derajat
kemanusiaan Nusantara, manusia utuh vs pribadi komplit
Manusia diciptakan Allah SWT dengan struktur anatomi, perangkat
diri paling baik. Fitrah manusia dianugerahi Allah SWT dengan atribut dan modal
pribadi. Diwujudkan liwat keseimbangan jiwa raga, kesetaraan lahir batin serta
ikhwal lainnya.
Pertambahan dan pertumbuhan watak manusia yang mungkin
tak selaras dengan daya diri. Dalam hitungan hari, manusia bisa berubah. Bukan karena
labil jiwa atau selalu mencari jawaban ‘siapa aku’.
Ketika rasa aku dan diri sendiri terlibat konflik. Tanpa tahu
peruntukkannya. Isi hati atau isi perut manusia memang saling menguatkan. Perang
batin dimulai saat merasa mana yang wajib dan mana yang sebaliknya.
Wajar jika naluri, insting manusia lebih mengutamakan
yang bukan wajib atau kewajiban. Persaingan pribadi mengatakan, pilih da
utamakan yang di depan mata. Yang tampaknya seolah tidak tampak, atau agaknya
nanti setelah ketahuan belangnya. Baru beraksi. Nanti saja dilakukan.
Manusia tak betah memeluk lutut bergulat dengan waktu
penantian. Tak kerasan duduk manis bergumul dengan waktu tunggu. Cepat bosan
dalam proses antrian, penantian, penungguan. Namun, tak bersegera menyegerakan
kewajiban. Di awal waktu atau masih tenggang waktu.
Ketika hubungan antar manusia; interaksi, intergrasi,
interelasi sosial; bermasyarakat dan berbangsa dirumuskan secara formal. Menjadi
prinsip kemanusiaan. Sejatinya pasal kemanusiaan merupakan hukum obyektif. Bukan
obyek kebijakan. Tidak tergantung pada selera
kemauan pribadi manusia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar