Nusantara darurat politik kemanusiaan
Ngomongin harga eceran tertinggi politik Nusantara. Mirip adu
argumen tentang taktik olah sampah. Sampah rumah tangga yang sudah ada
partainya, partai bak sampah. Masih menimbulkan masalah di tingkat
kabupaten/kota. Bantuan luar negeri untuk pemberantasan sampah sejak dini.
Pelaku penyampah di masyarakat sampai petugas partai
sampah. Berlomba adu nyali demi sejahtera diri. Daya juang yang melampaui
panggilan tugas, hanya menyisakan sampah janji utang vs utang janji. Sedemikiannya,
harga diri diminimalisir hingga batas ambang bawah.
Tata urutan sila pada Pancasila, sesuai dengan situasi
kondisi suasana kebatinan rakyat. Bisa juga sebagai antisipasi urutan masalah
pascaproklamasi. Sebut saja sila kedua ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’.
Sinyelemen para pendiri bangsa, bisa terjadi. Runyamnya,
bukan dari sentimen negatif pasar lokal. Lebih dikarenakan efek domino budi
pekerti penguasa. Kajian akademis maupun hasil studi banding atau pengamatan
asing. Hanya menambah daya geleng-geleng kepala.
Terbiasa hidup di timbulan dan timbunan sampah. Akhirnya saat
hirup udara segara, malah merasa dizalimi petugas partai sebelah. Sekian periode,
turunan merasa mapan, aman, nyaman. Karena
tuntutan internal, diminta geser sedikit. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar