Halaman

Kamis, 25 April 2019

Indonesia tidak identik dengan Nusantara


Indonesia tidak identik dengan Nusantara
Namanya saja sudah nama. Kalau untuk nama negara, jangan asal pakai nama. Bisa terjadi nama memang menjadi daya tarik. Bahasa menunjukkan bangsa. Nama negara sebagai identitas karakter anak bangsa.

Kemajemukan anak bangsa Indonesia, secara historis perlu pendekatan nasional yang khusus. Bentuk negara berpondasikan aneka nilai lokal yang dinamis. Teruji oleh perjuangan mempertahankan proklamasi.

Bagi yang ahli otak-atik keterkaitan abjad, huruf dengan angka. Antar peristiwa sejarah bangsa bukan berskala lokal. Inilah bukti adanya ikatan moral kebangsaan. Kemayoritasan umat Islam didaulat sebagai modal sosial.

Organisasi kemasyarakatan berbasis Islam pada derajat tertentu akan menentukan ukhuwah dan kemaslahatan umat. Ketokohan selain menimbulkan kultus individu, menjadikan ybs bak maskot. Interaksi dengan alam masih diwarnai tradisi.

Sejarah sudah menguji anak bangsa yang bagaimana layak disebut ber-aku anak Indonesia. Bentangan tanah air sepanjang khatulistiwa sebagai fakta. Jawaséntris pernah menimbulkan gesekan. Ironis binti miris, peta politik Nusantara menjadikan sentimen daerah sebagai loyalis. Pastikan Indonesia tak salah nama. Perlu ruwatan untuk mengutuhkan kembali pasca pemilu serentak 17 April 2019. Muncul lagu padamu penguasa kami menghamba.

Minoritas bangsa yang terpusat di teritorial administrasi, sebagai titik retak bangsa. Lebih parah atau identik dengan pemerintah bayangan. Efek domino dinasti politik atau dominasi elite lokal. Bayang-bayang masa depan menjadi acuan utama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar