Halaman

Minggu, 11 Maret 2018

Kejahatan Politik vs Kebijakan Politik


Kejahatan Politik vs Kebijakan Politik

Judul di atas tak bisa dikiaskan bak dahulu mana ayam atau telur. Diserempetkan dengan hukum keseimbangan ala Yan-Yin atau sesuai logo di bendera negara Korea Selatan, agak bisa masuk akal.

Secara matematis apakah hubungannya adalah berbanding terbalik atau berbanding lurus, itu soal wacana dan sudut pandang. Secara historis dapat disimpulkan bahwasanya kebijakan politik mengandung unsur terkecil berupa kejahatan politik. Atau ada pola hubungan lain yang sudah familiar.

Tidak ada definisi universal tentang apa itu kejahatan politik. Beda dengan kejahatan ekonomi. Jangan lupa, hubungan antara politik dengan ekonomi sangat akrab. Daya beli pelaku ekonomi mampu mengendalikan gairah manusia politik. Apa jadinya kalau manusia ekonomi terjun langsung di pemerintahan.

Agak pas jika kita berangkat dari alam sepak bola. Di atas kertas, pihak pengelola kesebelasan merasa timnya layak tanding. Bisa merasa di atas angin. Atau sekedar cari pengalaman.  Aneka taktik, strategi, skenario berlapis, modus sepak-menyepak, rekadaya pura-pura dijegal lawan, sampai membuat gol yang luput dari pengawasan wasit, dilengkapi komando di lapangan hijau serta seabrek bisik-bisik.

Ramuan kebijakan politik memang mengakomodir kepentingan politik berbagai pihak yang mempunyai kursi di parlemen. Jika terdapat hal yang abu-abu, anggap sebagai dinamika demokrasi. tak berlaku peribahasa “akibat nila setitik rusak susu sebelanga”.

Yang nyata dan jelas serta terukur adalah walau nila sebelanga, revolusi mental jalan terus. Zaman sekarang, semakin majunya peradaban manusia Indonesia yang ditandai dengan lajunya peradaban politik. Betapa tingkah laku, perilaku, tindak tanduk para pelaku, pemain, pegiat, penggila politik di panggung, industri, syahwat politik begitu bergelora, berapi-api tanpa kompromi. Pihak manapun jadi penghambat, sikat. Kawan yang tak sepakat, lumat sebelum khianat. Tersedia dua menu pilihan mempraktikkan ideologi : hujat atau jilat. Atau kombinasi keduanya.

Tujuannya sama dan cuma satu, yaitu mempertahankan eksistensi nila setitik. Kalau perlu susu sebelanga dikorbankan. Dipersembahkan kepada dewa penyelamat Apa arti susu sebelanga dibanding nikmat periode kedua, yang seolah sudah di depan mata.

Jadi, mau diapakan hak konstitusional kita. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar