Halaman

Kamis, 05 Maret 2020

sepotong nama yang tak pernah selesai


sepotong nama yang tak pernah selesai

Nasib seseorang bisa ditilik dari nama diri maupun nama panggilan. Sebegitunya nama sehingga multitafsir, multimakna dan dinamis mengikuti nasib status sosial. Semangkin berderet nama, pratanda kemuliaan melekat pada yang punya nama. Titel, gelar bisa menjadi nama. Singkatan nama bisa menjadi nama komersial.

Wajar  tanpa ikatan moral, jika seorang anak manusia mengandalkan nama baik leluhur. Tak perlu keringat diri melanjutkan usaha keluarga. Menjadi modal sebagai pemain tunggal atau kelompok bermain di kehidupan bermasyarakat. Sepertinya ada hukum sebab akibat.

Nama tenar mampu mendongkrak kiprah di laga kandang berbangsa, bernegara. Aturan main di partai politik tak butuh nama beken. Diutamakan pihak atau oknum yang terbukti mampu mendongkrak produksi partai. Parpol Berjaya pun butuh tenaga luar agar tetap berkibar.

Perkara mene(m)bus masa depan, mencari sisa puing nama, bukan masuk pasal pencemaran nama baik. Nama baik tergantung yang punya nama. Kondang sebagai koruptor, malah bangga karena sejatinya adalah pahlawan partai.

Akibat kawan gaul dari segala aliran politik. Moral politik kian tampak memang tak ada. Merasa pewaris kuasa negara, lupa daratan, mabuk lautan, mual udara dan tèlèr bhayangkara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar