Halaman

Jumat, 27 Maret 2020

tikus berdasi turun gunung

tikus berdasi turun gunung

Ujaran gelagat politik selalu muncul jelang pesta demokrasi alam kemasan apa pun. Dari yang ringan tanpa oplosan bumbu politik sampai yang basa-basi penuh sensasi basi politik awut-awutan. Restorasi politik sebagai kedok, kamuflase agar tampak nasionalis tulen plus demokrat asli gawan bayen.

Skandal politik menyuburkan eksistensi, jati diri residivis politik segala kasta. Seolah bangsa yang gemar berkembang antar periode, sudah kehabisan cikal bakal relawan pengatur lalu lintas berbangsa dan bernegara. Profesi berbasis pengabdian, berubah sesuai laju adab zaman. Banyak jalan pintas agar sampai tujuan dengan pantas. Merasa pantas jadi berdiri paling depan.

Berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa) mengalami konflik keseimbangan. Lagu lawas yang mana dimana akhirnya ‘yang kaya’ malah membuat sebuah partai politik. ‘Yang kuasa’ malah tidak kaya-kaya. ‘Yang kuat’ hanya jadi alat tapi mampu memperalat negara.

Suratan sejarah takdir bangsa. Ketika bangsa ini menghadapi musuh yang sama. Dibedakan musuh rakyat vs musuh negara. Katakanlah sejujurnya bahwa prinsip tolong-menolong, gotong royong, bahu-membahu, interaksi sosial, saling berbagi, sehidup-semati serta diperkuat kesehatan jiwa, gangguan jiwa, ilmu kedokteran jiwa atau psikiatri. Pakai pasal sejahterakan diri sendiri sebelum tetangga.

Antara perpanjangan tangan, boneka, tenaga bayaran, wakil global maupun sebutan semaksud sama-sama lebur dalam satu wadah. Pemain lama dengan pemain tiban, dadakan mengantongi status dan hak yang sama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar