Halaman

Jumat, 30 Maret 2018

sinar bulan 13 Rajab 1439 mengajakku tahajud


sinar bulan 13 Rajab 1439 mengajakku tahajud

Banyak pasal untuk mengeles, menghindar, membuat alibi agar lelap malam, tanpa gangguan berarti. Tapi bagaimana dengan niat bangun di akhir sepertiga malam. Waktu tidur di atur, jangan larut malam.

Alarm diri, yang bersemayam di tubuh, yang sudah diasah sejak dalam kandungan. Bekerja tanpa kompromi dan bisa menyesuaikan dengan waktu sholat lima waktu. Tinggal kita, mau mendengarkan kata hati atau cari alasan yuridis.

Sehari berkutat dengan computer, nebeng di kantor isteri. Wifi gratis. Tengah malam baru merebahkan badan di atas pulau kasur. Besok libur. Biasa, bahkan saya libur tiap hari. Pensiunan yang tetap bekerja apapun.

Jendela kaca menghadap ke barat, sengaja tak ditutup korden. Melihat luar untuk control waktu dan cuaca. Sambil melihat pepohonan, atap rumah tetangga. Pencahayaan memanfaatkan lampu jalan.

Ritual sebelum tidur sudah dilakukan. Angan-angan berkecamuk, antara bisa tahajud, lanjut subuh di masjid, lanjut jalan pagi. Semua kuserahkan ke mekanisme pasar. Tergantung Dzat yang memegang jiwaku. Karena besok pagi bukan hak, wajib siap hadapi laga harian. Palagan malam menentukan jiwa raga.

Sehari lingkungan tempat tinggal hanya kebagian hujan ala kadarnya. Belum mampu membersihkan debu yang melekat di dedaunan. Jalan masih kering atau sudah mengering.

Saat tidur terlentang, mata seperti melihat sesuatu. Ternyata sinar rembulan. Posisi tidur beralih miring ke kanan. Entah berapa jam. Semakin lelap karena mata menatap rembulan sambil dipejamkan rapat. Terdengar penjaga malam pukul tiang listrik 4x.

Dasar watak, masih menego diri. Tambah beberapa saat. Tahu-tahu ada suara dari masjid. Tidak sempat tahajud. Bergegas ke masjid. Masih ada waktu 10 menit jelang azan subuh. Terasa ada yang hilang atau malah sekaligus mempunyai hutang yang tak mungkin terbayar. Jalan pagi usai subuh, tetap dilakukan, sambil dzikir. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar