dinamika pemain bola politik
nusantara
Saling incar kaki dan kursi lawan, menjadi menu berita
harian. Ratio korban dibanding pemain aktif masih wajar. Daftar tunggu sudah
sampai rangkaian generasi yang belum lahir. Bahkan kuburan masa depannya sudah
dipesan, dipatok, dikapling. Sistem arisan dan warisan yang sudah dibuka
diawal.
Hobi mencari kelemahan, kekurangan spesifikasi teknis
kursi lawan. Lupa kalau duduk di bangku pinjaman dari rakyat. Lupa kalau yang
punya bangku memang sudah ikhlas dengan kepergian amanah. Sistem konstitusi
nusantara bersifat bebas tafsir, bebas praktik. Pakai jurus tenaga luar, tidak
ada sanksi moral Pancasila.
Antara perpanjangan tangan, boneka, tenaga bayaran, wakil
global maupun sebutan semaksud sama-sama lebur dalam satu wadah. Pemain lama
dengan pemain tiban, dadakan mengantongi status dan hak yang sama.
Daya dukung ramah, toleran, terbuka diperkuat sikap
mentang-mentang, kagetan, gumunan, ngisin-ngisini. Warna politik
sesuai kadar mental bawaan. Sudah menjadi karakter parpol bebas gugatan. Agar terjadi
pemerataan peluang, maka gawang ada di empat sisi panggung bujur-sangkar politik.
Wasit politik sesuai hukum rimba politik tak bertepi. Tawuran,
keroyokan, adu jotos massal hal biasa tersaji langsung. Tanpa sensor apalagi
rasa malu, budaya sungkan, pasal éwuh pakéwuh. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar