Halaman

Senin, 22 April 2019

adab bernegara Nusantara masuk stadium balik adab


adab bernegara Nusantara masuk stadium balik adab

Agar tak tendensius dan hindari kilas bias. Kita sandingkan judul dengan peribahasa “janma angkara mati murka”. Makna sederhananya, manusia angkara meninggal serakah. Diuraikan, menjadi 'manusia angkara tertimpa musibah karena keserakahannya’.

Wong serakah mati karena keserakahannya. Serakah merupakan sifat dasar manusia yang perlu dihindari. Untuk itu, orang Jawa berprinsip pada sakmadya, secukupnya, seadanya, sedang saja, pas. Kalau banyak jangan terlalu kebanyakan, kalau sedikit jangan terlalu sedikit.

Semula, istilah ini sebagai ilustrasi watak, perilaku, sifat orang yang sibuk  mengumpulkan harta-benda sampai meninggal. Kemajuan zaman, layak diterapkan pada manusia yang gemar menumpuk kekuasaan.

Pemahaman diri wong Jawa, watak itu tidak dapat diubah. Sebagai gawan bayen. Dari sono-nya. Merekayasa watak manusia berarti memanipulasi bentuk dan struktur genetis manusia. Wong Jawa acap menyebut faktor genetis ini dengan bibit.  Bibit inilah yang secara genetis menurunkan watak manusia. Hasil kombinasi watak kedua orang tuanya. Atau watak berulang, sifat menurun silang atau lintas generasi dari kakek-neneknya.

Tak ada kaitan dengan fakta anak cucu ideologis tak ada matinya. Tak ada rasa kapok, jera. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Interaksi dan intergrasi sosial. Sentuhan peradaban, memunculkan sifat dan perilaku. Metode salah asah, salah asuh, salah asih menjadikan anak bangsa merasa bisa.

Perhatikan ungkapan maknawi babat, bibit, bebet, dan bobot kemanusiannya. Watak bersifat netral. Bukan sebagai stigma atau konotatif. Dibedakan antara watak baik dan watak buruk. Guyon maton wong Jawa: “lara weteng bisa ditambani, lara watek dienteni nganti mati”. Ungkapan itu bermakna 'sakit perut dapat disembuhkan, tetapi kalau wataknya yang sakit, kesembuhannya hanyalah kalau ia sudah meninggal'.

Ironis binti miris, menyebut watak yang buruk sebagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Sejarah membuktikan, jika si penyandang watak buruk, menemukan lingkungan yang tepat. Tumbuh kembang sebagai potensi diri. Merasa bisa. Cocok untuk petugas partai.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar