sepotong nama yang tak pernah selesai
Nasib seseorang bisa ditilik dari
nama diri maupun nama panggilan. Sebegitunya nama sehingga multitafsir, multimakna
dan dinamis mengikuti nasib status sosial. Semangkin berderet nama, pratanda
kemuliaan melekat pada yang punya nama. Titel, gelar bisa menjadi nama. Singkatan
nama bisa menjadi nama komersial.
Wajar tanpa ikatan moral, jika seorang anak manusia
mengandalkan nama baik leluhur. Tak perlu keringat diri melanjutkan usaha
keluarga. Menjadi modal sebagai pemain tunggal atau kelompok bermain di
kehidupan bermasyarakat. Sepertinya ada hukum sebab akibat.
Nama tenar mampu mendongkrak kiprah
di laga kandang berbangsa, bernegara. Aturan main di partai politik tak butuh
nama beken. Diutamakan pihak atau oknum yang terbukti mampu mendongkrak
produksi partai. Parpol Berjaya pun butuh tenaga luar agar tetap berkibar.
Perkara mene(m)bus masa depan,
mencari sisa puing nama, bukan masuk pasal pencemaran nama baik. Nama baik
tergantung yang punya nama. Kondang sebagai koruptor, malah bangga karena
sejatinya adalah pahlawan partai.
Akibat kawan gaul dari segala aliran
politik. Moral politik kian tampak memang tak ada. Merasa pewaris kuasa negara,
lupa daratan, mabuk lautan, mual udara dan tèlèr bhayangkara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar