jatah
hidup manusia sesuai rezeki-Nya
Adalah curi start yang terjadi pada lomba. Menjadi wajar
dan dapat diterapkan pada pola kampanye pesta demokrasi. Wajar sekali jika
dilakukan penyelenggara negara gara-gara pesta demokrasi. Pasca ucap janji dan
atau pengambilan sumpah jabatan. Langsung argo padamu negeri kami berbakti,
berdetak, berdetik. Bahkan jauh sebelum kampanye.
Begitulah kehidupan pada umumnya. Banyak hal yang bisa dilakukan
sebelum waktunya. Tidak harus menunggu jatuh tempo. Pelatih sepak bola termasuk
mempelajari pola main calon lawan. Siapkan taktik, strategi menghadapi
kebiasaan kesebelasan lawan tanding.
Terkadang kalau belum jatuh korban, manusia adem ayem. Merasa
secara harian aman-aman. Semua babakan kehidupan dilakoni seperti biasanya,
datar-datar saja. Tanpa konflik horizontal. Akhirnya minimal kontak vertikal. Memahami
“Yang Di atas” sebatas sang pengatur waktu.
Dunia sepak bola nusantara sedemikan menggelinding bebas.
Sepak sana-sini. Mengimbangi status jago kandang, sesekali laga tandang. Minimal
berkiprah di gelanggang ASEAN. Soal hasil, serahkan kepada kuasa peluit, sempritan.
Ikhtiar “mengatur skore” demi prestasi dan pasal gengsi. Seolah
hidup ini menjadi hak milik kita. OTT KPK diakhir periode, apa kata dunia lain.
Ada hak orang lain yang dimainkan dengan seksama.
Hidup meraih nikmat dunia, mau tak mau, manusia akan
lambat paham vs gagal paham. Ada yang tampaknya berlati di jalur lambat, jarak
pendek. Sebaliknya, ada yang tampak gagah digdaya melaju di jalur cepat, jarak
jauh. Tanpa ancaman, tantangan, hambatan, gangguan yang berarti. Pakai asas
tahu sama tahu, bagi rata kursi, balas jasa / balas budi vs balas dendam.
Kebebasan yang kita miliki, tetap di jalur yang sudah
ditetapkan-Nya. Bebas menambah argo dosa atau membuat sibuk malaikat Atid. Sebaliknya
. . . . badan tak nyaman jika kenakan busana kebesaran maupun kekecilan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar