Indonesia tidak
identik dengan Nusantara
Namanya saja sudah nama. Kalau untuk nama negara, jangan asal pakai nama.
Bisa terjadi nama memang menjadi daya tarik. Bahasa menunjukkan bangsa. Nama negara
sebagai identitas karakter anak bangsa.
Kemajemukan anak bangsa Indonesia, secara historis perlu pendekatan
nasional yang khusus. Bentuk negara berpondasikan aneka nilai lokal yang
dinamis. Teruji oleh perjuangan mempertahankan proklamasi.
Bagi yang ahli otak-atik keterkaitan abjad, huruf dengan angka. Antar peristiwa
sejarah bangsa bukan berskala lokal. Inilah bukti adanya ikatan moral
kebangsaan. Kemayoritasan umat Islam didaulat sebagai modal sosial.
Organisasi kemasyarakatan berbasis Islam pada derajat tertentu akan
menentukan ukhuwah dan kemaslahatan umat. Ketokohan selain menimbulkan kultus
individu, menjadikan ybs bak maskot. Interaksi dengan alam masih diwarnai
tradisi.
Sejarah sudah menguji anak bangsa yang bagaimana layak disebut ber-aku anak
Indonesia. Bentangan tanah air sepanjang khatulistiwa sebagai fakta. Jawaséntris
pernah menimbulkan gesekan. Ironis binti miris, peta politik Nusantara
menjadikan sentimen daerah sebagai loyalis. Pastikan Indonesia tak salah nama. Perlu
ruwatan untuk mengutuhkan kembali pasca pemilu serentak 17 April 2019. Muncul lagu padamu penguasa kami menghamba.
Minoritas bangsa yang terpusat di teritorial administrasi, sebagai titik
retak bangsa. Lebih parah atau identik dengan pemerintah bayangan. Efek domino
dinasti politik atau dominasi elite lokal. Bayang-bayang masa depan menjadi
acuan utama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar