Halaman

Minggu, 14 Februari 2021

efektivitas marketplace garwo, rasa global vs kelas lokal

efektivitas marketplace garwo, rasa global vs kelas lokal

 Saat garwo antar pesanan makanan ke pemesan. Seorang ibu pensiunan ASN pemprov DKI Jakarta dan cerita, berita jadi pengisi olah kata. Tahu betapa garwo mengelola aplikasi marketplace. Bukan tukang antar barang pesanan, ongkir gratis sudah dibebankan ke harga jual.

 Ilmu saja kurang mencukupi untuk mengelola. Memperpendek birokrasi, tata niaga, hulu-hilir antara produsen, pemasok, distributor, penjual ke pengguna akhir, penerima manfaat, pembeli, penyuka barang/jasa. Ratusan manusia segala cita rasa keakuan. Merasa mampu beli merasa bak raja/ratu. Antara kebutuhan dan atau tekanan ekonomi efek agresi pandemi covid-19 berkelanjutan. Hobi kuliner merasa kian eksis terdeteksi.

 Tanpa ditanya apalagi diminta. Sang ibu beber pengalaman kerja di ibukota negara. Ibarat aksi pengadaan barang dan atau jasa liwat internet, dalam jaringan, e-procurement. Buruh keahlian tertentu. Tidak sekedar bisa mengoperasikan produk TIK. Tahu jaringan kerja sama antar pihak, multipihak. Sigap 24 jam dibantu gawai, gadget, HP dan sejenisnya.

 Selanjutnya, ujar sang pensiunan dengan rekan jejak berbasis RPM. Keahlian sesuai asumsi beliau bahwa garwo punya jejaring, konektivitas plus nilai jual, nama baik. Marketplace masuk jalur antar negara bisa terkena pajak. Kemenkeu sudah siap draft RUU-nya. Disiplin ilmu menunjang cara berpikir wawasan tembus waktu dan lokus. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar