meng-amin-i untuk melupakan sejarah.
Generasi saat itu
sudah terbentuk sedemikan rupa, tanpa rupa masa lampau. Nama jalan utama di
ibukota anyar, memakai nama pesohor partai yang berjasa memindahbebaskan
ibukota negara. Nama gang senggol diserahkan kepada nama kawanan oknum mantan
wakil rakyat koalisi pro-penguasa.
Wakil rakyat jelas-jelas
menyesuaikan diri menjadi “dewan penyantun partai politik”. Listrik menjadi barang langka. Tergantung pasokan
dari dunia lain. Mobil dan motor listrik menjadi primadona pendapatan asli
negara. Manusia dan atau orang yang tak mau aktif di sebuah parpol, akan
dikenai pajak progresif. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar