Ketika
Pensiunan Pejabat Mendengar Azan Subuh
Selasa di waktu senja, saya
melangkahkan kaki ke arah matahari
terbenam. Terhalang oleh awan kelabu. Waktu maghrib, puluhan menit sebelum
pukul 18:00 wib. Tak sengaja malah sua manusia senja usia.
Lazimnya manusia senja, yang masa
kecilnya pernah melihat langsung balatentara Dai Nippon, di Yogyakarta, cerita
kebanggannya. Bukan pikun di keluarga. Ada jenis pikun modern, yaitu pikun
lingkungan. Karena di keluarganya, sang manusia senja tersebut mampu jaga imej.
Keluarga mendukung dengan total. Namanya menghormati orangtua, kakek.
Sang manusia senja, bangga sebagai
pensiunan pejabat Departemen Kekakiman, saat itu. Bangga masih bawa pistol
dinasnya, yang lupa dikembalikan. Kebanggaan lain adalah menceritakam pengalaman
kerjanya.
Jam terbang sebagai abdi negara,
melebih masa bakti presiden pertama maupun presiden kedua RI. Usianya jauh
lebih sepuh daripada NKRI. Modal sebagai pemain bola dan ijazah SMA sudah
bekerja.
Kembali ke maksud berjudul. Liwatlah,
kak Seno, muadzin masjid kompleks. Saya bilang, itu kak Seno yang seharian jual
air dengan gerobag dorong isi 12 jerigen, dipercaya DKM masjid untuk menjadi
muadzin tetap sholat 5 (loma) waktu.
Tanpa diduga sang pensiunan pejabat
tampak sedih sambil geleng kepala.
“Saya itu, setiap pagi dengar azan
subuh. Lihat jam pukul 5. Masih mengantuk. Tahu-tahu bangun pukul setengah
tujuhan”. Tanpa merasa bersalah dengan kejujurannya. Waktu subuh setempat,
kalau jam 5 pagi, yang subuhan di masjid sudah bubar.
Agar beliau merasa bangga dengan
adatnya, saya tanya : “Doeloe, sewaktu masih aktif, masih dinas, masih gagah
sebagai pejabat, juga dengan suara azan?”.
Dengan jujur dia langsung menjawab
tegas. “Saya selalu fokus ke pekerjaan. Sampai lupa waktu. Makan diantar ke
ruangan. Terkadang awet sampai sore”. Disertai dengan penjelasan kemana-mana
plus peragaan tangan bergaya memerintah.
Kata tetangga, di musholla dekat
rumahnya, hanya beberapa ratus meter, beliau jarang hadir. Bahkan sholat jumat,
tak pernah kelihatan. Mungkin pilih masjid raya yang agak jauh.
Inilah sekisah pensiunan pejabat. Tidak
bisa kita komentari dalam hati, menyangkut HAM. Buktinya, sang pensiunan
pejabat masih aktif jalan kaki, 2@3x sehari, sambil goyang tangan biar dikira
senam sehat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar