Halaman

Rabu, 10 Februari 2021

zona merah nusantara, karena bukan paham politik merah global

 zona merah nusantara, karena bukan paham politik merah global

 Pemantapan lokus, fokus  di tingkat tapak, akar rumput, di masyarakat papan bawah, kelompok masyarakat kurang beruntung, uneducated people, permanent underclass, kalangan pribumi asli keturunan, paguyuban bumiputera, namanya ideologi bebas, tak dikenal. Apalagi ideoogi tiban, sodetan dari mancanegara, dari pihak ketiga.

 Daya lacak,  endus intelijen domestik di belahan dunia, hafalan ringan adalah mengaitkan gejolak rakyat dari suatu fakta ke lingkaran politik kekuasaan. Tipikalisasi pola analisa intelijen politik yang sarat dengan waspada politik, melihat bahaya protokol kesehatan terhadap loyalitas penyelenggara negara. Momentum presiden mengantisipasi agresi pandemi covid-19 akan menentukan peluang koalisi parpol pro-penguasa di 2024. Unsur domestik terlebih komponen mancanegara menjadi biang kerawanan, kerentanan, keriskanan daya hidup berbangsa dan bernegara.

 Kurs tengah radikal nusantara, skenario hafalan vs pertimbangan karier. Motivasi, tendensi kerja sama sulit dibakukan. Bisa dadakan dan untuk waktu saat itu. Atau sampai jangka panjang yang tak mengikat. Faktor kebutuhan kepentingan antar pihak menjadikan bentuk kerja sama kian dinamis, luwes, transparan, adaptif. Tidak harus dengan yang satu paham, satu aliran.

 Pola kuningisasi zaman Orde Baru, gantu judul di era reformasi berketurunan sampai ambang bawah. Balik ke asas paham tunggal ‘nasakom’ produk unggulan Orde Lama. Politik balik adab nusantara masuk tahap karena nila sebelanga, rusak binasa generasi satu bangsa. Parpol pro-wong cilik merasa diuntungkan. Terjadi seleksi alam. Pihak yang tak mau, tak sudi kompromi dengan lingkungan strategis eksternal. Akan musnah dilibas revolusi merah sampai ke cindil abangnya. Terbukti, seolah penguasa menjalankan hak memerintah dengan modus menganggap tidak ada agama.  Tanpa agama revolusi jalan terus. Malah bebas tanpa batas norma moral.

 Nusantara berpancasila, trah darah (politik) merah agawé bubrah negoro. Berlakulah ungkapan bebas dan berlaku kapan-kapan saja, “hukum untuk generasi pewaris masa depan, politik buat generasi pewaris masa lalu”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar