Halaman

Senin, 29 April 2019

sebegitunya moral politik Nusantara, tidak lengket di tangan vs tidak meresap di akal


sebegitunya moral politik Nusantara, tidak lengket di tangan vs tidak meresap di akal
Hasil survei cepat. Aneka pasal kejadian perkara bangsa dan negara, akibat ramuan ideologi makro, sentiment pasar global dijadikan acuan. Senyatanya, ideologi Pancasila sarat dengan kandungan moral religius maupun normatif lokal.

Menghindari asas gebyah uyah, perlu juga penjelasan asal jelas. Stigmaisasi, konotasi parpol dimaksud judul. Bisa berlaku pada semua parpol yang pernah ada, masih dan sedang eksis maupun parpol baru yang belum dideklarasikan.

Sejumlah penelitian psikologi politik menyimpulkan jika daya konsentrasi, daya fokus  manusia politik nyaris hanya pada tarikan nafas pertama. Pelestarian budaya politik Nusantara dilakukan oleh oknum ketua umum kepada kawanan kader dengan cara membuat program ziarah makam, nyekar, atau wisata ke lokasi wingit, angker, keramat.

Tradisi kungkum ing lèpèn atau laku tapa lainnya. Agar terpilih sebagai wakil rakyat, kepala daerah terlebih kepala negara. Tradisi ritual politik Nusantara antar periode, seolah menggambarkan adanya kerukunan, harmoni kesetaraan antar anak bangsa.

Ujaran pitutur luhur bahwasanya kursi sebuah setara dengan seribu derita suara rakyat yang misterius keberadaannya.

Manusia politik yang terjebak kebijakan partai. Sejatinya adalah aneka pribadi yang sedang aktif mengkerdilkan diri. Suasana kebatinan berbasis fakta satu pintu, “moral politik rubuh-rubuh gedhang Nusantara, pendhèrèk vs nganthèk”.

Modal utama cukup dengan modal loyal total. Tak perlu berpihak pada nilai luhur kemanusiaan. Tak perlu pura-pura loyal karena perwatakan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar