Halaman

Kamis, 19 Oktober 2017

pusat gempa dan bencana politik ada di dasar hati penguasa



pusat gempa dan bencana politik ada di dasar hati penguasa

Setiap jelang akhir periode kepemimpinan nasional, rakyat selalu tetap berharap akan terpilihnya pemimpin yang baik dan benar. Tak pernah putus asa, patah semangat, terlebih jika yang muncul adalah muka lama, pemain kawakan. Kendati ada pendatang baru, pemain anyar, namun rakyat yang buta politik tak bisa ditipu hidup-hidup. Siapa yang sebagai produk turunan, imitas, abal-abal.

Jangankan melihat barisan peminat jadi pemimpin nasional, melihat partai politik yang ikut berlaga di pesta demokrasi, sudah langsung bisa memprakirakan daya juang ideologinya.

Rakyat tidak perlu melakukan ternak bekicot secara massal. Melalui gerakan aksi nasional maupun agar tiap rumah tangga membudidayakan bekicot. Bibit bekicor disediakan gratis oleh kementerian ketahanan jiwa.

Bekicot memang pernah mengalahka kecerdikan sang kancil, pelanduk. Ketika adu laju politik cepat, siapa cepat yang akan dapat. Siapa kuat yang akan menang. Siapa banyak suara yang akan kuasa. Jadi asas “baik dan benar” buka dalam takaran moral. Lebih ditentukan oleh suara mayoritas.

Sementara  ahli lokal ada yang mengusulkan penggunaan pasal bebas kearifan komunitas (community wisdom) yang lebih jelas mengakarnya. Kurang pas karena seolah mengutamakan kepentingan lokal atau daerah.

Kisah sang kancil hanya dongeng anak-anak. Kisah nyata di NKRI adalah hikayat Buaya vs Cicak. Cicak di dinding turun gunung melawan mbahnya buaya Nusantara. Berjilid-jilid. Itulah politik Indonesia.

Jangan lupa, komen anak bangsa berlabel politikus lokal, kambuhan, karbitan semakin membuktikan betapa licik, picik komponen penguasa. Tak salah, koorporasi pengganda berita sedang naik daun atau merasa mampu mengdalikan negara.

Gonjang-ganjing, carut-marut perpolitikkan bangsa, kita tak perlu cari kambing hitamnya. Tak perlu tunjuk hidung siapa setan belangnya. Tak perlu alergi, antipasti dengan tindak ucap dari moncong, congor, corong serigala politik.

Rakyat tetap mengadalkan doa bagi bangsa dan negara. Sederhana. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar