Halaman

Minggu, 29 Oktober 2017

jiwa kerdil anak bangsa, alergi kata pribumi vs buta sejarah bangsa



jiwa kerdil anak bangsa, alergi kata pribumi vs buta sejarah bangsa

di Nusantara ini, yang namanya ahli, ahli apa saja bisa didapat sesuai pesanan. Mau dari yang ahli tapi tidak ahli sampai yang benar-benar ahli sehingga tidak tahu ahli apa.

Salah banyaknya adalah profesi koruptor. Malah harus ahli apa saja. Tidak harus super ahli.

Kalau yang mampu membuat pasal intimidasi vs sepremasi separatis, itu ahli menerima pesanan sekaligus sebagai pelaksanan lapangan yang tak diragukan tingkat keahliannya.

Mau tahu dan tanyakan kepada ahlinya. Seperti mau survei, tanpa ahli survei, tanpa ahli menjabarkan pesan singkat, hasilnya?

Hebatnya periode 2014-2019 semakin dikritisi malah dianggap mau makar. Semakin disanjung, dipuja, dipuji malah lupa daratan, lautan, udara dan kepolisian. Pokoké menang.

Terang benderang, salah makan apa generasi yang alergi, antipati dengan kata “pribumi”. Merasa gagah kalau bisa bilang itu masuk pasal deskriminatif.

Generasi ini bukannya lupa sejarah, tidak tahu sejarah. Sejarah yang diterimanya, salah buku. Guru sejarah hanya mengajarkan sejarah politik dengan segala cerita heroismenya, patriotisme sejak zaman penjajahan. Tentunya yang melibatkan jago-jago politik lokal saat itu.

Walhasil, kita wajib prihatin atas nasib anak bangsa yang sengaja melupakan sejarah masa lalu bangsa. Malah semangat membuat sejarah dengan pasal cari-cari, cari masalah vs cari muka. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar