Halaman

Jumat, 05 Februari 2021

otoritas kekuasaan pemerintah negara kalah pamor lawan

otoritas kekuasaan pemerintah negara kalah pamor lawan

Pasang surut fakta sejarah eksistensi situs petilasan galian bahan baku sila-sila dasar negara. Tradisi adat rakyat berbasis aset sosial (guyub, rukun, gotong-royong, tepo sliro) tetap terjaga dan bahkan menjadi aset dan komoditas politik bangsa. Masuk peradaban bahasa dan kamus politik, wujudan multipartai tidak sekedar memacu memicu multikrisis.

 NKRI harga mati sedemikiannya, malah demi menjaga perasaan rasa permartabatan dinasti politik, raja-raja daerah, penguasa lokal, otonomi plus minus otoritas politik. Politik belah diri untuk menapakkan cengkeraman kendaraan politik. Tidak kenal istilah bagi hasil. Politik padat modal menjadi syarat jangan sampi kursi bergeser ke pihak lain, ke pantat seteru.

 Ambisi politik merasuki tirani minoritas. Sebutan daerah kantong suara sejalan dengan efektivitas negara kepulauan. Gubernur yang dejure merupakan perpanjangan tangan pemerintah plus penyambung lidah tak bertulang penguasa, Jika beda partai, beda koalisi dengan oknum petugas partai. Disparitas antar daerah tetap berulang, berlanjut. Dukungan logistik hemat biaya uang muka, boros ongkos dekat-dekat bos, berkat jasa tol laut. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar