nilai tukar Pancasila 5.0, ideologi negara vs ideologi parpol
Nusantara sebagai negara gemar berkembang, diindikasikan
butuh saja dan atau butuh sekali bantuan, dukungan, sokongan investasi yang besar,
banyak, tinggi untuk menciptakan, mendongkrak, menggali produktivitas di dalam
negeri.
Investasi dan penanaman modal bukan pengemplang pajak. Selain sebagai
pemacu dan pemicu pertumbuhan ekonomi lokal, mampu menambah jenjang status
sosial masyarakat.
Tumbuhnya masyarakat kelas menengah lebih menuntut produk,
jasa, layanan, operasi khusus yang berkelas.
Daya belanja bak bukan dari negera berkembang. Bahkan daya borong mampu meraup produk dengan
harga bukan tarif`dasar, asal sesuai tuntutan adab diri. Kondisi ini menjadi peluang potensial bagi
industri politik kreatif.
Politik kreatif menawarkan pesona dunia dengan segala
atribut. Sampai ulama terbawa arus menjadi ulama dunia, ulama istana. Ulama gemar
kursi kuasa.
Di Indonesia, perkembangan kelas menengah diprediksi akan
terus meningkat. Hal ini merupakan peluang pasar bagi syahwat politik kreatif
lokal. Produk politik kreatif nusantara tetap akan dihadapkan pada persaingan
dengan produk politik kreatif global yang sudah lama merasuk sejak zaman
penjajahan, atau pra Indonesia merdeka.
2030, asumsi 135 juta penduduk Indonesia dari estimasi
total penduduk sebesar 280 juta, akan memiliki penghasilan bersih (net
income) di atas US$ 3.600 (berdasarkan purchasing power parity 2005)
jika pertumbuhan PDB Indonesia antara 5-6%.
Investasi, khususnya yang berbasis valuta asing terasa
nyata dan dominan. Pola ini akan menjaga stabilitas mental penguasa di mata
dunia. Akhirnya, pergerakan nilai tukar Pancasila akan terjaga dari rongrongan
dalam negeri. Teror politik menjadi agenda terselubung utama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar