Halaman

Jumat, 27 Oktober 2017

Ketika Pensiunan Pejabat Mendengar Azan Subuh



Ketika Pensiunan Pejabat Mendengar Azan Subuh

Selasa di waktu senja, saya melangkahkan kaki ke  arah matahari terbenam. Terhalang oleh awan kelabu. Waktu maghrib, puluhan menit sebelum pukul 18:00 wib. Tak sengaja malah sua manusia senja usia.

Lazimnya manusia senja, yang masa kecilnya pernah melihat langsung balatentara Dai Nippon, di Yogyakarta, cerita kebanggannya. Bukan pikun di keluarga. Ada jenis pikun modern, yaitu pikun lingkungan. Karena di keluarganya, sang manusia senja tersebut mampu jaga imej. Keluarga mendukung dengan total. Namanya menghormati orangtua, kakek.

Sang manusia senja, bangga sebagai pensiunan pejabat Departemen Kekakiman, saat itu. Bangga masih bawa pistol dinasnya, yang lupa dikembalikan. Kebanggaan lain adalah menceritakam pengalaman kerjanya.

Jam terbang sebagai abdi negara, melebih masa bakti presiden pertama maupun presiden kedua RI. Usianya jauh lebih sepuh daripada NKRI. Modal sebagai pemain bola dan ijazah SMA sudah bekerja.

Kembali ke maksud berjudul. Liwatlah, kak Seno, muadzin masjid kompleks. Saya bilang, itu kak Seno yang seharian jual air dengan gerobag dorong isi 12 jerigen, dipercaya DKM masjid untuk menjadi muadzin tetap sholat 5 (loma) waktu.

Tanpa diduga sang pensiunan pejabat tampak sedih sambil geleng kepala.

“Saya itu, setiap pagi dengar azan subuh. Lihat jam pukul 5. Masih mengantuk. Tahu-tahu bangun pukul setengah tujuhan”. Tanpa merasa bersalah dengan kejujurannya. Waktu subuh setempat, kalau jam 5 pagi, yang subuhan di masjid sudah bubar.

Agar beliau merasa bangga dengan adatnya, saya tanya : “Doeloe, sewaktu masih aktif, masih dinas, masih gagah sebagai pejabat, juga dengan suara azan?”.

Dengan jujur dia langsung menjawab tegas. “Saya selalu fokus ke pekerjaan. Sampai lupa waktu. Makan diantar ke ruangan. Terkadang awet sampai sore”. Disertai dengan penjelasan kemana-mana plus peragaan tangan bergaya memerintah.

Kata tetangga, di musholla dekat rumahnya, hanya beberapa ratus meter, beliau jarang hadir. Bahkan sholat jumat, tak pernah kelihatan. Mungkin pilih masjid raya yang agak jauh.

Inilah sekisah pensiunan pejabat. Tidak bisa kita komentari dalam hati, menyangkut HAM. Buktinya, sang pensiunan pejabat masih aktif jalan kaki, 2@3x sehari, sambil goyang tangan biar dikira senam sehat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar